[10] Puas

274 17 0
                                    

Kirana merekahkan senyum saat Baylor sudah terlihat di depan gang-an. Baylor bersama motor ninjanya, yang akan mengantar gadis itu ke  sekolah. Sementara itu, tidak usah khawatir dan memikirkan tentang Raja, Raja sudah berangkat sepuluh menit yang lalu.

"Cepet naik!" titah lelaki itu.

Tidak mau dibentak, Kirana segera menuruti perintah Baylor untuk naik ke motornya.

"Pegangan!" Baylor masih berseru dengan nada marah, oh ayolah Kirana salah apa? Padahal masih pagi, tapi Baylor sudah begini. Bagaimana dengan nanti?

Baylor menyentak Kirana yang melamun lewat deheman keras yang lelaki itu lakukan sambil menyodorkan helm ke belakang. Tersentak, Kirana langsung meraih helm tersebut dan memakainya. Kemudian, melingkarkan kedua tangannya di pinggang Baylor. Sepasang kekasih wajar kan mereka begini.

Setelah beres, Baylor menancap gas untuk membelah jalanan Ibu Kota. Sesekali Baylor menoleh pada kaca spion untuk memastikan Kirana aman. Pasalnya, ia mengendarai sepeda motornya dengan kecepatan di atas rata-rata. Kenapa? Karena ingin mengajak gadis itu ke suatu tempat lebih dulu.

"Kok belok, Bay?" Sebuta-butanya terhadap jalan karena tidak diperizinkan mengendarai motor dan memang tidak bisa, Kirana masih hapal jalan menuju sekolah dari rumahnya. Di persimpangan lampu merah ini, seharusnya lurus bukan malah belok.

"Sarapan dulu," sahut Baylor di balik helm full face yang menutupi wajahnya. Sepersekian detik Baylor menyadari suara Kirana yang terdengar jelas, nyatanya pada saat ia menoleh gadis itu menyibakkan kaca helm ke atas. Lalu, apa gunanya helm selain untuk menutup kepala?

"Turunin kacanya," ujar Baylor, "bahkan gue gak mau debu macem-macem sama lo."

Gadis itu diam, meneguk salivanya. Baylor ... kembali kepada sifat aslinya, posesif. Namun, tidak bisa dimungkiri, semburat merah bersemayam di pipi gadis itu. Kebetulan, Baylor menangkap gerakkan malu-malu Kirana dari kaca spion. Ia tersenyum tipis, tuan putri mudah sekali terbawa suasana.

Tidak begitu lama, motor yang mereka tumpangi tiba di jejeran makanan pinggir jalan. Tatapan Baylor jatuh pada tukang bubur dengan gerobak berwarna biru mudah itu, sepertinya berhasil menarik perhatian lelaki itu.

"Ayo!" Baylor menggandeng Kirana ke sana.

Mereka adalah pembeli pertama yang membuat si bapak tersenyum senang. Langsung mempersilakan mereka duduk di kursi plastik yang berhadapan dengan meja.

"Bubur dua, ya. Yang satu gak pake daun bawang, kacang, sama sambel." Baylor menoleh pada Kirana, "Lo pesen sendiri gih."

Baru saja, Kirana dibawa terbang karena perlakuan manis lelaki itu. Tapi sekarang, seperti diterjunkan. "Samain deh," ujar Kirana.

"Sejak kapan lo gak suka sambel?" tanya Baylor mengangkat sebelah alisnya.

"Sejak kemarin sakit, gak boleh makan yang pedes-pedes." Kirana menyahut sambil tangannya sibuk mengeluarkan beberapa obat yang tersisa dari ranselnya. Katanya, harus dihabiskan walau sudah berangsur membaik.

"Sejak kapan lo suka gue?" Entah, kalimat introgatif tersebut tiba-tiba meluncur dari mulut Baylor.

Kirana dibuat menghentikan kegiatannya, "Hah?" Kembali memastikan kalau pendengarannya tidak kacau.

"Lupain." Atensi Baylor teralihkan pada kendaraan yang berlalu lalang di hadapannya, lalu mengembuskan napas pelan. "Lo tahu kenapa gue suka sama lo?"

Kirana menatap wajah lelaki itu, meski Baylor tak menatapnya. "Karena ... Raja?" Sedikit ragu, gadis itu mengatakan yang sebenarnya walau jatuh bernada pertanyaan.

Baylor [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang