[22] Interupsi yang Kacau

191 18 0
                                    

Kirana sudah berada di belakang sekolah, tempatnya agak susah dijangkau oleh para murid. Gadis itu sengaja meminta teman-teman Baylor untuk bertemu di sini tentu saja tanpa Baylor. Kirana ingin membicarakan masalah yang kemarin, perihal Baylor yang kesulitan mendapat pendonor.

Gery, Jefri, Restu, dan Nata sudah menunjukkan eksistensinya. Kirana menghela napas lega, penantiannya tidak sia-sia.

Mereka menghampiri Kirana sembari was-was, takut-takut Baylor mengikuti mereka. Walaupun Baylor bilang tidak ingin ke mana-mana dan menetap di kelas, tetapi siapa tahu keinginan lelaki itu berubah dalam waktu sekejap kan?

Gery yang lebih dulu sampai segera mengajukan pertanyaan, "Ada apa lo manggil kita, Na?"

Kirana menarik napas pelan. Netranya sudah bisa menggambarkan kalau Kirana sebenarnya takut untuk bicara. Namun, berkat tekadnya yang kuat, Kirana akhirnya mulai menjelaskan.

"Kalian ... ada yang bisa donorin darah buat Baylor?" tanya gadis itu, lalu melempar tatapan harap kepada mereka secara bergantian.

Restu berbalik tanya, "Goldar Baylor apa?"

"A dan stok di RS dan PMI sama-sama kosong, gimana ada yang cocok?" tanya gadis itu.

Jefri yang kelewat polos berkata, "Maaf, Na bukannya kita gak bisa, tapi kita lupa goldar yang cocok sama A itu apa ya?" Tepat sekali, mewakili Gery, Restu, dan Nata yang tampak gengsi untuk jujur.

Kirana cukup sabar menghadapi mereka, toh harusnya mereka tahu kan. Mereka anak MIPA, sedangkan dirinya anak Bahasa. "A sama O, di luar itu bisa terjadi penggumpalan," tuturnya singkat.

Mereka mangut-mangut bersamaan.

Lalu kali ini Nata yang jujur, "Maaf lagi, gue, eh ralat. Maksudnya kita gak tahu golongan darah masing-masing."

Jefri mengembus napas seraya tersenyum, "Cenayang." Yang lain pun turut mengangguk.

Sekarang, Kirana memutar bola mata jengah. "Belasan tahun kalian hidup dan gak tahu goldar sendiri? Ck, kebangetan!" sungut gadis itu, lupa berurusan dengan siapa.

Namun, Kirana tetap sabar dan mengambil jalan tengah. "Pulang sekolah kita cek dan yang paling penting," Kirana menjeda, "jangan sampai Baylor tahu."

Setelah itu, Kirana melenggang pergi. Mereka saling tatap seolah merasakan hal yang sama.

Gery berujar pelan, "Gu--gue, takut jarum, guys."

Ketiganya tak bisa menahan tawa. Gery memasang wajah malunya dengan sedikit menunduk.

Jefri berceletuk santai, "Badan gede sama jarum takut lo, Ger. Ngakak!"

Sampai kelas mereka terus mengolok Gery, hingga wajah Gery merah padam. Baylor yang sadar akan kehadiran mereka mengubah letak duduknya sedikit lebih tegak, setelah daritadi bersandar pada kursi.

"Lah kenapa muka Gery jadi ijo gitu? Kepeper tai kuda apa gimana?" sambut Baylor semakin membuat perut mereka dikocok habis-habisan. Mana merah disebut hijau lagi.

Mata Restu sampai menyipit dengan tangan memegangi perut, "Aduh tolong, gak tahan gue."

Pretttt

Seketika tawa mereka mereda, semua pasang mata menatap horor ke arah Restu. Bunyi tadi ... ya, bersumber dari Restu. Restu baru saja kentut terang-terangan.

Keadaan yang mendadak hening itu, Restu berupaya stay cool. "Sans, bre. Gak bau kok," ujarnya tenang yang langsung mendapat toyoran sadis dari Jefri tidak main-main.

"Tenang dari mana, goblok! Bau bangke begini," sungut Jefri seraya menutup hidung, begitu pun dengan yang lain.

Nata yang tidak kuat dengan baunya sampai-sampai terbirit keluar.

Baylor [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang