Azkiel's Appa-! 13

450 36 11
                                    

Komen Yawwww

Azkiel's Appa ♫

Azkiel kini memberengut. Matanya memicing. Sebal dengan Appa yang tidak mengajaknya untuk pergi makan siang bersama. Pria itu hanya mengajak Ibun dan dengan kejamnya melupakan Azkiel. Menitipkan bocah itu pada Shena namun pada akhirnya dia ditinggalkan bersama Razdan karena cewek SMK itu kini pergi karena ada urusan.

Menyebalkan!

Azkiel dipaksa menggambar. Padahal lagi kesal begini, Razdan malah menyuruhnya membuat gambar rumah-rumahan. Appa juga bikin kesal! Azkiel pengin ikut tapi dilarang, ingin berduaan dengan Ibun katanya. Rasa-rasanya Azkiel ingin merengek saja, menangis hingga seluruh air matanya tumpah-tumpah. Namun saat mendapat lirikan tajam Appa, dia langsung bungkam. Kicep seketika.

But, sekesal-kesalnya Azkiel, dia hanya mendumal di dalam hati saja. Kalau protes di depan Appa, bisa kena omel nanti.

"Kesal!" serunya. Dia membanting crayon  yang digunakan untuk menggambar rumah-rumahan dengan keras hingga benda itu terlempar ke lantai. Pipi gembul itu dia gembungkan, mengapit bibir kecilnya hingga membentuk pout yang lucu. Azkiel mengembuskan nafas kesal, hidungnya kembang kempis bak hidung sapi.

"Lho, Iel kenapa? Kesal sama Abang?"

Razdan mengernyit. Biasanya Azkiel akan diam jika sudah diberi buku gambar dan crayon. Tapi melihat bocah gembul itu terlihat kesal dan enggan melanjutkan acara mewarnainya, mungkin dia sudah kehilangan selera.

"Sebal sama semuaaaaaaaaaaaaaa! Gak Appa, Abang, Ibun! Sama semua! Sebal-sebal!" katanya geram. Matanya memicing. Dagunya maju dan bergerak ke kanan kiri. Bocah itu ingin murka menjadi Hulk warna merah. "Memang ya, semua laki-laki itu sama! Kecuali Ibun, Ibun kan mama-mama bukan laki-laki!"

Razdan melepaskan earphone-nya. Dia tak jadi bermain game di ponsel dan memilih mengalihkan atensinya pada Azkiel. Sedikit tak suka karena Azkiel menyamaratakan semua laki-laki, padahal bocah itu sendiri juga memiliki batang. Sama-sama punya batang tidak boleh begitu. Setiap laki-laki tuh beda. Ada yang tampan dan ada yang jelek. Ada yang macho dan ada yang melambai. Ada yang besar dan ada yang kecil.

Em, maksudnya ukuran badan.

"Enak aja. Setiap laki-laki itu beda, tau! Mana boleh begitu!" sahut Razdan. Dia memutar tubuhnya menghadap Azkiel yang menatapnya cemberut dari balik meja. "Laki-laki itu ada yang tampan, macho, baik, gak suka mainin cewek, rajin, contohnya kayak Abang Adan. Laki-laki ada yang jelek, gendut, rese itu contohnya kayak Azkiel. Dan ada juga laki-laki yang cantik, melambai, fakboi, contohnya kayak Abang Tian."

Azkiel diam sejenak. Memperhatikan wajah Razdan dengan benak yang sibuk berfikir. "Mana ada laki-laki cantik! Ganteng! Bukan cantik tauu! Tukang bohong, nanti pantatnya bolong, rasain!"

"Ada!" seru Razdan tak terima dikatai tukang bohong. Membuka galeri di ponsel dan menunjukan pada Azkiel foto temannya yang bernama Tian. "Lihat! Cantik, kan?! Dia laki-laki tapi cantik!"

"Gak ada laki-laki cantik! Laki-laki jelek baru ada, contohnya kayak Abang! Abang gak bisa bedain mana cantik mana ganteng, ya iiiiiiiiiiiih?! Nanti semua-semua dibilang cantik, sampai kambing nanti dibilang cantik juga!" seru Azkiel menggebu. Matanya melotot namun terlihat lucu karena membulat dengan sempurna. Jemari bantetnya mengepal di atas meja kecil yang digunakan sebagai alas menggambar. Ekspresi menantang dan songong minta dibelai menggunakan sandal swallow, mampu membuat Razdan merutuk dalam hati.

Sabar. Tidak boleh ditusuk menggunakan jarum pentul. Nanti kempes jadi tak menggemaskan lagi. Sabar. Sabar. Kalau sabar nanti disayang pacar. Gak ada pacar? Ya udah sabar aja.

Azkiel's AppaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang