Gery menarik satu kesimpulan dalam satu tarikan napas, cowok itu memandang teman-temannya secara bergantian. Dengan tatapan penuh makna yang hanya bisa dimengerti oleh yang paham di bidangnya, yakni Baylor.
"Setelah denger cerita Baylor, kita dapet satu pelajaran," ujar Gery, seolah meminta Baylor untuk mengizinkannya bicara yang Baylor angguki. "Apa pun yang berlebihan itu enggak baik," lanjutnya sedikit hati-hati.
Baylor mencerna ucapan cowok itu yang pertama kali mengomentari cerita panjang lebarnya tentang kronologis keputusan Kirana kemarin, ia termenung. Beberapa saat sebelum Nata menunjukkan ketidaksetujuannya lewat senyum miring.
"Gue enggak setuju," tolak Nata. Tangannya yang semula memainkan ponsel, kini ditaruh di atas meja. Ya, Nata sejak tadi memang tak melepas jari-jemarinya dari benda berbentuk pipih itu, walau sebenarnya Baylor kurang yakin Nata mendengar kisahnya secara keseluruhuan dengan baik.
"Kenapa?" tanya Baylor. Ia menduga kalau Restu tidak terima dengan apa yang Gery sampaikan bahwa apa pun itu tidak baik berlebihan. Di mana letak kesalahannya hingga Nata menolak?
Mulut Nata setengah terbuka, tetapi ponselnya bergetar. Sehingga, Nata memilih mengangkat telepon yang masuk tersebut dengan sebuah senyuman.
Tidak ada olokkan, suara macam-macam yang mereka buat ketika Nata tengah asik bercakap lewat telepon genggamnya. Semua yakin kalau orang di seberang sana adalah Jihan, siapa lagi kalau bukan perempuan itu?
Percakapan sepasang kekasih itu membuat Gery menghela napas jengah. Cowok itu menceletuk terang-terangan, "Tolonglah, pacarnya di nomor duain dulu."
Celetukkan Gery membuat Restu segera mengalihkan topik, "Eh Ger, emak lo bikin sendiri apa gimana? Terus lo dikasih upah kaga?" Dengan berpura-pura tertarik pada makanan-makanan yang Gery jajakan di tengah mereka.
Baylor menipiskan bibir tahu maksud Restu yang sebenarnya. Semata-mata agar menghindari perseteruan.
"Ngambil juga dari orang laen," sahut Gery membuang napas kasar, "enggak anjir, udah maksa pelit lagi." Diikuti gerutuan yang membuat mereka terkekeh, kecuali Nata.
"Wuih, berarti lo distributor kedua dong? Gila, gila. Keren lo, Ger! Calon-calon orang," takjub Jefri sembari geleng-geleng.
"Orang apa?" tanya Gery.
"Ya orang aja," balas Jefri, "orang gewla, haha!"
Untuk kali ini mereka tidak tertawa karena receh. Sejak kapan humor Jefri jadi sejatuh itu? Nata melirik sekilas, lalu kembali lagi pada teleponnya.
Setelah teleponnya tertutup baru Nata berujar, "Sorry, sorry." Kata maaf yang terdengar hanya basa-basi belaka.
"Jadi, tadi lo mau ngomong apa, Nat?" desak Gery.
Nata menghela napas pelan, "Apapun itu kecuali perasaan." Pernyataan Nata adalah bentuk ke-bucinan cowok itu pada Jihan bukan? Mereka yang mendengar tampak jengah. Begitu juga dengan Baylor yang mulai muak, walau Baylor pernah diberitahu kalau Jihan adalah satu-satunya orang yang membuat Nata merasakan dirinya hidup.
Jefri meraih segenggam keripik setan, terhitung sudah bungkusan keberapa Gery juga tidak memperhatikan. Yang pasti lebih dari lima selama satu jam beralu.
"Nanti mah amandel, nangis, huh dasar!" cibir Restu.
Gery mendelik, "Yeh, gak pa-pa kali, Jef. Beli aja terus, gak usah dengerin Restu."
Baylor memutar bola mata malas sembari berdehem agar mereka diam. "Kali ini gue setuju sama Gery," katanya menatap Gery.
Ia mengempaskan tubuh dengan kasar di atas ranjang Restu yang empuk, sedangkan yang lain menunggu Baylor melanjutkan bicara. Sejenak Baylor mengulur waktu untuk mengamati langit-langit, tak sadar ia membuat mereka kesal.
KAMU SEDANG MEMBACA
Baylor [Completed]
Ficção AdolescenteBEST RANK : #3 literasiindonesia 21 Juni 2020 #1 literasiindonesia 6 Juli 2020 Baylor itu enggak bakal main-main kalau ada orang yang berani ngusik kehidupannya. Dia itu sosok yang susah ditebak, bahkan dirinya sendiri juga masih bingung. Sama bing...