Terkadang kebahagiaan diri sendiri itu tidak penting, kita akan jauh lebih bahagia ketika melihat orang yang kita sayang bahagia.
Anatasya Zee Alprilly
Seminggu lagi adalah hari pernikahan Mamanya, Zee sebenernya sedang bingung. Tadi Gibran memberi kabar jika ada seorang produser yang ingin menemui Zee dan pertemuannya tepat di hari pernikahan Mamanya. Gibran memberi tau juga produser tersebut hanya menginginkan di hari itu, jika Zee tidak datang maka impiannya akan sirna. Zee juga berfikir kesempatan tidak akan datang dua kali. Tapi jika Zee tidak hadir di hari pernikahan Mamanya, itu sama aja akan menyakiti hati Mamanya. Zetta pasti akan berfikir jika Zee tidak menerima pernikahannya.
Zee mengambil tasnya, Zee akan pergi menemui Gibran. Zee akan menceritakan jika ia tidak akan bisa menemui produser tersebut, kecuali di lain hari. Bukan di hari saat pernikahan Mamanya.
25 menit Zee sudah sampai dirumah Gibran, Zee memencet bel rumah Gibran. Tak lama kemudian pintu terbuka. Ternyata Gibran sendiri yang membuka pintu tersebut.
"Eh Zee ada apa lo kesini? Duh mana gue pakai boxer lagi, kan gue malu," ucap Gibran heboh.
"Gue mau ganti pakai celana panjang dulu ya Zee, lo tunggu di tempat biasa aja!" Gibran pergi menuju ke kamarnya untuk mengganti celananya.
Zee hanya terkekeh pelan melihat tingkah Gibran, lalu Zee pergi ke taman, taman yang terletak halaman rumah Gibran. Taman itu menjadi tempat Gibran dan Zee mengobrol bersama.
Gibran sudah mengganti boxernya dengan celana panjang, Gibran menghampiri Zee dan duduk disamping Zee.
"Ran, emang gak ada hari lain? Kalo di hari itu Zee gak bisa," tanya Gibran.
"Emang kenapa lo gak bisa di hari itu?"
"Mama Zee mau nikah lagi Gibran, Zee gak mungkin gak hadir di pernikahan Mama. Hari pernikahan Mama juga gak mungkin bisa di undur atau di maju in lagi."
"Sama Zee, produser itu cuman ngasih satu kesempatan sama lo. Kalo lo gak bisa dateng buat nemuin produser itu, ya udah gagal deh."
"Ya udah lah gak papa Gibran, ini mungkin belum jadi rezekinya Zee. Kesempatan emang datangnya sekali, tapi masih ada keberuntungan. Siapa tau Zee dapet keberuntungan kan," ucap Zee sambil tersenyum.
Gibran mengacak-acak rambut Zee, Gibran sungguh kagum dengan Zee. Zee rela membuang kebahagiannya.
"Pinter banget sih lo, gue jadi kagum sama lo." Zee hanya tersenyum mendengar ucapan Gibran.
"Zee lo mah aneh di grup lo ngomongnya pakai bahasa gaul. Lo, gue tapi realnya kenapa lo ngomongnya pakai bahasa kuno sih? Heran gue sama lo."
"Di grup kan Zee cuman ngetik, Zee gak ngomong."
"Coba ngomong ke gue, pakai bahasa gaul. Gue pengin denger sumpah Zee."
"Gak mau, Zee gak suka kalo ngomong. Zee sukanya kalo ngetik doang."
"Astagfirullah, gitu ya?" Zee mengangguk kepalanya.
"Gimana kalo gue panggil lo Tasya aja?"
"Jangan, panggil Zee aja. Emang Gibran mau Zee panggil nama tengah Gibran?" Gibran menggelengkan kepalanya, pertanda menolak.
"Ya udah Gibran, Zee pamit pulang ya."
"Ya ko pulang sih! Bentar dulu Zee, ngapain dulu ke jalan-jalan atau apa gitu?"
"Zee kan mau lanjut bikin cerita, Zee mau selesai cerita Zee yang belum ending. Kasian ntar readersnya Zee."
Gibran tidak memaksa Zee lagi, jika Zee sudah alesan seperti itu. Gibran membiarkan Zee untuk pulang, Gibran juga sudah menawarkan kepada Zee untuk di anter pulang tapi Zee menolak.
Zee sebenarnya akan mampir ke toko kue, Zee akan membeli kue untuk Bella. Bella itu sangat menyukai makanan manis, jadi Zee berniat membeli kue untuk Bella. Dan ini salah satu alesan kenapa tadi Zee menolak diantar oleh Gibran.
Setelah membeli kue, Zee langsung pergi menuju rumah Rapli. Zee nampak bahagia, ia sedang membayangkan jika Bella sangat menyukai kue yang ia bawa. Zee tidak jadi mengetuk pintu karna mendengar suara keributan dari dalam, Zee tentu saja mendengar apa yang mereka ucapan, walaupun Zee ada diluar. Karna mereka berteriak keras, jelas saja Zee mendengar. Zee sudah ingin menangis, ia sudah tidak kuat mendengar perkataan yang di ucapan Rapli dan Bella. Dan Zee memutuskan untuk pergi dari rumah Rapli, Zee tidak jadi memberikan kue kepada Bella.
Zee tidak pulang kerumahnya, Zee pergi ke sesuatu tempat. Zee pergi ke makam Neneknya, setelah sampai di makam Neneknya Zee langsung memeluk batu nisan Neneknya. Air mata Zee sudah turun, Zee sudah tidak dapat membendung air matanya.
"Nek, Zee kapan ikut sama Nenek? Zee kangen sama Nenek. Zee gak kuat, cuman Nenek yang perhatian sama Zee," Zee mengusap air matanya, lalu Zee berdiri.
"Tunggu waktu dimana Zee bertemu sama Nenek kembali, entah esok atau kapan. Yang jelas pasti Zee akan ikut bersama Nenek," batin Zee.
Zee pulang kerumahnya, rumah Zee nampak sepi seperti biasa. Zee seperti tinggal seorang diri, Zetta selalu sibuk. Pagi sampai sore Zetta sibuk bekerja dan malamnya Zetta akan pergi kerumah calon suaminya. Zetta seperti tidak menganggap Zee.
Zee melempar asal tasnya ke tempat tidur, lalu Zee membaringkan tidurnya. Zee memejamkan matanya.
"Zee harus semangat," gumam Zee.
***
Hari ini telah tiba di mana Mama akan menikah lagi, saat ini Zee juga sedang berias. Zee menatap dirinya didepan kaca, setelah merasa puas Zee keluar dari kamarnya, Zee nampak anggun dengan memakai kebaya serta rambut yang di gulung dan berapa helai di biarkan.Pernikahan Zetta di bilang mewah, banyak juga rekan bisnis dari Gevan yang datang dan beberapa teman Zetta. Rapli berserta keluarga pun datang di acara pernikahan Zetta.
Setelah acara ijab qobul Zee pergi keluar, Zee sudah tidak bisa menahan air matanya. Rapli yang melihat Zee keluar, berniat menghampiri Zee tetapi Mamanya menatap tajam sambil menggelengkan kepalanya. Rapli pun mengurungkan niatnya untuk mengejar Zee.
Zee menatap Mamanya yang sedang bersalaman dengan para tamu, air mata Zee kembali turun. Tiba-tiba ada yang menepuk pundak Zee, Zee menatap seseorang yang menepuk pundaknya sambil menghapus air matanya.
"Loh Gibran juga dateng ke acara pernikahan Mama ya?"
"Iya gue dateng, ternyata Ayah tiri lo temen bisnis bokap gue. Gue disuruh sama bokap buat nemenin dia, bokap gue bukan cuman penerbit Zee dia juga CEO. Keren gak tuh? Makannya dia di undang ke acara pernikahan Mama lo."
Zee tersenyum kecil. "Iya, Om Iqbal emang keren."
"Bokapnya aja keren, apalagi anaknya," gumam Gibran.
"Gibran ngomong apa?"
"Kalo Zee gak denger ya udah," ucap Gibran sambil tersenyum.
"Zee, lo yakin Om Gevan bisa jadi Ayah yang baik buat lo? Tadi tampangnya sih gue kurang yakin, apalagi Om Gevan tuh orangnya sibuk banget, secara dia kan pemimpin CEO Adijaya."
"Gibran tau kupu-kupu gak? Kupu-kupu dilihat bentuknya emang indah, tapi sebenernya kupu-kupu itu menjijikkan. Dia ulat yang berkembang menjadi kupu-kupu yang cantik. Dan Gibran tau monyet? Monyet itu mukanya jelek, banyak orang menghina. Tapi ternyata monyet itu hewan yang sangat cerdas, monyet bisa ngelakuin apa yang gak bisa manusia ngelakuin. Intinya kita gak boleh menilai orang dari cavernya saja."
"Iya-iya, Bu Author emang bijak," ucap Gibran sambil terkekeh.
"Kalo pun Om Gevan, gak bisa jadi Ayah yang baik buat Zee. Gak masalah juga buat Zee, asal Om Gevan tulus aja sama Mama, Zee udah seneng. Kalo Zee gak bisa ngerasain sosok Ayah dari om Gevan, berarti itu udah takdirnya Zee yang gak akan pernah ngerasain kasih sayang seorang Ayah," ucap Zee matanya menatap kearah Mamanya dan juga Ayah tirinya.
Gibran mengusap puncak kepala Zee, Ia tau beban gadis yang ada disampingnya ini. Gibran sudah menganggap Zee orang yang sangat spesial di hidupnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Love Someone Writer [Completed]
Teen FictionCinta memang tidak harus memiliki. Tapi apa salahnya berjuang dulu siapa tau memang jodoh. Seorang gadis yang mempunyai hobby menulis, gadis yang realitanya mempunyai sifat pendiam, cuek, tidak perduli dengan sekitar. Gadis itu mencintai seorang cow...