Azkiel's Appa-! 18

302 37 3
                                    

"Aw, sakit Appa! Jangan dicubit! Hiks, hiks! Maaf!"

Azkiel berteriak kesakitan ketika dengan kejamnya Appa mencubit lengannya tanpa ampun. Wajah pria itu tampak sangsi, menulikan pendengaran dari suara si kecil yang mulai menangis akibat ulahnya. 

Azkiel meringis, teringat kejadian satu jam yang lalu. Setelah tadi melempar orang asing menggunakan batu, sepasang bocah yang selisih setahun berlarian menuju rumah dengan ketar-ketir.

Berbeda dengan bocah perempuan yang meraung ketakutan, Azkiel merasakan euforia yang aneh saat dia berhasil mengambil sebuah batu yang cukup besar melebihi tangan mungilnya, lalu mencoba sekuat tenaga melemparnya dan, yap! Tepat sasaran!

Batu itu mengenai wajah orang asing yang mengaku sebagai teman Appa.

Hahaha! Bocah itu tertawa dalam hati. Sudut bibirnya terangkat sempurna dengan kedua alis yang naik. Wajah bulatnya terlihat pongah karena dia merasa seperti karakter superhero yang berhasil mengalahkan si penjahat. Seperti Oom Spiderman yang menyelamatkan banyak orang, Azkiel harus bisa menolong Arin yang kini berlari seraya menangis kejer.

"Tenang Arin! Iel bakalan jadi Oom Spiderman. Iel akan nolong Arin dari monster nakal. Jangan menangis karena sebentar lagi Iel mau keluarin jurus seribu lari kayak Oom Naturgo!"

Arin yang menangis sempat-sempatnya menjawab, "Bu-bukan Naturgo, Iel. Hiks! Tapi Naturo."

Dalam larinya, Azkiel memasang wajah mikir. "Oom Naruto, Arin. Ya ampun."

Arin tak menjawab lagi saat Azkiel mulai menggenggam tangannya erat. Arin yang sesenggukan hanya menatap tangannya penuh tanda tanya dan menaikan atensinya pada Azkiel kebingungan.

Tanpa menoleh Azkiel berkata, "Iel bantu Arin pake jurus lari seribu. Makanya lebih cepat, supaya enggak dikejar dan ditangkap."

Lalu mereka berlari lebih cepat dari sebelumnya dengan Azkiel yang memimpin. Kedua tangan mereka saling bertaut erat. Seperti enggan meninggalkan satu sama lain. Seperti tak ingin melepas satu sama lain. Azkiel yang sebenarnya bisa lari dengan kecepatan penuh, mau tak mau harus mengurangi sedikit laju kakinya untuk mensejajarkan dengan langkah Arin yang lamban.

Bagi Azkiel, larinya Arin seperti orang jompo saja. Tak ada tenaga. Lemah, letih, lesu, lunglai dan letoy. Huh, merepotkan!

Dan saat ingin berbelok, tiba-tiba saja ....

GUBRAK!

"Huaaaaaa! Appa sakit!"

Kembali pada Azkiel yang berteriak diikuti dengan keluar air terjun dari matanya, itu terjadi saat lutut lecetnya yang tercium trotoar ditepok sama Appa.

Tadi saat berlari dia terjatuh, dan sekarang luka yang belum dibersihkan itu malah berdenyut akibat Appa.

Sungguh terlalu! Kata Azkiel dalam hati dengan nada Rhoma kelapa. Eum ... maksudnya, Rhoma Irama.

"Sakit?"

Segala ditanya, ya sakit lah!

Jika saja Azkiel sudah cukup paham untuk menggunakan kalimat sarkas, dan sudah cukup umur untuk mengumpat. Mungkin sekarang Azkiel akan mencaci maki Appa. Tapi dalam hati, sih. Kalau di depan langsung mana berani.

Ehehehe.

Azkiel tidak mau diajak baku hantam dengan Appa yang baginya cukup galak dan seram. Bisa-bisa dia digantung di jemuran yang tinggi.

"Udah tau jatuh itu sakit, masih aja lari-larian! Jatuhnya ajak-ajak Arin pula. Jadi luka 'kan anak orang." Appa menatap buntalan daging yang gemuk dan lucu itu dengan datar. Tak mempedulikan tangisan anaknya yang menggelegar. "Lagian kenapa ajak main Arin jauh-jauh?"

Azkiel's AppaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang