Azkiel's Appa-! 03

870 64 2
                                    

Azkiel menatap kotak transparan berisi kue kecil bulat di tangannya. Kue itu khusus buat Appa. Kue yang sengaja ditaburi spikel berwarna putih dan merah lalu tak lupa dengan gambar Spiderman di tengahnya. Tampak menarik meski sedikit berantakan karena tadi sempat tersenggol Ibun yang kebetulan duduk di sebelahnya. Tapi tak apa, yang penting rasa dan usaha Azkiel dengan skill menggambarnya yang tak seberapa.

Azkiel yang mengenakan piama biru malam itu menguap. Mengucek mata dengan jemari mungilnya. Dia berjalan menuju sofa, memperhatikan Ibun yang tengah asik menonton acara di televisi. Matanya berubah kuyu. Dia tengah menahan kantuk sebab sedang menunggu Appa pulang.

"Bun," panggilnya. Suaranya sedikit serak. "Appa kapan pulang?"

Ibun menoleh. Terkejut melihat bocah gembul dengan kotak kue tengah berdiri di dekatnya. Wanita itu melirik jam dinding yang menunjukkan pukul setengah sepuluh malam.

"Iel kok belum tidur? Udah malam, lho," katanya pada bocah yang seharusnya sekarang sudah tertidur pulas.

Azkiel menggeleng lugu. Menunduk, menatap kue sebentar lalu mendongak. "Nungguin Appa. Mau kasih kuenya."

"Kuenya disimpan di kulkas aja. Nanti Ibun yang kasih kalau Appa udah pulang. Sekarang Iel tidur, kan, besok sekolah."

"Gak mau, Bun. Iel yang kasih sendiri aja. Lagian ini spesial ada gambar Oom Spidermannya."

Mengingat sifat anaknya yang cukup keras kepala, Ibun menghela nafas. Menggeser tubuhnya dan menyisakan sedikit ruang untuk si bocah gembul tidur. "Sini. Iel tidur di sini aja dulu, nanti pas Appa pulang, Ibun bangunin."

Mengangguk setuju, akhirnya Azkiel meletakkan kue itu di atas meja dan mulai merebahkan tubuh gembulnya di samping Ibun. Sedikit meringkuk dengan posisi kepala di atas paha Ibun.

"Tadi waktu di rumah Arin, Iel udah minta maaf ke Arin langsung, kan?" tanya Ibun memulai topik pembicaraan. Jemarinya mengelus rambut si bocah.

Azkiel mengangguk. "Iya, tapi Arinnya di kamar aja gak mau keluar. Tapi dia teriak dari dalam kalau udah maafin Iel."

"Bagus. Besok Iel harus minta maaf juga sama yang lain di kelas," kata Ibun lembut. "Lain kali kalau berantem sama teman itu gak boleh dorong atau pukul, ya. Ibun gak pernah ajarin Iel jadi kasar begitu."

"Gak mau minta maaf. Mereka yang salah," ujar Azkiel tak suka.

Jemari Ibun masih mengusap surai hitam Azkiel. "Kan Iel juga salah tadi ngamuk-ngamuk di kelas, nah, besok Iel harus minta maaf. Inget gak apa yang pernah Ibun bilang?"

"Kalau salah, minta maaf. Kalau diberi kebaikan sama orang lain harus berterima kasih dan bersyukur. Kalau kesusahan atau kerepotan jangan lupa ucap tolong." Ibun melanjutkan, "Contohnya begini. Iel tadi pukul Arin sampai nangis, nah, Iel harus minta maaf sama Arin. Iel juga gak suka, kan, kalau orang lain nakalin Iel? Nah, Arin juga begitu. Contoh kedua. Iel dikasih jajan sama teman, Iel harus ucapin terima kasih. Mau jajanannya dimakan atau enggak harus terima kasih dulu. Kalau mau dikasih ke orang lagi jangan sampai tahu temannya tadi. Ngerti gak?"

"Enggak."

"Misalkan Azkiel dikasih susu coklat sama Arin, terus ucapin apa sama Arin?" tanya Ibun menguji Azkiel.

"Terima kasih," balas Azkiel. Suaranya pelan dan tak menaruh minat pada pembahasan ini. Dia menguap sejenak.

"Nah, karena Azkiel gak suka susu coklatnya makanya dikasih ke Ipan, tapi jangan sampai Arin tahu karena gak enak sama Arinnya." Fokus Ibun kini teralihkan, yang tadinya asik menonton televisi sekarang malah sibuk menceramahi Azkiel.

"Lho, kok dikasih Ipan? Iel suka susu coklat, kok! Ya pasti bakalan Iel minum, lah!" sahut Azkiel tak terima. Dia langsung menyahut cepat. Baginya susu coklat itu adalah minuman wajib untuknya. Kalau ada yang mau memberikan susu coklat pada Azkiel, dia sih, mau-mau aja. Yang penting gratis, hehe.

"Kan misalkan Iel." Ibun terkekeh gemas.

"Oooh, gitu." Azkiel membulatkan mulutnya. Mengangguk sok paham. "Tapi kayaknya Arin gak bakalan kasih Iel susu coklat, deh, Bun. Arin tuh pelit. Liat kotak bekalnya aja gak boleh, hih!" seru Azkiel sedikit bergidik. Membayangkan Arin memberikan susu coklat padanya adalah sebuah kemustahilan.

Ibun tersenyum kecil. Bocah ini rasa-rasanya tidak pernah akur dengan Arin. "Udah. Lain kali jangan kayak gitu lagi, ya. Sekarang Azkiel tidur. Nanti Appa pulang, Ibun bangunin."

"Oke, Bun." Azkiel menguap sejenak lalu membenarkan posisi tidurnya. Dengan mata perlahan memejam, Azkiel merasakan sentuhan lembut jemari Ibun yang masih mengusap surai mangkoknya. Lalu dia tertidur pulas.

ˋ╎⁀➷🍒'Azkiel's Appa 3'╎ ⁀➷🍒'

"Iel. Iel," panggil Ibun. "Appa udah pulang." Wanita itu mengguncangkan bahu si bocah perlahan. Yang dipanggil hanya menggeliat kecil lalu merubah posisi tidurnya. Kembali pulas. Tak tega membangunkan, akhirnya Ibun mengecup kening Azkiel sejenak.

Ibun meletakkan kepala Azkiel di sofa lalu membenarkan letak selimutnya. Lalu wanita itu beralih pada pintu utama yang tengah diketuk. Dia bergegas, mungkin itu suaminya.

"Assalamualaikum."

"Waalaikumsalam."

Ibun segera memutar kunci kemudian membuka pintu. Terlihat suaminya yang masih menggunakan seragam dengan wajah kuyu dan sedikit kusam. Dia mengambil tas dan menyalami tangan Sang suami.

"Mau mandi air hangat, Mas?" tanya Ibun.

"Hm. Boleh." Pria itu mengangguk singkat. Melepas topi hitamnya yang digunakan untuk menutupi rambut dengan gaya cepaknya itu.

Appa membuka sepatu dan meletakkannya di rak. Dia berjalan menuju dapur, namun saat di ruang tengah matanya tertuju pada bocah gembul yang pulas di atas sofa. Matanya memberi isyarat kode pada istrinya. "Jam segini kenapa Az masih disitu? Gak dipindahin ke kamar?"

"Ooh. Itu dia yang mau. Tadi katanya pengin nunggu Mas pulang cuma mau ngasih kue. Tapi dia ketiduran."

Appa yang sempat menangkap sekotak kue di atas meja, mengangguk. Sesaat kemudian dia berucap, "Kamu pindahin dia ke kamar. Aku belum bersih-bersih, kotor, takut ada kuman."

"Iya, Mas. Air hangatnya udah aku siapin," ujar Ibun pada suaminya yang bergerak menuju kamar.

Ibun membuka tas Appa. Mengeluarkan kotak bekal serta botol minum yang telah habis isinya. Namun, tak sengaja dia melihat banyaknya lembaran struk di saku kecil tas suaminya. Kening Ibun mengkerut, lalu mengambil lembaran itu dan meniliknya satu persatu.

Ternyata itu adalah struk ATM dan struk belanja di sebuah supermarket ternama.

"Mas transfer ke siapa, sih? Kok tiap bulan, gini? Belum lagi list belanjaannya banyak banget," gumam Ibun. Benaknya mulai memikirkan untuk apa suaminya belanja segini banyak belum lagi dengan uang yang ditransfer entah ke siapa. Sebenarnya ini bukan pertama kali Ibun menemukan lembar seperti ini. Sebelum-sebelumnya, bahkan dia sempat menemukan struk yang lebih banyak dari ini.

Menepis pemikiran buruk yang sempat singgah, Ibun berjalan ke dapur guna meletakkan kotak bekal di bak cucian. Lalu bergerak menggendong bocah yang kini terlelap pulas di sofa dan membawanya ke kamar.

ˋ╎⁀➷🍒'Azkiel's Appa 3'╎ ⁀➷🍒'

17 November 2023
- R e p u b l i s h e d

Azkiel's AppaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang