Semenjak dipilihnya tiga anak dari kelas XI MIPA-2 untuk mengikuti OSN, yang salah satunya adalah Baylor satu sekolah dibuat gempar. Baylor yang notabenenya kurang baik itu sedikit diragukan oleh mereka. Apalagi, Baylor menggantikan posisi Raja yang tahun lalu berhasil meraih peringkat kedua.
Baylor menjadikan Raja sebagai musuh sekaligus motivasinya untuk menjadi yang pertama. Ia bertekad akan bersungguh-sungguh dalam hal ini, tidak lebih untuk membuktikan pada mereka bahwa Baylor juga bisa.
Kirana jadi sering membawakan Baylor makan ke perpustakaan pada saat istirahat, selalu yang Kirana dapatkan adalah Baylor sedang menyendiri dengan sekelilingnya dipenuhi tumpukkan buku atau pun kertas. Perpustakaan dialihfungsikan jadi tempat makan selama para peserta dituntut untuk terus-terusan belajar selama 2 minggu penuh. Diperbolehkan hanya untuk anak-anak terpilih itu saja.
"Bay," panggil Kirana, "masih lama?"
Baylor mendongak, jujur ia baru menyadari kehadiran Kirana yang padahal sudah berada di hadapannya sejak lima menit yang lalu. Fakta baru, Baylor kemakan omongannya sendiri. Ia mengata-ngatai orang-orang ambisius, justru dirinya sendiri yang jadi seperti itu.
"Eh? Sejak kapan lo di sini? Sorry, Na. Ini nasi goreng Bu Ningsih kan?" Baylor meraih sodoran sepiring nasi goreng dari tangan Kirana, lalu melahap suapan pertama.
"Iya," jawab Kirana datar. Siapa sih yang tidak kesal dicuekkin sama pacar sendiri? Sudah tiga hari berturut-turut Kirana cuma jadi pengantar makanan untuk lelaki itu.
Tiba-tiba Baylor menaruh piring di lantai, ia menyingkirkan beberapa kertas yang menghalanginya. Kemudian menggeser letak duduknya ke arah Kirana.
Tangan kanan Baylor yang bebas itu terbang dan hinggap di puncak kepala Kirana. Dengan wajah jail ia mengacak-ngacak rambut itu. "Masa kamu cemburu sama buku soal sih, Na?"
Jangan heran, untuk beberapa keadaan, Baylor memang menggunakan aku-kamu sebagai kata ganti.
Kirana diam, merasakan darah seolah mengumpul di kedua pipinya. Panas. Biar pun rambutnya jadi berantakan, Kirana tetap membiarkan kejailan Baylor berlangsung.
Gadisnya terbawa perasaan, Baylor tertawa puas. "Yhaaa baper!" ledeknya menghentikan aksi tersebut.
Kirana semakin malu dan menunduk.
Baylor yang gemasnya tak tertahan langsung mencubit hidung gadis itu, kali ini Kirana mengerang kesakitan. Hingga hidungnya memerah, Baylor kembali tertawa.
Namun, suara Baylor mendapat sinisan dari anak-anak lainnya. Mereka terganggu setiap kali Baylor dihampiri oleh Kirana.
"Kenapa?" Baylor bertanya pada salah satu dari mereka, sengaja mencari yang tampangnya cupu. Respon yang Baylor dapat hanyalah raut wajah ketakutan.
Kirana membalas cubitan Baylor dengan konteks yang berbeda di siku lelaki itu, "Bay, gak boleh gitu."
Baylor memutar bola matanya malas, Kirana tidak pernah berubah dari sifatnya yang kelewat baik. Kalau begitu terus, menurut Baylor, Kirana akan dapat kecaman-kecaman lain selain dari Jessie.
"Yaudah, aku pamit ya, Bay." Atas inisiatif sendiri, Kirana beranjak meninggalkan laki-laki itu.
Baylor menatap kepergian Kirana sekilas, saat sudah hilang di balik pintu, ia kembali melanjutkan makannya. Nasi goreng Bu Ningsih memang salah satu dari deretan makanan terfavorit di kantin. Selain enak dan mengenyangkan, juga pas di kantong pelajar.
Ketika sedang sibuk menyantap, di sela-sela suapannya Armella menyembulkan kepala di balik rak buku.
"Bay," panggil Armella.
Baylor berdehem malas menanggapinya.
Namun, seolah tak menghiraukan respon tidak mengenakkan dari Baylor, Armella tetap menghampiri lelaki itu.
Tangan Armella penuh membawa berbagai makanan ringan dan kue-kue kering. Selanjutnya, tanpa diminta Armella menggantikan posisi duduk Kirana yang sudah pergi.
"Gue makan di sini, ya. Jihan lagi ke kantin," ujar Armella mulai membuka chiki pertamanya yang berasa jagung bakar.
"Terserah," sahut Baylor malas.
Mereka tidak bercakap apa-apa, sampai akhirnya Armella mengangkat suara. Mulutnya tidak tahan diajak tertutup pasti ada saja yang ingin Armella katakan.
"Kok lo bisa dipilih, Bay? Sejak kapan lo pinter?"
"Itu pertanyaan apa ejekan?"
Armella terkekeh.
"Ya gue pikir bakal Farhan, eh taunya gue. Lo sendiri OSN apa?"
"Bio."
Ucapan Armella menjadi penutup percakapan karena Baylor yang hendak bangkit menuju dispenser air di sudut perpustakaan.
"Eh tunggu," ujar Armella, "ambilin air hangat." Permintaan Armella sudah salah, apalagi tangan gadis itu yang menginterupsi dengan mencekal lengan Baylor. Semakin membuat Baylor jengkel.
"Lo punya kaki kan?" Dengan ketus Baylor menepis cekalan tangan itu dan berlalu.
Armella mengembungkan pipi kesal. Kemudian bangkit mengikuti Baylor untk mengambil air hangat sendiri.
"Apa-apaan sih lo main serobot-serobot aja?" Baylor menyingkirkan tangan Armella yang mendahului untuk mengisi air.
Gadis itu menyentak, "Bodo amat!"
Baiklah, Baylor mengalah. Ia menunggu sampai Armella selesai. Gilirannya, Armella masih berdiri di sekitarnya.
"Ngapain masih di sini?"
Armella agak tersentak, lalu membalikkan badan. Beruntung air yang sedang diminumnya tidak menyembur keluar.
Baylor membawa gelasnya dan tidak mendapati Armella lagi di sana. Lega sekali rasanya, ia bisa menikmati makan siangnya tanpa ditemani Armella.
Baylor itu bagaikan squidward yang senang jika spongebob tidak ada di sisinya. Hidup jadi bebas dan menyenangkan.
"Bay, gue duduk si sini lagi ya." Suara itu ... suara milik Armella.
Sepertinya Baylor tertimpa kesialan di hari ini. Ia harus bagaimana?
"Gue mau potong rambut deh," ujar Baylor.
Armella menautkan kedua alisnya, "Lah bodo amat, emang gue pikirin."
Embusan napas kasar Baylor lakukan, ia memilih keluar sekaligus dari ruangan ini. Rehat sejenak dari berlajar dan nenemui teman-temanya lebih baik daripada berdua bersama Armella.
Gery, Jefri, Restu, dan Nata pasti di kantin. Baylor melangkahkan kaki ke sana.
Ia memicing di pintu masuk yang berdesak-desakkan, tapi tak menemukan keberadaan keempat anak itu di meja yang biasa mereka duduki. Malah ditempati oleh anak-anak lain.
Baylor kembali dengan lesu.
"Ngapain sih lo masih di sini? Awas, gue mau belajar!" usir lelaki itu pada Armella yang tidak tahu diri masih menampakkan wujudnya di depan Baylor.
Meski usiran tersebut nyelekit, Armella menaggapi dengan cengiran dan segera bangkit.
Selang beberapa menit, Baylor menyibukkan diri dengan mengerjakan soap-soal yang Bu Herna berikan. Rasanya ia hampir memuntahkan kembali nasi goreng yang sudah dimakan saking mualnya. Kepalanya mendadak berat, Baylor tahu ini gejala penyakitnya yang sedang kambuh.
"Bay ... lo sakit?"
"GUE LEBIH PUSING KALAU ADA ELU!"
Armella meringis dan mengurung niatnya untuk mengambil sampah-sampah bekas makanannya yang tertinggal.
Namun, tatapan Armella tertuju ke sana, mengamati Baylor yang menahan sakit di kepalanya. Sebagai anak PMR, ada gejolak yang ingin membantu, tapi takut karena pasiennya galak. Jadi, Armella memutuskan untuk membiarkannya begitu saja.
🌠Bersambung
Eh ini gaje bet❤
KAMU SEDANG MEMBACA
Baylor [Completed]
Подростковая литератураBEST RANK : #3 literasiindonesia 21 Juni 2020 #1 literasiindonesia 6 Juli 2020 Baylor itu enggak bakal main-main kalau ada orang yang berani ngusik kehidupannya. Dia itu sosok yang susah ditebak, bahkan dirinya sendiri juga masih bingung. Sama bing...