37. Pemangku Harapan

1.4K 110 6
                                    

بسم الله الر حمن الر حيم

"Kamu tau apa yang aku suka saat melihatmu tersenyum? mata kamu."—CDBT.

__________________________________________

Sudah dua jam Rara masih memeluk Lina erat dia tidak ingin jauh dari Bunda, Ayah dan juga Tasya tapi mau gimana lagi sudah menjadi kewajiban nya untuk mengikuti kemana suaminya pergi. Karena Zaki pun tidak bisa meninggalkan pesantren setelah Abinya Zaki lah yang akan meneruskan mengurus pesantren.

Diki dirinya juga merasa sedih ia juga belum siap untuk jauh dari Rara, dulu waktu Rara pergi berkemah tiga hari saja Diki sudah khwatir bukan kepalang. Tapi ia juga tidak boleh egois Rara sekarang juga sudah menjadi milik Zaki suaminya. Diki yakin Zaki akan menjaga Rara dengan baik disana.

"Udah dong nangisnya cengeng banget sih anak Bunda," ujar Lina sambil mengusap air mata Rara.

"Rara masih mau disini," lirihnya.

"Hust!! kamu harus ikut kemanapun suami kamu pergi itu udah menjadi kewajiban seorang istri sayang," ujar Diki yang juga berusaja memberitahu Rara.

Rara mengangguk dan mengusap bekas air matanya, "In syaa Allah Rara bakalan sering-sering main ke sini."

Rara berpamitan pada Lina dan Diki begitupun dengan Zaki. Mereka berdua berangkat pukul 7 pagi untuk menghindari kemacetan. Rara sudah berada diambang pintu namun tangan mungil menghentikan langkahnya, Rara berbalik terlihat Tasya yang yang memegang tangannya. Kemudian Rara menunduk menyamakan tubuhnya dengan tubuh Tasya.

"Kakak jangan pergi," paraunya dan menggenggam erat tangan sang kakak, meskipun mereka sering bertengkar namun bukan alasan untuk mereka saling membenci.

Rara menghela nafas panjang lalu tersenyum manis, "Dek tapi kakak harus pergi kakak harus ikut sama kak Zaki karena dia suami kakak tapi, kakak bakalan sering-sering main kesini kok. Dan Tasya juga bisa main kesana buat temuin kakak."

Tasya menggelengkan kepalanya dengan ait mata yang terus mengalir, "Hiks...hiks...tapi Tasya ndak mau kakak pergi."

"Kak Zaki pinjam kakak kamu dulu ya karena sekarang kakak kamu itu sudah menjadi tanggung jawabnya kak Zaki. Kalau Tasya mau ketemu sama kak Rara kamu bisa telfon kak Zaki nanti kakak jemput kamu terus nanti kita main disana," ujar Zaki yang ikut menunduk dan berusaha menjelaskan pada Tasya agar dia bisa mengerti.

"Janji ya kalau aku mau main nanti kak Zaki jemput Tasya," ujar Tasya sambil mengacungkan jari kelingkingnya.

Zaki tersenyum lalu manautkan jari kelingkingnya pada kelingking Tasya, "Janji."

Kemudian Rara dan Zaki memeluk Tasya erat sebenarnya Rara pun berat untuk meninggalkan Tasya dirinya masih teringat akan kejadian penculikan Tasya. Ia tidak ingin kejadian itu terulang kembali. Melihatnya memangis Rara jadi merasa tidak tega tapi dia juga harus menuruti apa kata suaminya.

"Yaudah kalau gitu kakak berangkat dulu ya," pamit Zaki yang dibalas anggukan oleh Tasya.

"Tasya jaga diri baik-baik ya sayang, kalau ada apa-apa telfon kakak ya," ujar Rara.

"Siap kak," seru Tasya sambil menirukan gaya hormat pada bendera merah putih.

Sebelum masuk kedalam mobil Rara dan Zaki kembali mencium tangan kedua orang tuanya, Rara kembali memelik Lina dan Diki secara bergantian lalu berjalan menuju mobil Zaki. Rara melambaikan tangannya pada mereka sangat berat bagi Rara melepas mereka tapi semua ini demi baktinya pada Zaki suaminya.

Cinta Disetiap Butiran Tasbih [ END ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang