Kini mereka sampai di rumah Azkiel. Rumah minimalis yang bentuknya sama seperti rumah lainnya, hanya saja warna cat rumah ini abu-abu terang.
Shena membuka gerbang rumah itu dengan pelan, mencoba untuk tidak menimbulkan suara keras agar si kecil Azkiel tidak terbangun. Azkiel terlelap sehabis bermain tadi makanya dia minta digendong dan tiba-tiba saja tertidur. Mulut bocah itu terbuka sedikit karena sempat mengeluh hidungnya ada ingus, jadinya dia agak kesulitan bernafas makanya mulutnya mangap.
Sepertinya bocah itu kecapekan. Terbukti dari rambut mangkoknya lepek serta lehernya basah akibat berkeringat. Azkiel tadi bermain ucing-ucingan bersama Razdan, dengan posisi Azkiel sebagai marmut -kalau kata Azkiel, marmut lebih lucu dibanding tikus- dan Razdan sebagai harimau -Azkiel takut anjing, lebih suka harimau katanya- yang bertugas untuk menangkap marmut kecil, gembul, jelek bernama Azkiel.
Hah, Shena pusing melihat bocah berbeda usia itu bermain lari-larian hingga lupa waktu.
"Assalamualaikum. Mbak Andine."
Shena mengetuk pintu. Sedikit membenarkan posisi Azkiel agar tidak merosot digendongannya. Shena tersenyum kecil. Melihat Azkiel yang memejamkan mata dengan damai itu membuatnya gemas. Belum lagi pipinya yang besar tampak menghimpit bibir kecilnya membuatnya terlihat sedikit manyun.
Ingin mencium, tapi bukan muhrim. Astagfirullah..
Krieet
Tak lama pintu terbuka, menampakan ibu dari Azkiel yang kini tersenyum. Andine melebarkan pintu dan berucap, "Ah, Shena. Duh, makasih ya kamu mau jemput Iel begini, pasti kamu keribetan. Mana Ielnya tidur lagi, maaf ya jadi ngerepotin."
Shena menyerahkan dengan hati-hati Azkiel ke gendongan Andine. "Ah, udah biasa Shena mah direpotin. Asalkan ada tip-nya aja hehehe."
Andine berdecak lalu terkekeh. "Tenang, Mbak udah nyiapin kurma hidup. Mau?"
Shena bergidik. Dia paham arti kurma hidup dari ucapan adik mamanya itu. Kurma hidup yang dimaksud adalah serangga yang paling menjijikan dan mampu membuat seluruh badan cewek itu merinding. Apalagi kalau bukan kecewa. Kecoak.
"Makasih banyak lho, Mbak. Sayangnya Shena gak minat. Oh, iya. Mas Angga ada di rumah?"
Andine mengusap punggung Azkiel lembut. Membuat bocah itu merasa nyaman lalu menggeliat pelan dan menelusupkan wajahnya di leher Andine. "Barusan aja pergi. Ya udah, yuk masuk ke dalam."
Shena melepas sepatunya dan menaruhnya di rak sepatu. Mengikuti Andine setelah sebelumnya menutup pintu terlebih dahulu. Sering kali dia berkunjung ke rumah ini untuk sekedar bermain dengan Azkiel atau menemani bocah itu kala kedua orang tuanya sedang sibuk. Makanya mereka sedekat itu dan Azkiel sudah Shena anggap seperti adik sendiri.
"Kamu tunggu di sini. Mbak mau nidurin Azkiel bentar."
Shena mengangguk. Meletakkan tasnya di karpet lalu menghempaskan tubuhnya di atas sofa. Shena menghembuskan nafas, meregangkan otot yang sedikit pegal. Lumayan capek juga lari-lari, mengejar Azkiel agar mau berhenti. Apalagi Shena sempat terkejut kala melihat Azkiel yang terjatuh tapi tetap lanjut berlarian kesana kemari dan tertawa~
"Minum yang seger-seger keknya enak nih," gumamnya pelan. Lalu tak sengaja matanya menangkap sesuatu yang tampak mengkilap. Sesuatu seperti serpihan kaca atau mungkin porselen yang pecah. Dia mendekat, berjongkok dan mengarahkan telunjuknya ke serpihan itu.
"Aw!" ringisnya kala serpihan itu terasa tajam dikulitnya. Shena mengedarkan pandangan lalu melihat sapu lantai yang tergeletak dan mengambilnya. Cewek itu mulai membersihkan serpihan itu agar nanti tidak melukai orang. Meskipun sedikit, tapi tetap saja serpihan itu tajam.
KAMU SEDANG MEMBACA
Azkiel's Appa
General FictionStart 25 Februari 2020 - Repbulished 02.10.2023 NOTE ! "krn sebelumnya tidak ada prolog, trs aku tambahin prolog jd mempengaruhi viewer sm vote ya per-chapter ya. jd ngacak gitu ehehe. tp ga berpengaruh sih, yg penting alurnya tetap rapih." ❝Besar n...