Zee sedang siap-siap, hari ini Mamanya mengajak untuk bertemu calon Ayah tirinya. Sebenarnya Zee tidak ingin menemui calon Ayah tirinya, tapi ia tidak ingin menyakiti hati Mamanya.
Zee sudah rapi dengan pakaian celana levis biru tua dan kaos warna putih. Rambut panjang Zee diikat kucir kuda, Penampilan Zee sangat sederhana, Zee memang tidak terlalu suka menggunakan make up. Zee menemui Mamanya, yang sudah menunggu diruang tamu.
"Ma, Zee udah siap." Zetta berhenti memainkan handphonenya, Zetta menatap penampilan putrinya sebentar, sebelum ia beranjak dan menghampiri Zee.
"Ya udah yuk, udah ditunggui juga di cafe." Zetta merangkul Zee sambil tersenyum.
Mereka berdua pergi ke cafe, cafe tersebut juga tidak terlalu jauh dari rumah. Sebelum Zee masuk kedalam cafe tersebut, Zee menghela nafas sejenak. Zee tersenyum, ia harus bisa memberi semangat kepada dirinya sendiri, ia harus yakin bahwa keputusannya memang benar. Mamanya perlu pendamping lagi, Mamanya perlu bahagia, Mamanya gak boleh terus-terusan banting tulang untuk dirinya. Zee menatap kearah Mamanya, Mamanya tersenyum arahnya.
Mereka berdua masuk kedalam cafe, lalu menghampiri sosok pria dewasa yang duduk di meja nomer 26.
Pria tersebut berdiri saat melihat Zee dan Zetta yang sudah datang. Pria itu pun menyuruh Zee dan Zetta untuk duduk.
"Maaf ya udah nungguin lama," sahut Zetta.
Pria tersebut tersenyum kearah Zetta. "Gak papa ko, belum lama juga nunggunya."
"Oh ya Mas! Kenalin loh ini putri ku, namanya Anatasya Zee Alprilly," ucap Zetta sambil merangkul pundak Zee.
"Kamu panggil dia Zee aja."
"Kenalin saya Gevan Adijaya, semoga kamu bisa menerima saya sebagai Ayah dan saya juga akan menganggap kamu seperti anak kandung saya sendiri, saya janji akan menyayangi kamu dan Mama kamu sampai akhir hidup saya."
"Iya om."
"Maaf ya, Zee emang gitu orangnya cuek sama pendiam banget," sahut Zetta.
"Iya gak papa ko."
"Zee, tolong terima saya sebagai Ayah kamu. Saya janji akan menjadi figur Ayah yang baik buat kamu," ucap Gevan sambil mengusap puncak kepala Zee.
"Insyaallah om, saya akan menerima om sebagai Ayah saya. Demi Mama saya juga, tolong bahagiain Mama saya, jangan pernah om sakitin Mama saya."
"Pasti! Saya akan menjaga Mama kamu sampai akhir hayat, saya benar-benar mencintain Mama kamu."
Zetta meneteskan air matanya, mendengar ucapan dari Gevan. Zee tersenyum, entah itu senyum palsu atau bukan, tapi Zee senang melihat Mamanya bahagia, Zee senang Mamanya menangis. Menangis kebahagian bukan menangis kesedihan.
"Entah ini sekedar janji palsu, yang hanya di ucapan lewat omongan tanpa di jalankan lewat perbuatan atau memang perkataan yang tulus, yang akan dilakukan sesuai janjinya. Zee cuman berharap semoga ucapan serta janjinya bukan sekedar omongan saja," batin Zee.
"Ya udah lebih baik kita makan dulu." Zetta hanya menganggukan kepalanya dan Zee gadis itu tersenyum kecut.
Selesai acara makan, bersama Mamanya serta Ayah tirinya. Zee pergi kerumah Rapli, Zee baru ingat kalo Rapli kan menyuruh kerumahnya.
Zee bertemu dengan Bella, yang ada di depan rumah.
"Tan," sapa Zee sambil tersenyum.
Bella hanya tersenyum kecut, tanpa membalas perkataan dari Zee.
"Ko tante Bella cuman senyum ya? Senyumnya juga senyum paksaan lagi," batin Zee.
"Tan, Rapli ada gak?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Love Someone Writer [Completed]
Teen FictionCinta memang tidak harus memiliki. Tapi apa salahnya berjuang dulu siapa tau memang jodoh. Seorang gadis yang mempunyai hobby menulis, gadis yang realitanya mempunyai sifat pendiam, cuek, tidak perduli dengan sekitar. Gadis itu mencintai seorang cow...