[21] Siapa yang Cocok?

211 18 0
                                    

Kirana menemani Baylor pulang sekolah untuk ke rumah sakit. Katanya, lelaki itu ada jadwal tranfusi darah. Keempat temannya sedang berkumpul di rumah Restu, nanti ketika sudah selesai tentu saja Baylor akan menyusul.

Dewi mengkontak putranya lewat telepon genggam, meski masih sakit hati, wanita itu tetap berkewajiban mengurus keperluan Baylor. Ya, setidaknya kalau canggung saat bertemu, ada Kirana yang bisa dijadikan perantara antar keduanya.

"Orang itu udah nunggu di tempat biasa?" tanya Baylor sembari berjalan dengan langkah lebar.

"Orang itu siapa?" Kirana berbalik tanya dan hampir kewalahan menyamai langkahnya dengan Baylor.

Baylor mendengus sebal, "Mamah!" Sungutan tersebut membuat Kirana meneguk ludah. Gadis itu merasa bersalah sudah membuat hubungan anak dan ibu ini merenggang. Kalau saja Kirana bisa menjaga lidahnya kala itu untuk tidak mengatakan Baylor egois atau memancing-mancing, semua tidak akan seperti ini.

Alhasil, Kirana hanya bisa menunduk sembari merutuki kesalahannya. Sia-sia, sudah terjadi pada sore itu.

"Gue gak suka lo nunduk," ujar Baylor, "angkat kepala lo, jangan takut sama gue."

Sedetik kemudian, ia mengangkat dagu Kirana. Mata mereka bertemu, Baylor sengaja memperdalam tatapannya. Sejenak Kirana menahan napas, walaupun Baylor bilang jangan takut, tetapi dari lubuk hatinya yang paling dalam gadis itu merasa terancam.

"Bukan salah lo, Kirana sayang," ujarnya kemudian. Melepas pegangannya pada dagu Kirana dan melanjutkan langkah.

Tingkah Baylor benar-benar tidak bisa diprediksi oleh Kirana. Coba bayangkan, di kondisi yang mencekam, bisa-bisanya lelaki itu membuat terbang.

"Kirana!" sentak Baylor menyadari Kirana diam di tempat. Sentakkan itu berhasil membuyarkan haluan Kirana yang akhirnya mengikuti Baylor lagi.

Dewi menunggu mereka datang sejak sepuluh menit yang lalu. Kehadirannya tidak sendiri di rumah sakit ini, melainkan ditemani oleh Bimo--suaminya.

Bimo mengelus lembut bahu Dewi, mengisyaratkan agar Dewi lebih sabar.

Selang beberapa menit, Baylor dan Kirana tiba di hadapan Dewi dan Bimo. Mereka berampat saling tatap beberapa saat, pandangan Baylor tak lepas dari sang papah. Hati kecilnya menjerit rindu, bertahun-tahun tidak bertemu. Namun, tak bisa dimungkiri lagi, alih-alih ingin tampak tegar, ia justru meneteskan air mata.

Bimo membawa putranya ke dalam dekapan. Tinggi keduanya tidak terpaut jauh, menunjukkan bahwa Baylor tumbuh berkembang. Baylor bukan bocah lagi yang bisa Bimo gendong di pundaknya.

"Baylor udah besar, Papah." Ia berusaha melepaskan diri dari pelukkan Bimo, malu dilihat orang-orang terutama Kirana.

Sebelum benar-benar terlepas, Bimo sempat mengecup puncak kepala Baylor singkat. Pemandangan tersebut membuat Dewi terharu, andai semua bisa kembali seperti dulu. Keluarga kecilnya yang harmonis.

"Maafin papah, ya Nak." Bimo berusaha menatap putranya, tetapi Baylor menghindar terang-terangan.

"Kalau belum bisa sekarang, papah tunggu sampai kapan pun," lanjut pria berkepala lima itu sambil tersenyum paksa di akhir ucapannya.

Kirana hanyalah orang asing yang menyaksikan mereka. Tidak ada yang Kirana lakukan selain diam. Menurut Kirana, sosok Bimo sangat mirip dengan Baylor. Hanya saja, ada lesung pipit yang tak begitu kentara di pipi Bimo. Mungkin, kempot yang disebabkan karena  keseringan mengisap rokok.

Membran penghalang yang Baylor cipta dari dulu tak pernah goyah kekuatannya. Untuk saat ini, berhasil runtuh sedikit. Ia juga tak tahu mengapa empatinya begitu bergejolak jika mengingat Dewi sudah menghianati papahnya itu.

Baylor [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang