Azkiel's Appa-! 11

431 41 12
                                    

"Aku mau ajak Az ke tempat latihan."

"GAK! AKU GAK BAKALAN KASIH IEL KE KAMU!" Ibun histeris. Kejadian tadi seolah merenggut kepercayaannya terhadap Appa. Pria itu sudah berbuat nekat. Dan kalau sampai Appa melukai Azkiel, sumpah demi Tuhan dan semestanya, Ibun tidak akan pernah memaafkan pria itu.

"Ke tempat latihan doang sayang. Sebentar aja."

Ibun menggeleng tegas. "GAK! KAMU NANTI BAKALAN BUNUH IEL! GAK!" Ibun berteriak. Nyatanya wanita itu hampir kehilangan kewarasannya karena kejadian tadi. Ibun begitu shock.

Dia hampir saja kehilangan nyawa putranya dan itu semua karena suaminya yang tak punya otak.

Sengaja Ibun mengunci Azkiel di kamar. Sedangkan mereka kini berada di halaman belakang. Mereka kembali berdebat dan cek cok. Membicarakan hal yang mampu membuat Ibun naik darah dan murka.

Appa menghela nafas. Wajahnya terlihat serius. "Semua orang pun tahu. Seliar-liarnya harimau, dia gak bakalan makan anaknya sendiri. Aku gak mungkin celakain Az."

"Tapi tadi kamu nembak- Argh! Kamu hampir buat Iel celaka! Kalau aja pistol tadi salah posisi, bisa-bisa kepala Azkiel yang kena peluru!"

Appa menghela nafas. "Aku cuma kasih unjuk ke Az cara nembak dari jarak dua meter, lagian itu pistol mainan. Apa aku salah?" tanyanya polos.

"Mas!" bentak Ibun. "Pelurunya yang bikin bahaya!"

"Tapi pelurunya gak kena Az."

"Bisa-bisanya kamu bicara seperti itu! Kamu keterlaluan! Satu peluru aja bisa bikin Iel meregang nyawa! Kamu mau anak kamu mati, hah?!"

"Aku gak bakalan rela bunuh anakku sendiri. Kecuali dia yang minta aku bunuh, ya terpaksa aku turuti," balas Appa.

"GILA KAMU!"

"Bercanda sayang. Serius aja kamu ini."

"SINTING!"

Appa terkekeh dengan senyum asimetris. Mengarahkan telunjuk di depan bibir. Dia sedikit berbisik.

"Ssst, jangan teriak-teriak. Az dengar, nanti kamu yang disangka gila."

Ibun menangis. Menggeleng tak percaya jika setan di depannya ini adalah wujud suaminya sendiri. Bagaimana bisa pria itu merasa tidak berdosa karena hampir mencelakakan anaknya sendiri?! Bahkan dia tidak sadar dengan perbuatannya. Pria itu setengah gila!

Ibun mundur. Badannya tremor parah. Dia ketakutan sekarang. Prianya sudah seperti psychopath gila yang memiliki kelainan mental.

"K-kamu bikin aku takut. K-kamu udah gak kayak dulu lagi. A-aku mau kita pisah!!"

Ibun akan terima saja jika dia yang kena pukul, ditendang, dilempar vas bunga ataupun lainnya. Dia tidak akan protes. Tapi Ibun tidak terima kalau Azkiel yang menjadi korban kekejaman Appa. Mungkin sekarang Appa tidak menembakkan peluru itu ke arah Azkiel, tapi dilain kesempatan bisa saja Appa membuat peluru itu bersarang di kepala anaknya.

Kita, ah bahkan author sendiri pun tak tahu dengan jalan pikiran seorang Appa.

Wajah Appa melunak. Pria berambut cepak itu menghela nafas. Entah kenapa kalimat akhir yang Ibun ucapkan terdengar menyakitkan di hatinya.

Appa mendekat lalu jemarinya mengusap pipi Ibun yang basah akibat air mata. Ditatapnya Ibun lamat-lamat. Sedetik kemudian pria itu memeluk istrinya. "Maaf. Maaf. Maaf. Maaf."

Appa mengusap punggung Ibun agar istrinya itu tenang. Mencium pucuk kepala Ibun berulang kali. "Maaf. Maafin aku yang udah bikin kamu shock. Maafin aku yang udah bikin kamu jantungan dan hampir mati. Maafin aku yang udah bikin anak kita hampir celaka. Maaf."

"Kamu tau sendiri, aku kalau lagi gabut tuh kayak gimana. Semua bisa bolong kalau aku udah main sama peluruku. Tak terkecuali kepala kamu sama Az," kata Appa. Membuat Ibun tak habis fikir dengan jalan pikirannya. Dia nyengir. "Bercanda yang, sumpah!"

Sebenernya yang tadi itu cuma bercanda saja, tidak ada niat Appa untuk menyakiti Azkiel. Iseng saja, tapi memang agak berlebihan sih. Jadi wajar saja bila istrinya ngamuk.

Ibun memberontak tapi Appa mengeratkan lagi pelukannya. "Tapi tenang. Aku emang gila tapi gak segila itu. Aku emang nekat tapi gak senekat itu. Gak mungkin aku celakain dua orang yang paling berharga dihidup aku. Gak mungkin aku nyakitin dua orang yang aku sayangi. Aku bakalan jadi baik kalau kamu mau maafin aku. Aku sayang kamu."

Ibun melepaskan pelukan mereka.

"Kalau kamu sayang, gak begini caranya," lirih Ibun. Matanya sebab, derai air mata mengalir deras dari pelupuk mata. "Aku gak ngerti lagi sama jalan pikiran kamu. Yang baik buat kamu belum tentu baik buat aku. Kita emang kayaknya udah gak sejalan. Aku ga kuat. Aku terlalu ... capek. Aku mau pisah."

Plakk

Iris Appa tampak menggelap. Dia menampar Ibun hingga tubuh Ibun terhuyung ke samping. Lagi dan lagi pipi Ibun dihiasi maha karya yang luar biasa indah dari Appa. Bekas telapak tangan yang memerah. Bahkan sudut bibir Ibun sobek, mengeluarkan sedikit darah.

"Aku gak suka denger kata pisah," ucap Appa penuh penekanan. Lalu sedetik kemudian dia yang mendengar Ibun menangis tersedu-sedu langsung terdiam. Appa maju selangkah namun Ibun mundur dua langkah dengan ketakutan yang luar biasa.

Appa menghela nafas. Dia kembali melakukan sebuah kesalahan.

Appa memeluk Ibun paksa. Membuat Ibun memberontak dan minta dilepaskan.

"Peraturan mainnya sama seperti dulu, sayang. Kamu nurut, aku bakalan jagain kamu segenap jiwa raga aku. Tapi kalau kamu bandel, jangan salahin aku kalau aku khilaf mukul kamu. Ingat, aku gak sesabar itu, sayang."

"Aku mau pisah."

Appa menempelkan pipinya di kepala Ibun. Membiarkan Ibun menangis histeris dan memukul-mukul dada bidangnya. Pria itu akan memberi waktu kepada Ibun untuk menumpahkan air matanya. Dia tahu istrinya itu pasti sangat shock dan perbuatannya kali ini sangatlah keterlaluan. Appa sadar akan itu.

"Maaf. Maafin aku. Aku cinta kamu. Plis, jangan bilang pisah. Aku gak mau kita pisah. Aku bisa lebih gila dari ini seandainya kita bercerai. Aku bisa aja bantai seluruh keluarga kamu kalau kamu masih keras kepala. Aku bisa aja bunuh Azkiel."

"Aku mau hiks pergi hiks dari kamu."

"Akan aku cari kamu ke ujung dunia. Tapi sayangnya kamu gak bisa ngumpet ke ujung dunia, soalnya bumi ini bulat hehehe."

"Aku mau pisah."

"Aku bisa bunuh anakmu. Kehilangan satu anak gak bikin aku takut, anak bisa dibikin lagi. Kamu mau, hm?"

"Jangan! Jangan bunuh mereka terutama Iel. Maaf. Maafin aku. Aku janji kita gak bakalan pisah."

Appa menangkup wajah Ibun. Mengulurkan punggung tangannya untuk menghapus jejak air mata yang tertinggal di pipi Ibun. "Jangan nangis. Air mata kamu terlalu sakit buat aku lihat. Maafin aku."

"Jangan bunuh Iel .. Jangan bunuh Iel .. Jangan bunuh Iel," lirih Ibun berulang kali. Matanya memejam dan menggeleng pelan. Dia merapalkan itu sambil terus menitikan air mata. Dadanya sesak sekarang.

Hati Appa seolah tercubit. Ibun pasti membencinya. Melihat bagaimana sedemikian menderitanya wanita itu saat menghadapi perilakunya. Ibun pasti sudah sangat-sangat lelah. Tapi Appa tidak akan pernah melepaskan.

Apa yang sudah menjadi miliknya, takkan semudah itu untuk dia biarkan pergi.

Appa menundukkan wajahnya. Mencium kening Ibun sejenak. Lalu turun ke dua mata, hidung hingga turun ke bibir tipis milik Ibun. Dikecupnya bibir itu berulang kali.

Appa berucap, "Maafin aku."

"Yang begitu egois dan selalu bikin kamu tersiksa dengan cara seperti ini. Sekali lagi maaf, aku tidak bisa membiarkanmu pergi. Aku hanyalah seorang pria pecundang yang tak tau mesti berbuat apa agar kamu bertahan di sisiku. Sekali lagi maafkan aku, sayang. Aku cinta kamu. Love you sweetheart."

🧢🧢🧢

27 Nov 2023

Azkiel's AppaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang