Zee dan Gibran mereka berdua sedang berada di taman rumah Gibran, mereka berdua sedang melakukan revisi cerita yang belum lama ini Zee bikin. Cerita itu akan diterbitkan oleh Ayahnya Gibran.
"Zee, kayaknya kalimat ini dihapus aja deh, agak kurang pas gitu kata-katanya," ucap Gibran menunjuk kalimat tersebut.
Zee menganggukkan kepalanya, menuruti kemauan Gibran. Tangannya lalu menghapus kalimat tersebut.
"Zee, lanjut nanti lagi aja. Makan dulu yuk, gue laper. Lo mau gak, makan dulu?" tanya Gibran.
"Mau makan dimana?" Zee menutup laptopnya, lalu menatap Gibran.
"Enakan lo yang masak atau gue yang traktir di restoran?"
Zee terkekeh pelan, mendengar perkataan konyol Gibran.
"Semua orang juga tau, kalo gratisan itu lebih enak."
"Ok, sekarang gue traktir lo! Tapi kapan-kapan lo yang harus masak buat gue."
"Iya, kapan-kapan Zee masak buat Gibran."
"Gibran bisa masak gak?" tanya Zee.
Gibran cowok itu seolah-olah sedang berfikir, matanya menatap keatas sambil menggaruk pipinya.
"Bisa, gue bisa masak. Masak air sampai mendidih," Gibran tertawa keras, sedangkan Zee melongo tanpa tertawa dengan lawakan Gibran.
Gibran menghentikan tawanya, saat melihat Zee diam sambil menatapnya.
"Gak lucu ya Zee," Gibran menggaruk kepalanya yang tak gatal. Zee tersenyum melihat muka Gibran yang terlihat konyol.
"Katanya mau makan, jadi gak?" tanya Zee.
"Oh ya lupa, ya udah yuk." Gibran menggandeng tangan Zee.
Zee sebenarnya agak risih, saat Gibran menggandeng tangannya. Tetapi Zee membiarkan Gibran menggandeng tangannya.
Mereka berdua pergi kesalah satu restoran, restoran yang banyak di datangi para remaja. Setelah Zee dan Gibran duduk, pelayan restoran pun datang sambil membawa buku menu makanan.
"Zee, kamu mau pesen apa?" tanya Gibran sambil membuka buku menu tersebut.
"Makanan sama minuman."
"Gue tau lah pesen itu, namanya! Lo mau pesen apaan? Ayam goreng, Ayam rebus atau apa?"
Pelayan tersebut sempat terkekeh pelan, melihat kelakuan Zee dan juga Gibran.
"Zee mau pesen semur jengkol ada gak?" Gibran tentu saja terkejut, Gibran langsung menatap Zee.
"Serius! Lo mau pesen semur jengkol Zee?"
"Bohongan tapi," ucap Zee sambil tersenyum, sedangkan Gibran yang merasa gemas dengan tingkah Zee, langsung mencubit pelan pipi Zee.
"Maaf mas, mba. Saya dari tadi udah nungguin loh, mas sama mbanya tadi pesen makan?" tanya Pelayan tersebut.
"Maaf ka," ucap Zee sambil tersenyum.
"Saya pesen yang ini, tapi jangan terlalu pedas." Gibran menunjuk menu makanan yang ada di buku menu.
"Lo pesen apa Zee? Jangan yang aneh-aneh tapi. Ntar minta pesen semur pete lagi."
"Enggak, Zee mau pesen ramen aja."
"Yang tadi sama ramen ya," Pelayan tersebut menganggukan kepalanya.
"Ka, ramennya level 10 ya," ucap Zee ke pelayan tersebut.
"Iya mba," Pelayan tersebut pergi, sedangkan Gibran melototkan matanya mendengar perkataan Zee.
"Zee! Yang bener aja, level 10? Level 1 aja pedesnya udah kaya omongan tetangga."
"Alhamdulillah tetangga Zee, kalo ngomong gak pedes."
"Sabar Gibran, ini sebenernya yang didepan gue Zee atau dedemit sinting ya?" batin Gibran.
"Lo yakin kuat makan ramen level 10?"
"Zee kuat ko, paling ramen level 10 pedesnya kaya cabe."
Gibran kali ini terlihat kesal dengan perkataan-perkataan Zee, Gibran membenturkan kepalanya ke meja.
"Gibran kenapa?"
"Gak papa," Gibran mendongak lalu tersenyum kearah Zee.
"Zee, nanti kalo lo sakit perut gara-gara makan ramen, gue gak tanggung jawab ya."
"Zee, juga gak nyuruh Gibran buat tanggung jawab ko."
Mereka berhenti mengobrol saat makanan yang mereka pesan datang.
***
Di restoran yang sama, tetapi beda tempat. Rapli dan Azzura juga sedang makan bersama. Mereka makan sambil sedikit bercanda gurau, sesekali Azzura juga menyuapi makanan ke Rapli. Rapli dengan sedang hati menerima suapan dari Azzura."Rap, ntar lo temenin gue beli baju ke mall ya," Rapli menganggukkan kepalanya, menuruti permintaan Azzura.
"Lo mau beli baju juga gak?"
"Gak lah, baju gue udah melimpah. Ntar lemari pakaian gue gak muat lagi buat nampung."
"Ok, lo berati cuman nemenin gue doang nih?"
"Iya, lo belanjanya ntar jangan lama-lama, 5 menit aja udah cukup."
"Lo gila! Ya kali 5 menit cukup, gue harus milih-milih bajunya dulu. Kalo cocok baru gue beli."
"Dasar! Cewek mah ribet."
"Cewek juga ribet gara-gara siapa coba? Gara-gara cowok. Sekarang tuh kebanyakan cowok suka sama cewek yang penampilannya menarik, yang bikin banyak orang tertarik. Beda kalo cewek gak bikin ribet cowok, pakai kaos, terus celana yang penting mukanya enak dipandang aja, udah mau. Burik kalo banyak duit, banyak yang minat. Apalagi yang paket komplit pasti banyak yang ngantri."
"Kayak gue ya," sahut Rapli diiringi cengirannya.
"Muka lo emang enak di pandang, tapi lo bukan termasuk paket komplit. Baca surat Al Fatihah aja lo mau blepotan, udah ngaku-ngaku paket komplit."
"Sembarang Lo! Gini-gini gue juga udah hafal pakai banget, di tambah pakai amat! Surat Al Ikhlas."
Azzura tidak bisa menahan tawanya lagi, Azzura bahkan sampai memegang perutnya karna masih saja tertawa.
"Udah gak usah ketawa terus," geram Rapli.
Azzura menghentikan tawanya, saat Rapli mengancam tidak akan menemani ke mall. Azzura langsung membujuk Rapli, supaya Rapli tetap menemani dirinya belanja.
"Rapli, temenin gue ya. Janji deh gak bakal ngetawain lo lagi," rengek Azzura sambil menggoncang-goncang lengan Rapli.
"Belanja aja sendiri, gue mah ogah."
"Rapli! Temenin, ntar gue beliin sapu tangan deh buat lo," bujuk Azzura.
Rapli menatap tajam Azzura, Azzura langsung menunjukkan cengirannya.
"Bercanda gue, pokoknya lo harus temenin gue!"
"Iya, bawel deh!" seru Rapli sambil menarik hidung Azzura.
Azzura mengusap-usap hidungnya, lalu mengucapkan terimakasih ke Rapli.
"Udah yuk! Sekarang aja belanjanya," ajak Azzura yang di angguki oleh Rapli.
Rapli dan Azzura pergi dari restoran tersebut, mereka tidak tau, saat mereka berdua pergi seseorang gadis menatap mereka, dengan tatapan yang sulit di artikan.
Siapa gadisnya? Tau donk pastinya 😂
KAMU SEDANG MEMBACA
Love Someone Writer [Completed]
Novela JuvenilCinta memang tidak harus memiliki. Tapi apa salahnya berjuang dulu siapa tau memang jodoh. Seorang gadis yang mempunyai hobby menulis, gadis yang realitanya mempunyai sifat pendiam, cuek, tidak perduli dengan sekitar. Gadis itu mencintai seorang cow...