Rapli, Bella serta Alka sedang bersantai diruang keluarga. Alka sedang membaca koran, Bella sibuk membaca majalah. Rapli menatap kedua orang tuanya yang sedang sibuk membaca. Alka menaruh koran yang sudah selesai ia baca di atas meja, begitu juga Bella yang menaruh majalahnya.
"Rapli ganti chanel TvOne, Papah mau nonton berita," suruh Alka.
"Sok Inggris amat deh Pah, pakai bahasa Indonesia aja napa. Tvsatu gitu."
"Rapli! Tolong gila kamu jangan kumat ya," sahut Bella.
"Siapa juga yang gila? Rapli cuman cinta Indonesia aja," ucap Rapli sambil mengganti chanel televisinya.
"Halah bukannya kamu cintanya sama Zee," bisik Alka.
Alka kemudian pergi menuju dapur sambil membawa secangkir kopinya.
"Bokap kenapa ngomong gitu ya?" batin Rapli.
"Tadi Papah kamu ngomong apa?" tanya Bella.
"Ini urusan cowok, cewek gak boleh tau!"
"Pelit kamu!"
"Biarin," ucap Rapli sambil meminum jusnya.
"Dari pada disini sama kamu, mending Mama sama Papah aja. Papah pasti lagi dikamar," Bella kemudian melangkahkan kakinya meninggalkan Rapli.
"Kenapa gue selalu di tinggal coba?" Rapli pergi melangkahkan kakinya, langkah Rapli terhenti saat Bella berteriak.
"RAPLI KALO KAMU KELUAR, MATIIN DULU TELEVISINYA. AWAS KALO GAK DIMATIIN DULU, KAMU YANG BAYAR LISTIKNYA!"
Rapli kesal kemudian mematikan televisinya.
"IYA RAPLI UDAH MATIIN TELEVISINYA, SEKALIAN RAPLI UDAH KUBUR!"
Rapli lalu keluar dengan muka yang kesal, ia jalan-jalan di sekeliling rumah. Rapli melihat Zee yang sedang duduk di atas pohon. Rapli melototkan matanya, terkejut melihat Zee yang berani duduk di pohon di atas pohon.
"Itu Zee? Kenapa malah nyangkut di pohon. Aduh ko gue takut kalo Zee jatuh ya, tapi kayanya enak banget duduk di pohon sambil tiduran."
Rapli tanpa sadar melangkahkan kakinya, menghampiri Zee lalu naik keatas pohon. Rapli duduk disamping Zee, Rapli memandangi wajah Zee yang nampak damai. Tangan Rapli menyingkirkan rambut yang menutupi wajah Zee.
Zee sedikit terusik, hampir saja Zee terjatuh jika Rapli tidak memegang tubuh Zee. Rapli sedikit lega karna Zee tidak terjatuh.
"Nih bocah bikin gue panik aja, untung aja gak jatuh. Tapi Zee ko gak bangun ya? Mimpi apa sih lo? Sampai-sampai lo pules gini, mending kalo tidurnya di ranjang Zee, ini lo tidur di pohon loh. Kalo lo jatuh remuk badan lo," ucap Rapli sambil mengusap pipi Zee.
"Ko gue ikutan ngantuk ya? Lihat Zee tidur damai gini."
Rapli tidur disamping Zee, perlahan Rapli memejamkan matanya. Karna semilir angin membuat Rapli terlelap dalam tidurnya.
Zee membuka matanya, kemudian menatap Rapli sambil tersenyum. Zee mengusap pelan kepala Rapli, lalu Zee turun kebawah dengan perlahan tanpa berniat membangunkan Rapli.
Zee menatap keatas pohon, kemudian Zee pergi melangkahkan kakinya meninggalkan Rapli.
10 menit Rapli tersadar dari tidurnya, karna Rapli tidak menyadari ia tertidur di atas pohon, Rapli menggerakan tubuhnya hal itu membuat Rapli terjatuh.
"Aduh, gue lupa kalo tidur di pohon. Ahh pinggang gue encok nih," Rapli berdiri sambil memegangi pinggangnya, Rapli berjalan teratih-atih sambil terus memegangi pinggangnya.
"Nak Rapli, masih muda ko udah encok pinggangnya. Makannya kalo masih muda, jangan males buat olahraga. Saya yang udah tua aja belum encok, masa nak Rapli yang masih mudah kalah."
Rapli menatap kesal kepada pria dewasa yang sudah lumayan tua.
"Gak tau apa kalo gue habis jatuh dari atas pohon, untung orang tua yang ngomong! Jadi gue harus sabar," batin Rapli.
Rapli pergi meninggalkan pria tersebut, tanpa mengucap kata apapun. Rapli melihat Zee yang sedang menyiram bunga, tiba-tiba Rapli mempunyai ide jail.
"Kayaknya kalo pinggang gue dipijat Zee, langsung sembuh nih. Lagian Zee tega banget tadi ninggalin gue," batin Rapli.
Rapli teriak kesakitan sambil memegangi pinggangnya, ia sedikit berjalan perlahan. Zee yang mendengar teriakan Rapli langsung menatap kearah Rapli, muka Zee terlihat khawatir saat melihat Rapli yang kesakitan, Zee kemudian menghampiri Rapli.
"Rapli kenapa?" tanya Zee.
"Pinggang gue sakit Zee, gue udah gak kuat jalan. Kalo lo bisa gendong gue tolong gendong gue," ucap Rapli sambil meringis kesakitan.
"Zee gak kuat lah gendong Rapli, Zee bantuin Rapli jalan aja ya," Zee kemudian membantu Rapli berjalan, tanpa sepengetahuan Zee Rapli tersenyum.
"Rapli, ko tubuh Rapli berat banget sih? Zee gak kuat. Rapli kebanyakan makan atau kebanyakan dosa?"
"Sabar Rapli!" batin Rapli.
"Rapli Zee gak kuat kalo anterin Rapli sampai rumah, Rapli berat banget soalnya. Gimana kalo Rapli kerumah Zee dulu?"
Rapli menatap Zee seolah sedang berfikir.
"Mama gak ada ko, jadi Rapli kerumah Zee dulu aja ya." Rapli menganggukkan kepalanya, Zee pun membawa Rapli kedalam rumahnya.
Zee membawa Rapli masuk kedalam kamarnya, lalu membaringkan tubuh Rapli di ranjang kasurnya. Inah yang melihat Zee membawa laki-laki masuk kedalam kamar pun ikut masuk kedalam.
"Bi, bisa bantuin Zee obatin Rapli gak? Katanya pinggang Rapli sakit, Bibi Inah bisa pijat Rapli? Biar pinggang Rapli gak sakit lagi?"
"Ya udah sini, Bi Inah coba pijat pinggang nak Rapli."
Rapli menatap kearah Zee, berharap di pijat sama Zee malah di pijat sama pembantunya. Tapi kalo ia menolak Rapli takut Zee marah atau kecewa.
"Nak Rapli tolong tengkurap, biar bibi gampang pijatnya."
Rapli mengganti posisi tidurnya menjadi tengkurap, kepalanya masih menatap kearah Zee. Inah mulai memijat pinggang Rapli.
"AHH ZEE, UDAH GUE GAK USAH DI PIJAT. LONTONG ZEE TOLONG AHHH! ZEE SAKIT BANGET SUMPAH! GUE GAK BOHONG, ZEE GUE MALU NIH TERIAK-TERIAK. ADUH SAKIT! ZEE IMAGE GUE, AH BODO AMAT ZEE, WOY UDAH!"
Rapli terus saja berteriak sambil tangannya memegang tangan Zee.
Zee berusaha menahan tawanya, Zee sebenernya merasa kasian dengan Rapli yang kesakitan, tepi gara-gara teriakan Rapli rasa kasian itu hilang. Teriakan Rapli serasa hiburan bagi Zee.
"Udah selesai, bentar lagi pasti pinggangnya enakan," ucap Inah.
Rapli berusaha duduk, Zee yang melihat langsung membantu Rapli duduk. Mereka berdua saling pandang, hanya berapa detik karna Zee menatap kearah lain. Sedangkan Rapli ia nampak salah tingkah, mukanya sedikit memerah.
"Maaf ya nak Rapli, kalo Bibi pijatnya terlalu kencang."
"Bukan terlalu lagi Bi, ini mah udah kelewat kenceng pakai banget malah. Mana gue malu lagi sama Zee," batin Rapli.
"Iya gak papa ko Bi."
"Gimana Rapli, pinggangnya udah enakan kan? Bi Inah jago kan mijetnya," ucap Zee sambil tersenyum.
"Gak tau deh gue Zee, pinggang gue bakalan sembuh atau malah tambah sakit," batin Rapli.
"Ya udah lah Zee gue mau pulang aja, makasih ya."
"Makasih sama Bi Inah jangan sama Zee, yang pijat pinggang Rapli kan Bi Inah."
"Makasih ya Bi Inah, pijatan Bibi mantap sekali!"
"Sama-sama nak Rapli," ucap Inah sambil tersenyum.
"Ya udah gue pulang ya Zee."
"Emm Rapli, Rapli bisa pulang sendiri kan?"
Rapli menganggukan kepalanya sambil tersenyum kecil, kemudian Rapli pergi meninggalkan Zee. Zee masih menatap punggung Rapli, sampai punggung Rapli tidak terlihat lagi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Love Someone Writer [Completed]
Teen FictionCinta memang tidak harus memiliki. Tapi apa salahnya berjuang dulu siapa tau memang jodoh. Seorang gadis yang mempunyai hobby menulis, gadis yang realitanya mempunyai sifat pendiam, cuek, tidak perduli dengan sekitar. Gadis itu mencintai seorang cow...