Azkiel berjalan mengendap-endap. Membuka dengan perlahan pintu tinggi di depannya agar memberikan celah kecil. Badannya dia bungkukan, sebelah matanya dia dekatkan untuk mengintip ke dalam ruangan. Terlihat tiga orang dewasa yang kini duduk berhadapan, Azkiel bisa melihat salah satu ekspresi serius dari mereka, meski tak terlalu jelas karena celah pintu yang terlalu kecil. Mungkin mereka kini tengah membicarakan hal penting.
"Ngapain?"
Azkiel tersentak kecil. Matanya mendelik sinis pada Arin yang suaranya sangat kencang. Dia mendesis, meletakkan jari telunjuknya di bibir, isyarat agar bocah perempuan itu tidak berisik. Dia kembali mengintip.
"Liat apa sih?"
"Ssstt. Jangan berisik, nanti ketahuan."
Arin memandang Azkiel bingung. Keningnya berkerut, tapi dia memilih untuk diam sembari mengikuti Azkiel mengintip dengan posisi kepala di atas kepala Azkiel yang tengah menunduk.
"Pasti temen lo yang ngelakuin itu semua! Enggak mungkin kalau tiba-tiba ada transaksi bodong masuk ke rekening gue!"
"Angga tenang dulu. Gue juga bingung, kenapa semua tuduhan itu ngarah langsung ke lo."
"Ya lo pikir aja laporan dari kita siapa yang bocorin coba? Pasti ada mulut sampah yang cepu!"
"Gue juga masih ngecek. Dan gue juga belum yakin karena orang-orang di dalam data ini semuanya bersih semua."
"Gue enggak mau tau, lo harus cari siapa pelakunya! Dan kenapa juga kasus ini bisa sampe ke divisi gue? padahal otoritas kuasa lo belum ngecakup divisi gue."
"Ordal."
Azkiel dan Arin makin penasaran tingkat dewa, pasalnya orang yang sedang berdebat dengan penuh ketegangan yang didengar dari suaranya adalah Appa Azkiel dan Papa Arin.
Kenapa mereka berdebat ya? Dan juga, benarkah mereka saling kenal?
"Mereka marah-marah."
Arin celetuk. Badannya dia tarik ke posisi semula, tak lagi mengintip dari celah pintu. Sejujurnya Arin cukup gemetaran dan deg-degan, orang orang di dalam itu seperti ingin bertengkar.
"Kenapa mereka marah?" tanya Azkiel.
"Enggak tau. Tapi seram, untung tidak baku hantam."
Azkiel melirik lagi ke celah pintu. Sekilas dia bisa melihat raut wajah Appa dengan ekspresi tegang seperti menahan amarah.
"Mereka memperebutkan apa?" Yang Azkiel tahu, jika ada orang yang berantem itu tandanya sedang memperebutkan sesuatu, sama seperti dia dengan Romi yang rebutan robot.
"Kalian kenapa di sini? Ngapain?"
Tiba-tiba salah seorang keluar dari ruangan, itu Papanya Arin. Pria itu berjalan disusul oleh Appa dan Oom yang diketahui Azkiel bernama Adi.
"Anak kecil tidak boleh nguping pembicaraan orang dewasa ya. Tidak sopan."
Appa mengarahkan kedua bocah itu agar mengikuti langkahnya ke taman bermain. Mereka kini sedang berada di villa puncak.
Banyak keluarga kecil dari keluarga berpengaruh ini sedang berkumpul, dengan tema acara bermain suka-suka. Namun yang tidak bocil-bocil ini sadari, yang datang ke tempat itu adalah orang orang penting, dimana mereka sedang acara bisnis berkedok liburan keluarga.
Azkiel diam saja. Dia tak menggubris ucapan Appa.
"Az jangan kemana-mana, mainnya sekitaran sini aja. Gak boleh jauh dari Ibun, oke?"
Azkiel mengangguk. Dia menuruti perkataan Appa tanpa disadari jika dirinya ikut terlena dengan acara yang dinikmati dia sekarang ini.
***
16 Juni 2024
KAMU SEDANG MEMBACA
Azkiel's Appa
General FictionStart 25 Februari 2020 - Repbulished 02.10.2023 NOTE ! "krn sebelumnya tidak ada prolog, trs aku tambahin prolog jd mempengaruhi viewer sm vote ya per-chapter ya. jd ngacak gitu ehehe. tp ga berpengaruh sih, yg penting alurnya tetap rapih." ❝Besar n...