[15] Boy with Tears

220 18 0
                                    

Bagaimana rasanya dicampakkan oleh mamah sendiri, Baylor tidak mengerti mengapa mamahnya pulang-pulang langsung seperti itu. Yang jelas, ia tidak sedang atau sudah melakukan kesalahan apa pun.

Bi Tuti menaruh nanas muda yang sempat mamah minta belikan, lalu kembali ke dapur. Baylor beranjak mengikuti Bi Tuti, ia rasa Bi Tuti lebih paham sedikit tentang perempuan.

"Bi," panggil Baylor, "bibi tahu mamah kenapa?"

Tatapan mata lelaki itu penuh harap, ia sudah tidak tahu harus bertanya pada siapa lagi. Namun, Bi Tuti membalas tatapan tersebut dengan membuang wajah. Kenapa? Semua perempuan berteka-teki.

"A--anu, bibi ke dapur dulu, ya." Bibi tidak sadar kalau yang dipijakinya adalah tempat yang wanita itu katakan, lantas Baylor dibuat terkekeh.

"Ini dapur, Bi. Makanya gak usah sambil nutup-nutupin sesuatu gitu," cibir Baylor.

Sekali lagi, bibi tampak belum bisa mengatakan hal ini pada Baylor. Baylor yang mendapati bibi malah diam, lalu mengembuskan napas pasrah.

"Udahlah, kalau ada apa-apa kasih tahu Baylor ya, Bi." Lelaki itu mengambil langkah untuk pergi. Ia tidak kembali ke ruang makan, kakinya mengajak untuk ke kamar. Balkon, sudah lama tidak ke sana.

Semilir angin malam menyambut kedatangan Baylor. Taburan bintang dan separuh bulan di angkasa membuat Baylor tertegun sejenak. Indah sekali. Tuhan selalu punya cara membuat hamba-Nya mengucap syukur. Ya, Baylor bersyukur dilahirkan di dunia dan bisa melihat segala lukisan-Nya.

Sebenarnya kalau ada Kirana di sini, sama-sama menatap langit, Baylor akan menggoda gadis itu. Dengan kalimat, "Satelit Bumi cuma satu ya, namanya Bulan. Sama Baylor juga satu cuma satu, namanya Kirana." Pasti dengan kalimat begitu saja pipi Kirana akan memerah, kepalanya akan menunduk, dan jarinya akan berpura-pura memainkan sesuatu.

Membayangkannya menyenangkan.

Terlalu banyak melamun, Baylor tidak sadar kondisi sekitar balkonnya. Berantakan, kotor, banyak nyamuk pula. Parahnya, Baylor sedang memakai baju dan celana hitam.

Tok ... tok....

Meski jaraknya duduk agak jauh dari pintu kamar, ia dapat mendengar ketukan tersebut. Lamunannya buyar seketika diikuti tubuhnya yang mulai bangkit.

"Ini mamah, Bay." Suara di depan sana bergetar, Baylor memastikan kalau mamahnya baik-baik saja dengan segera membukakan pintu.

Begitu pintu terbuka, tidak ada jeda sedetik pun untuk Baylor bicara. Dewi langsung berhambur untuk memeluk lelaki itu. Selama mamahnya berada dalam dekapan, tidak ada yang ia lakukan selain diam.

Sampai akhirnya pelukkan itu merenggang, Baylor bisa merasakan bajunya basah meski tak terlihat karena berwarna gelap.

"Ma--mamah baru aja...." Dewi mendongak menatap anaknya, Baylor menunduk sedikit.

"Gugurin kandungan." Hening sejenak, Baylor tidak bisa menyembunyikan rasa terkejutnya itu. Ia memukul pintu di hadapannya dengan keras menggunakan kepalan tangannya, hingga ruas-ruas jari itu memerah dan mengeluarkan darah.

Satu pertanyaan yang terlintas, "SAMA SIAPA, MAH?!"

Dewi menangis tanpa suara dengan isakkan yang menyesakkan. Kedua bahunya diguncang-guncang hebat oleh Baylor, tapi wanita itu terus-terusan mengeluarkan air mata. Guncangan itu terhenti dengan sendirinya.

Baylor berbalik badan sambil menyambar  kunci di atas nakas, "Jangan cari Baylor. Baylor bakal pulang kalau perasaan Baylor membaik."

Dewi tidak dapat mencegah gerakkan secepat kilat putranya.

Bibi yang sibuk memberes-bereskan meja pun tidak sadar Baylor berlalu di hadapannya.

Ia menancapkan kunci, lalu melajukan motornya pergi. Hatinya kacau mamahnya berbuat seperti itu. Kalau papah tahu, mungkin akan terjadi pertengkaran besar di rumah itu. Rumah yang sekarang ia tinggalkan sebentar.

Satu-satunya tempat yang terlintas di benak Baylor adalah rumah Restu. Di sana ia akan diterima bagaimana pun keadaannya.

***

"Kalau lo belum mau cerita, gue tinggal tidur ye?" Restu tidak bisa melihat kasurnya menganggur sedikit. Lagipula, pukul sebelas malam memang waktunya Restu berkelana di dunia mimpi. Seolah ada puteri yang menunggu pangerannya datang di sana.

Baylor mendengus kesal, "Tidur ajalah sana, gue ke rooftop ya." Setelah mendapat anggukkan, Baylor menaiki anak tangga untuk sampai di rooftop. Ya, yang membuat mereka nyaman berkunjung adalah rooftop ini.

Kalau ada Nata, anak itu sudah membakar jagung. Lalu, setelah jagungnya matang, tugas Gery adalah memakannya rakus-rakus. Diikuti gerakkan Jefri yang memutar bola matanya malas, tapi ikut makan juga. Sementara itu, Restu beristigfar mereka tidak membereskannya kembali.

Kira-kira seperti itu kalau mereka bersama.

Seakan-akan tidak puas menatap langit ketika di balkon kamarnya tadi, Baylor kembali mengarahkan pandangnya ke sana. Netranya meredup, ia menahan gejolak emosi yang bergemuruh dalam dadanya.

Jikalau Baylor membuka kelopak mata dan terjun satu tetes air, kalian tidak akan menertawakkannya kan?

Tesh

Ya, ia baru saja menumpahkannya. Ketika tidak bisa menahan lagi liquid bening itu untuk tidak keluar. Baylor menggigit bibir bawahnya kuat-kuat agar tak menciptakan suara. Isakkannya masih tertahan.

Drtttt

Ia mengumpat, di saat-saat seperti ini siapa orang yang berani mengirimnya pesan. Rasanya ingin ia cekik orang itu hidup-hidup.

Satu pesan masuk dari mamah.

Mamah
bay....
mamah minta maaf
km ga perlu khawatir
km bisa pulang kpn pun
asal nnti kalau jdwal tranfusi
km tunggu di tmpt biasa

Baylor membaca pesan beruntun itu, ia tidak ada niat sama sekali untuk membalas. Membacanya saja sudah membuat lelaki itu kesal. Ia bukan sekadar mematikan data agar tidak ada yang menghubunginya lagi, bahkan Baylor membuka kerangka ponselnya dan mencabut baterai yang ada di dalamnya.

Ia menggenggam baterai itu kuat-kuat, lalu meleparnya ke sembarang arah.

Tidak ada alat komunikasi jarak jauh dengan siapa pun. Baylor rasa hidupnya akan tenang.

Memutuskan untuk terlelap adalah yang paling tepat. Setidaknya ketika tertidur, Baylor tak ingat masalah.

Lantas, ia menepuk-nepuk sebentar bokongnya yang sedikit kotor. Kemudian melangkahkan kaki ke kamar Restu.

Biar pun ranjang Restu ber-size double, tapi Baylor tidak akan tidur di atas sana. Restu itu kalau tidur nonmaden, selalu tidak bisa diam. Padahal kelihatan pulas.

Lebih baik berbaring di sofa dengan kedua kaki yang ditaruh di pinggirannya. Tak butuh waktu lama, lelaki itu terlelap dengan air mata yang mengering.

Esok,
Semoga membaik.

🌠Bersambung
Dinext?❤















Baylor [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang