Azkiel's Appa ~♪
PRANG!
Suara pecahan itu mengusik keheningan ditengah malam. Disusul suara gaduh dari sebuah kamar berisikan dua orang dewasa yang tengah beradu argumen. Entah siapa yang memulai duluan, tapi sekarang dua orang itu terlibat dalam percakapan yang cukup serius.
"Kamu gak punya otak, hah?! Aku baru pulang nugas, capek! Jadi istri, tuh, nyenengin suami dikit! Ngurus anak gak becus!"
Baru saja Angga mendapat telepon dari Letnan Wisnu yang membicarakan tentang cucu kesayangannya yang memiliki luka lebam akibat perlakuan Azkiel kemarin. Kejadian yang sama berulang untuk kesekian kalinya. Meski nada Letnan Wisnu terdengar biasa saja -tak ada nada marah atau intimidasi- tapi tetap saja Angga was-was karena kejadian itu bisa saja mengancam dirinya dari posisi calon Mayor Jenderal.
Ya, mereka harus tetap profesional dan tidak boleh membawa masalah pribadi ke dalam pekerjaan.
Tapi ... bukannya keberadaan orang dalam sangat dibutuhkan? Kendati Angga dan Letnan Wisnu cukup dekat, tapi rasanya cemas itu masih ada.
"Kamu tahu, kelakuan Az gak bisa ditolerir. Bisa-bisa aku gak jadi naik pangkat, Arin itu cucu kesayangan Om Wisnu! Dia paling berpengaruh untuk naik jabatanku nanti. Dan juga kalau berita ini kesebar bisa hancur pamorku!"
Angga menjambak rambut Andine yang mampu membuat wanita itu mendongak paksa. Sedikit meringis kala jemari itu semakin kuat mencengkram. Andine memegang tangan Angga, berusaha melepaskan seraya memohon.
"Peran kamu lebih penting buat ngedidik anak! Karena kalian tiap hari selalu ketemu, sedangkan aku? Seminggu sekali atau bahkan sebulan sekali liat Azkiel. Walaupun begitu aku masih mantau anak! Aku terus tanya perkembangan dia di sekolah! Tapi gak ada perkembangan, malah makin anjlok! Nilai jelek, attitude nol besar. Tambah pembangkang. Kamu sebagai Ibu ngapain aja, hah?! Dasar Ibu tak berguna!"
Angga menghempaskan jambakannya keras, hingga tubuh Andine oleng ke samping. Andine terisak. Kepalanya sakit seolah-olah kulit kepalanya ikut terlepas dari lapisannya. Dia yakin bahwa tak sedikit helai dari surainya lepas dan rontok. Nyatanya, masih ada nyeri lain yang perih tak terkira. Di dalam sana. Tepat di hatinya. Bagai godam yang memukul besar, rasanya sakit sekali. Berdenyut. Sesak. Seperti sedang diremas begitu kuat.
"Jangan kira selama aku tugas, aku gak perhatikan kamu. Mataku banyak. Kamu bertindak sedikit atau keluar dari batas aja aku tahu! Jangan keasikan leha-leha mentang-mentang gak ada suami! Udah gak pernah di rumah, nitipin anak ke pegawai, kerjanya di toko kue terus! Kamu kurang apa?! Uang?! di rekeningku banyak! Bisa aja aku ambil alih tokomu itu biar fokus ngurus anak, tapi aku gak setega itu buat ngekang kamu! Atau kamu kurang kasih sayang?!?"
"JAWAB! Aku kurang apa lagi, hah?!"
Menahan isakan, Andine menjawab, "Sumpah, Mas! Gak ada hubungannya ke situ. Ini semua salah aku."
"Iya! Memang semua salah kamu! Gak pernah ngurusin anak, cuma sebatas bikin makan doang! Semuanya diserahin ke pegawai kamu yang bahkan belum jadi seorang Ibu. Didikan orang lain sama Ibu sendiri beda! Lihat kan sekarang anak kamu kayak gimana?!"
Andine menangis, terisak pelan saat suaminya kini mencengkram dagunya.
"M-mas sakit," lirih Andine. "Aku tau salahku. Aku minta maaf, tapi tolong, lepasin ... sakit."
"UDAH TAU BEGITU, TAPI KENAPA MALAH GAK DIJALANIN, HAH?!"
Dilain sisi, Azkiel terbangun karena suara gaduh di samping kamarnya. Anak kecil itu menguap, mengucek matanya dan berkedip. Memaksa terduduk namun kembali terlentang di kasur karena masih mengumpulkan nyawa. Setelah kesadarannya sudah terkumpul setengah, Azkiel terduduk lagi. Bertanya-tanya tentang suara apa yang bikin gaduh itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Azkiel's Appa
Genel KurguStart 25 Februari 2020 - Repbulished 02.10.2023 NOTE ! "krn sebelumnya tidak ada prolog, trs aku tambahin prolog jd mempengaruhi viewer sm vote ya per-chapter ya. jd ngacak gitu ehehe. tp ga berpengaruh sih, yg penting alurnya tetap rapih." ❝Besar n...