4. Menata Hati

1.5K 148 0
                                    

بسم الله الر حمن الر حيم

"Setelah kejadian kemarin apa kamu membenciku Ra hingga kamu enggan melihat ku lagi, sungguh aku sangat merindukan senyuman indah mu "----Muhammad Zaki Al-Fatih

__________________________________________

Rasa itu masih ada. Perlahan namun pasti Rara sudah mulai melupakan pria itu, meski belum sepenuhnya mengikhlaskan tapi apa salahnya mencoba.

Dirinya sebentar lagi akan berangkat ke pondok untuk mengabdi disana, suatu hal yang akan membuatnya lupa dengan pria itu. Rara bersyukur masih di berikan kesempatan untuk mengabdi disana dan mengangkat derajat kedua orang tua.

Ia melihat sosok pria itu sedang berjalan menuju perpustakaan, tidak sengaja kedua mata mereka bertemu namun dengan segera Rara memutuskan kontak mata dengan nya. Itu akan membuatnya semakin sulit untuk melupakan nanyinya.

Rara melihat kearah Aya yang sedang memegangi perutnya, wajahnya juga terlihat pucat sekali sesekali wanita itu juga meringis kesakitan.

"Aya kamu sakit?" Tanya Rara sambil membantu Aya untuk duduk di gazebo.

"Perut aku sakit bareng Ra mual juga," ringisnya membuat Rara khawatir dengan kondisinya.

"Tadi pagi kamu udah makan?"

Aya menggeleng pelan, "Belum Ra."

"Kamu punya maag kenapa gak sarapan?" Ujar Rara sambil memberikan minyak angin dan memberikan nya pada Aya, "Kamu tunggu disini aku mau cari obat buat kamu dulu."

* * * *

Kini Rara sudah berada di apotek dekat kampus, melihat keadaan Aya tadi membuat Rara jadi tidak tega meninggalkan nya. Tapi mau gimana lagi dirinya harus membeli obat untuk Aya.

"Mbak saya mau beli obat maag ada?" Ucapnya kepada salah satu pegawai apotek.

"Ada kak sebentar saya ambilkan," ujarnya lalu segera mengambil obat yang Rara inginkan.

"Ini kak obatnya."

"Ini berapa mbak?"

"Harganya 20 ribu kak." Rara menganggukan kepalanya, ia merogoh tas nya mencari dompet biru miliknya. Matanya membulat ketika dombet itu tidak ada disana. Pasti tertinggal di kamar fikirnya.

"Pakai ini aja," Katanya lalu memberikan uang berwarna hijau pada pegawai apotek itu.

"Iya mas ini obatnya," ujarnya lalu memberikan plastik hitam pada pria yang tadi memberikan uang.

"Eh---" Rara tersentak melihat pria itu memberikan satu kantung plastik hitam padanya, ia juga sedikit terkejut melihat pria yang ada di hadapan nya. Dengan berat hati Rara menerima platik itu.

"Kamu sakit Ra?" Tanya pria itu sedikit menunduk melihat Rara yang juga menundukkan kepalanya.

"Bukan aku tapi Aya," ujarnya gugup sambil meremas jari-jemarinya.

"Nanti uangnya sa-saya ganti." Lanjutnya lalu mendongakkan kepalanya.

"Ndak usah Ra saya ikhlas."

Cinta Disetiap Butiran Tasbih [ END ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang