Kirana melambaikan tangan pada Baylor sebagai tanda perpisahan, mereka harus terpisah di belokkan koridor karena berbeda jurusan. Sebelum meninggalkan Kirana, Baylor mengacak rambut gadis itu sekilas. Hingga membuat sang empunya mengembungkan pipi, kesal. Justru tampak menggemaskan di mata lelaki itu.
"Obatnya diminum, jangan lupa!" Baylor memberi peringatan pertama kepada Kirana, padahal tahu sendiri Kirana sesusah apa untuk dibujuk minum obat.
Namun, karena takut gadis itu mengangguk patuh.
"Bagus, anak pintar." Ia melangkahkan kaki menuju kelasnya yang tidak terlalu jauh dari kelas Kirana. Walau ingat ada PR yang belum dikerjakan karena kemarin tidak masuk, Baylor tetap mengambil langkah santai.
Dibukanya pintu kayu itu bersamaan dengan seorang gadis yang hendak keluar ruangan. Armella melonjak kaget, sedangkan Baylor justru berdecak kesal. Masih pagi, tapi sudah berurusan dengan Armella.
"Kayaknya hari gue bakal sial deh," ujar Baylor melipat kedua tangannya di depan dada.
Armella yang mendengar penuturan itu langsung menyimpulkan sambil memicingkan mata, "Jadi lo mau bilang kalau gue pembawa sial, gitu?!"
Keduanya mengundang perhatian anak-anak yang sudah datang. Beberapa dari mereka sibuk menyalin PR, ada juga yang sarapan, dan pagi-pagi sudah pacaran. Baylor akan memilih golongan nomor satu yang berpusat di meja ketua kelas.
Salah satu anugerah bagi XI MIPA-2 adalah memiliki ketua kelas seperti Farhan. Selain berotak cerdas, Farhan tidak pelit untuk membagi-bagikan hasil pikirannya. Meski sudah mendapat teguran berulang kali dari guru, Farhan tetap berpihak pada anak-anak kelas.
Baylor mengalihkan tatapan pada mereka, lalu melenggang ke sana. "Banyak gak?" tanyanya ketika berada di tengah-tengah.
"Banget," sahut salah seorang siswa.
Ia mengembuskan napas kasar, selalu saja ada alasan untuk mengumpat. Bagaimana caranya menjadi 'anak baik' kalau begini terus? Lupakan kekesalannya, ia meraih bangku kosong yang tidak ditempati sang pemilik. Tepatnya bangku milik Jihan yang sekarang sedang berduaan dengan Nata di sana. Sudah bisa menebak kan golongan nomor tiga itu siapa? Ya, Nata dan Jihan.
"Guys, bentar," komando Baylor, "nah, begini kan enak."
Sekarang, buku Farhan agak menghadap ke arahnya. Ia bisa menyalin di buku tugasnya tanpa harus menengok-nengokkan kepala. Nanti waktunya bisa habis hanya untuk itu.
Di balik kelebihan pasti ada kekurangannya. Begitu pun dengan Farhan, kekurangan lelaki itu adalah tulisannya yang sulit terbaca. Kalau dibandingkan sama tulisan Restu, ibarat langit dan bumi.
"Rata-rata orang cerdas itu tulisannya jelek. Lo cerdas, Far." Baylor berujar tanpa menatap Farhan. Ungkapan memuji sekaligus menjatuhkan itu hanya ditangapi dengan deheman malas dari Farhan yang asyik berleha-leha di singgasananya.
Masih ada waktu lima menit sebelum bel berbunyi, Baylor mempercepat gerakkannya. Yang lain pun sama, berpacu dengam waktu.
Kringgg
Bel sialan itu berbunyi, keheningan mencuat seketika. Baylor bangkit dari duduknya sambil berujar pasrah, "Udah guys, bentar lagi tuh guru pasti dateng." Mereka ada yan kekeuh dan ada juga yang menuruti anjuran Baylor untuk mengakhiri.
Sementara itu, Baylor berjalan menuju bangkunya yang terletak di pojok. Ketika melewati teman-temannya, tidak ada satu pun yang menyapa lelaki itu.
Gery, hanya menatap sekilas kehadiran Baylor di sampingnya kemudian kembali pada kotak bekalnya.
"Lo udah ngerjain PR Fisika, Ger?" tanya Baylor.
"Belum," sahut Gery singkat.
Tidak perlu memakan waktu lama, guru fisika yang dimaksud menampakkan diri di ambang pintu. Tersenyum ramah dan memberi salam, yang dibalas serempak oleh penghuni kelas.
Masih aman, guru itu seolah tak mengingat PR yang diberikan kemarin.
Sampai akhirnya Jihan menceletuk, "Pak, PR-nya gak dibahas?"
"Ada PR toh?"
Jihan mengangguk tak bersalah.
Kompor meleduk.
Para anak yang nasibnya tak mengerjakan PR seperti Baylor, mendelik tajam ke arah gadis itu. Jihan mengedikkan bahu cuek.
"Yasudah, dibahas lain kali saja. Sekarang kita masuk materi baru, gelombang berjalan."
Baylor tersenyum smirk ke arah Jihan, ada-ada saja. Untung semesta sedang berpihak pada mereka, bukan satu orang menjengkelkan bernama Jihan itu.
Drttt ... drttt ... drttt....
"Bay, hp lo geter tuh!" ujar Gery menoleh pada ponsel yang ditaruh di atas meja.
Baylor meraih ponselnya, membaca nama yang tertera di sana. Kirana? Tumben. Ada keperluan apa gadis itu menghubunginya pada saat KBM berlangsung?
Pak Purnomo yang menangkap gerak-gerak Baylor pun mengangkat suara, "Silakan angkat di luar, Baylor."
Ia menuruti perintah guru itu.
Di luar, Baylor menekan kembali nomor Kirana. Panggilan langsung tersambung. Akan tetapi, hanya isakkan yang bisa Baylor dengar.
[Hiks, Bay. Tolong. Hiks]
[Aku di toilet. Hiks]
Baylor segera ke toilet perempuan, ia mengambil kesimpulan kemumgkinan besar toilet yang dimaksud adalah toilet di lantai dua.
Masa bodo dengan cctv, ia masuk ke dalam sana.
Kirana mendongak ketika mendengar suara derap langkah seseorang, gadis itu bangkit dari keterpurukannya.
Namun, langsung tergelincir dan beruntung Baylor tiba di waktu yang tepat.
Lelaki itu membantu Kirana bangkit, mengeratkan pegangannya agar Kirana tidak terjatuh. "Siapa yang udah buat lo begini? Hah?!"
Salah, bukan waktu yang pas untuk bertanya. Kirana sudah kehabisan energi sekalipun menyahut sebuah nama.
Brukkk
Sekuat apa pun pegangan Baylor, ia tidak siap kalau Kirana pingsan. Lelaki itu membopong Kirana keluar dengan gerakkan cepat, walau memakasakan dirinya sendiri.
Kalian tahu kan, tubuh Baylor lemah?
Beruntung, pada saat di koridor menuju tangga turun. Ada dua siswa yang kebetulan lewat, Baylor meminta bantuan kepada mereka.
Sial, UKS dikunci. Ia meminta salah satu dari mereka meminta kunci cadangan di meja piket yang dibalas anggukkan kepala.
Setelah kunci sudah ada, Kirana dibawa masuk dan ditidurkan di salah satu ranjang.
"Thanks, bro."
"Sans, kita cabut ya."
Kepergian dua anak itu membuat Baylor dan Kirana benar-benar berdua dalam satu ruangan. Baylor menelan salivanya, menggeleng untuk mengusir pikiran yang tidak-tidak.
Tandanya, Baylor normal kan?
Ia meraih minyak angin di atas nakas, mengoleskan beberapa tetes pada telunjuknya. Kemudian, mendekatkan telunjuk tersebut ke area pernapasan Kirana.
Masih belum juga sadar, ia melakukan hal yang sama di bagian pelipis dan kaki.
Setengah kesadarannya, Kirana bergumam pelan, "Aku pingsan, Bay?" Membuat Baylor bisa bernapas lega.
Kirananya sudah siuman.
Gadis itu menyandarkan diri di sandaran bankar, "Kamu gendong aku? Sendiri? Emang kuat?"
Ia berdesis sambil menempelkan telunjuk yang bebas dari minyak angin i ke bibir mungil Kirana. "Sssttt. Siapa yang berani macem-macem ke lo, Kirana?"
Kirana masih berusaha meneduhkan bola mata berapi-api itu. Tapi susah, Baylor menang telak. Tentunya, Kirana harus menuruti perjanjian mereka tempo lalu. Setiap ada yang berani dengannya, Kirana harus lapor pada Baylor.
"Je--Jessie sama teman-temannya, Bay."
🌠Bersambung
Next tidaaaaak? ❤

KAMU SEDANG MEMBACA
Baylor [Completed]
Teen FictionBEST RANK : #3 literasiindonesia 21 Juni 2020 #1 literasiindonesia 6 Juli 2020 Baylor itu enggak bakal main-main kalau ada orang yang berani ngusik kehidupannya. Dia itu sosok yang susah ditebak, bahkan dirinya sendiri juga masih bingung. Sama bing...