[35] Kala Malam Menyapa, Dunia Tak Lagi Sama

141 14 0
                                        

Sekitar pukul 02 pagi, Baylor terbangun oleh suara pecahan beling dan juga karena rasa haus pada tenggorokkannya. Ia beranjak menyalakan lampu tidur, mengucek-ngucek kelopak matanya, memaksakan diri berjalan menuju dispenser air.

Prankkkk

"Suara apa ya? Udah dua kali gue denger," gumam lelaki itu semakin menajamkan pendengarannya. Suaranya berasal dari bawah, lantas ia menyegerakan meneguk air tersebut. Setelah itu, dirundung rasa penasaran yang kuat, Baylor pun memutuskan untuk menghampiri.

Barangkali ada sesuatu antara kedua orangtuanya atau kalau tidak, mungkin suara itu karena terror tikus dari dapur yang kadang suka berpesta di rumahnya malam-malam.

Ia menuruni anak tangga dengan langkah pelan, nyaris tak menimbulkan suara. Derpa langkah Baylor semakin melambat setiap pijakkannya, ketika pijakkan terakhir, ia memiringkan kepalanya.

Tubuhnya mematung, tangannya bergetar, dan lidahnya kelu.

Pecahan beling berserakan di mana-mana, di antara serakkan itu ada dua orang yang tidak asing lagi bagi Baylor. Karena Baylor tak bersuara, lantad mereka tak menyadari eksistensinya.

"Saya ceraikan kamu."

Kalimat tersebut meluncur bebas dari Bimo tanpa hambatan, Dewi yang mendengar seektika menengang di tempat. Air mata pun bercucuran di kedua pipinya itu sembari menggenggam tangan suaminya, meminta dimaafkan. Sia-sia, dalam agama, bukankah artinya mereka sudah bercerai?

"Nanti kita ke Pengadilan Agama supaya perceraian ini sah di mata hukum."

Bimo membiarkan Dewi menangis di hadapannya tanpa belas kasihan, hingga Dewi berlutut pun pria itu tidak berbuat apa-apa.

Ya, Baylor mendengarnya. Kehancuran yang daridulu tak pernah ia harapkan benar-benar terjadi. Keluarga--sebutan untuk apa itu?

"Lepas!" murka Bimo sambil menepis kedua lengan Dewi yang memeluk kakinya. Bahkan, Bimo menendang wanita itu sebab keras kepala tidak mau melepaskan.

Kepergian Bimo menuju tangga, menandakan persembunyiaan Baylor teramcam. Sebentar lagi akan terungkap dan Baylor sengaja bertahan di posisinya.

Ia menyambut papahnya yang kaget dengan seringaian. Diikuti pujiannya, "Bagus, Pah. Bagus!"

Entah, ia ada di pihak mana. Yang jelas dua-duanya di mata Baylor sama-sama bersalah. Dengan demikian, ia mengutuk Dewi dan Bimo dalam waktu bersamaan lewat tatapan murka sebagai anak mereka.

Ia akan pergi meninggalkan rumah ini dengan tangan kosong.

"Bay...."

Telat dan tidak mempan. Mau pakai toak sekali pun, Baylor tidak akan lepas pada pendiriannya. Dunia luar lebih baik, walau pun tidak bisa memenuhi kebutuhannya.

Ketika sudah di luar, angin malam menyapa. Kala Baylor meminta bagian daripada alam. Ia menyusuri kompleks yang sepi, hanya terdengar suara jangkrik entah di mana yang memasuki pendengarannya.

Beginilah hidup, selalu berputar.

Otaknya benar-benar dikerahkan untuk berpikir, setidaknya untuk malam ini ia harus menyambung mimpi di mana?

Tidak mungkin Rumah Restu, selain jauh Baylor juga tidak mau membuat sahabat-sahabatnya tahu. Kalau dirinya, sedang tidak baik-baik saja (lagi).

Danau Cincin yang pernah Nata beritahu. Ya, tempat itu agak dekat jika Baylor kira-kira. Dengan secercah harapan dari kedua bola matanya yang terpancar pada gelap, ia ke sana. Semoga menyuguhkan ketenangan yang nyata, bukan sebatas fatamorgana.

Baylor [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang