Perduli dengan diri sendiri saja aku gak bisa, lalu bisakah aku perduli dengan orang lain?
Rapli mendengus kesal, karna harus mencari ulat disekitar sekolah. Rapli bukannya takut ataupun jijik dengan ulat, tetapi Rapli emosi karna lupa berapa jumlah seluruh ulat yang sudah ia temui.Rapli tambah emosi, saat guru tersebut terus mengawasi dari kejauhan. Guru tersebut mengawasi Rapli sambil bercerita dengan guru lainnya.
"Itu guru gak ada rasa kasihan gitu sama gue?" Rapli bertanya kepada dirinya sendiri.
Tiba-tiba bibir Rapli membentuk senyuman, melihat gadis yang sedang duduk di taman sekolah sambil membaca sebuah buku novel.
Rapli menghampiri gadis tersebut, dengan santainya Rapli mengambil buku novel yang sedang gadis itu baca.
Gadis itu sedikit kesal, lalu ia mendongakan kepalanya kearah cowok yang dengan santainya mengambil buku yang sedang ia baca.
"Hay," Rapli memberikan senyuman manis ke gadis tersebut.
"Kenapa sih ambil buku Zee, lagi enak-enak baca juga. Ganggu tau gak," Zee mengambil buku dari tangan Rapli.
"Gue minta bantuan donk Zee," Rapli mengeluarkan muka melasnya.
"Zee sibuk Rapika!" Zee membaca buku tersebut lagi tanpa memperdulikan Rapli.
"Anatasya Zee Alprilly, tolong bantuin tetangga mu yang tampan ini," rengek Rapli.
Zee menutup bukunya lagi.
"Minta bantuan apa sih? Zee sibuk! Zee pengin baca buku."
"Bantu cari ulat, terus Zee hitung ya ulatnya."
"Haaa"
Zee memukul kepala Rapli dengan bukunya. Rapli meringis karena pukulan Zee.
"Rapli ini kurang obat! Apa kurang kerjaan? Ngapain cari ulat, cari duit lebih berguna Rapli!"
Zee kemudian pergi meninggalkan Rapli, Rapli berniat mengejar Zee akan tetapi guru tersebut memanggil Rapli. Rapli mengurungkan niatnya untuk mengejar Zee, lalu menghampiri guru tersebut.
"Udah selesai?" Guru tersebut bertanya sambil menatap Rapli tajam.
"Udah donk Bu, mau ulatnya tak bawa kesini? Kayaknya Ibu pencinta ulat, sampai-sampai suruh saya nyari ulat."
"Gak usah dibawah kesini, berapa aja jumlah ulatnya?"
"Jawabnya hanya Allah yang tau, karna saya ini cuman manusia biasa yang gampang terkena penyakit lupa."
"Kamu ya! Bilang aja kamu belum cari ulatnya."
"Ibu pengin lihat ulatnya? Dengan seneng hati saya akan bawakan kesini."
Muka guru tersebut tiba-tiba menjadi cemas. Lalu guru tersebut menyuruh Rapli untuk ke kelas.
"Takut aja pakai nyuruh-nyuruh, dasar guru sialan!" batin Rapli sambil melangkahkan kakinya menuju kelasnya.
***
Zee menatap Zetta yang sedang membersihkan rumah, Zee sebenernya kasian, tapi Zee tidak berniat membantu Zetta. Bukan tanpa sebab Zee tidak mau membantu Zetta, Zee hanya mengingat saat Neneknya masih hidup, Neneknya lah yang selalu mengurus perkerjaan rumah, Zetta juga tidak pernah membantu.Zee berjalan masuk kedalam kamar, lalu membaringkan tubuhnya di kasur empuknya.
Air mata Zee kembali menetes mengingat kenangan bersama Neneknya.Zee menghapus air matanya saat Zetta masuk kedalam kamarnya.
"Zee! Bantuin Mama masak, Mama capek dari tadi bersih-bersih terus. Kamu jadi anak cewek ko gak ada gunanya banget sih."
Mata Zee berkaca-kaca mendengar ucapan mamanya. Neneknya tidak pernah kaya gitu, neneknya selalu menyuruh dengan senyuman.
"Iya nanti Zee masak."
"Ya udah Mama mau lanjutin nyuci baju dulu, nanti kamu yang masak ya," Zee hanya menganggukan kepala, setelah itu Zetta pergi dari kamar Zee.
Setelah Mamanya keluar, Zee mengganti bajunya lalu pergi menuju dapur untuk memasak.
Setelah masakannya selesai Zee langsung membawa ke meja makan, Zee menyiapkan dua piring untuk dirinya dan Mamanya.
"Ma, makan dulu," panggil Zee.
"Kamu kalo mau makan, makan duluan aja Zee!" teriak Mamanya dari luar.
Zee menghela nafas sejenak, lalu Zee mengambil makanan tersebut. Zee menikmati makanan tersebut sendirian, berbeda saat masih ada Neneknya, Zee pasti akan menikmati bersama Neneknya.
Sehabis makan Zee pergi menuju rumah Rapli sambil membawa rantang berisi makanan buatanya.
"Zee, kamu mau kemana? Itu buat siapa?" tanya Zetta.
"Buat Rapli."
"Kamu ya, masak sedikit aja dikasih-kasih ke orang segala."
"Gak papa lah ma, cuman sedikit."
"Ya udah lah, terserah kamu," Zetta masuk kedalam rumah, sedangkan Zee menatap punggung Zetta.
Zee mengetuk pintu rumah Rapli, tak lama kemudian Rapli membukakan pintunya.
"Ngapain kesini?" tanya Rapli.
Zee memberikan rantang tersebut kepada Rapli, tanpa menjawab pertanyaan Rapli.
Rapli tersenyum lalu menerima dengan senang hati.
"Tau aja Zee, gue lagi laper. Mana nyokap sama bokap juga pergi, dirumah dah masak sih cuman masak rumput, gue gak terlalu doyan rumput."
Zee menyengitkan alisnya, masak rumput? Emang tante Bella lagi kekurangan uang ya, sampai-sampai rumput aja dimasak.
"Masak rumput?"
"Ya bukan rumput beneran di masak sih Zee, itu sayuran cuman kaya rumput."
Zee hanya menganggukan kepalanya. "Ya udah dimakan."
"Apanya yang dimakan?"
"Makanannya."
"Makanan itu apa?"
"Masakan yang tadi Zee buat."
"Zee buatnya pakai tangan apa kaki?"
"Pakai otak Rapli, yang agak rusak."
Rapli melototkan matanya, mendengar jawaban Zee.
"Gak sopan Zee, gak boleh ngomong kaya gitu sama orang yang lebih tua."
"Iya tau Rapli emang tua."
"Zee pernah gak digampar sama cowok ganteng?" Zee menggelengkan kepalanya.
"Mau gak di gampar gue?"
"Emang Rapli ganteng?"
"Ya jelas lah, semua orang juga tau Zee, kalo gue ganteng. Mama gue aja bilang kalo gue anak paling ganteng."
"Rapli kan anak satu-satunya."
"Emang iya!"
Zee memutar bola matanya jengah.
"Zee pulang ya," pamit Zee.
"Kenapa buru-buru pengin pulang?"
"Perut Zee sakit, lihat Rapli."
Setelah itu Zee langsung berlari menuju rumahnya.
"Pada sekolah gak sih ya? Orang denger pakai telinga bilangnya yang mules perutnya. Ini juga lihat kan pakai mata! Kenapa yang sakit perutnya? Apa hubungannya coba?"
Rapli kemudian masuk kedalam rumahnya.
Didunia ini yang paling
diharapkan adalah kesenangan.
Yang paling di nanti-nanti adalah kebahagiaan.
Yang paling diutamakan adalah kebersamaan.
Tetapi kebanyakan manusia tidak berfikir bahwa itu hanya sesaat saja.
KAMU SEDANG MEMBACA
Love Someone Writer [Completed]
Teen FictionCinta memang tidak harus memiliki. Tapi apa salahnya berjuang dulu siapa tau memang jodoh. Seorang gadis yang mempunyai hobby menulis, gadis yang realitanya mempunyai sifat pendiam, cuek, tidak perduli dengan sekitar. Gadis itu mencintai seorang cow...