~'|39|'~

1.9K 362 289
                                    

Keseringan update ya:"( jadi ngebosenin:"(







































Ini akhirnya 'kah? Gue udah berhenti kerja alias gak punya kerjaan lagi. Dan sekarang, Mas Jinhyuk- hahh, gue gak tau harus bilang kayak gimana lagi.

Ribuan kali gue berpikir kalo ini adalah jalan yang Tuhan kasih buat gue. Mungkin ini yang terbaik buat gue. Tapi gue gak tau harus gimana sekarang. Sedari tadi gue nahan rasa sakit yang luar biasa di dada. Rasanya kayak- ini bercanda, 'kan?

Gue terus natap bingkai foto yang terpampang si depan gue. Senyumannya, entah kenapa hati gue sakit lihat dia senyum secerah itu.

"Kak (Y/n), jangan terlalu banyak nangis. Nanti Kak Jinhyuk sedih di alam sana."

Seketika gue hapus air mata yang lagi-lagi ngalir. Noleh ke seseorang yang barusan negur gue buat enggak nangis.

"Ah, dek. Aku gak nangis. Siapa yang nangis? Enggak kok. Lagian kalo aku nangis, nanti Mas Jinhyuk ikut nangis di sana."

Cewek itu senyum, dan senyuman dia mengingatkan gue pada senyumannya Mas Jinhyuk. Bener-bener mirip. Kenapa adeknya Mas Jinhyuk harus semirip itu sama dia? Gue jadi gak bisa nahan rasa pengen nangis lagi.

"Kak, sebelum Kak Jinhyuk meninggal, sebenernya dia ninggalin ini buat Kak (Y/n)," ucap adeknya Mas Jinhyuk sembari ngambil sesuatu di belakangnya dan ngasih kotak itu ke gue.

"Ini apa?" tanya gue lirih.

Dia menggeleng, "Aku gak tahu. Kak Jinhyuk bilang aku harus ngasihin ini ke Kak (Y/n) setelah- setelah dia meninggal." Dan dia nangis. Gue segera ambil kotak itu dan nyimpen di lantai lalu bawa adeknya Mas Jinhyuk ke dalem pelukan gue.

"Aku tahu ini berat buat kamu. Aku minta maaf karena gak tahu apa-apa tentang penyakit yang diidap Mas Jinhyuk. Harusnya- ."

"Enggak, Kak. Kak Jinhyuk sendiri yang nutupin semuanya dari Kakak. Ini bukan salah Kak (Y/n)," ucapnya motong ucapan gue.

"Tapi tetep aja, harusnya aku tahu. Harusnya- ." Omongan gue tercekat. Gue gak sanggup ngelanjutin ucapan gue. Ini terlalu sakit.

Semoga ini semua cuma mimpi.

Ya, gue harap. Gue harap ini semua hanyalah mimpi buruk yang datang tanpa diundang dan akan berakhir saat gue terbangun.





























"Udah bangun? Lama banget tidurnya."

Tidur? Jadi tadi cuma mimpi? Ya Tuhan, ternyata yang tadi- ini beneran kan Mas Jinhyuk ada di samping gue?

"Mas," panggil gue.

"Iya?" sahut Mas Jinhyuk.

"Ini- beneran?"

"Beneran? Apanya yang beneran? Ayok cepet turun, Dohyon sama Hangyul udah nunggu di bawah."

Sebentar, Dohyon sama Hangyul?

Gue pun sadar sepenuhnya. Ternyata yang di samping gue bukalah Mas Jinhyuk. Melainkan Mas Seungyoun. Jadi, Mas Jinhyuk beneran meninggal?

Mas Seungyoun jalan ke arah gue dan duduk di tepian kasur. "Kamu masih mikirin Jinhyuk?" tanyanya.

Untuk menanggapi pertanyaannya, gue ngangguk, "Entah kenapa, rasanya kayak mimpi. Gak mungkin Mas Jinhyuk ninggalin kita secepat itu."

Denger ucapan gue, Mas Seungyoun hela napasnya.

"Ini udah takdir. Gak ada yang bisa diubah dan gak ada yang perlu disesali. Jinhyuk udah tenang di sana," tuturnya. "sekarang kamu cuci muka dulu. Aku nunggu di bawah ya."

Mas Seungyoun pun keluar dari kamar. Segera gue turun dari kasur. Dan mata gue menangkap sesuatu yang bikin gue terdiam. Kotak yang kemarin adeknya Mas Jinhyuk kasihin ke gue.

Gue sampe sekarang belum siap buat buka kotak itu. Bahkan mikirnya doang udah bikin gue sesek.

Eh, sebentar.

Kok gue bisa ada di sini? Di rumahnya Mas Seungyoun? Bukannya waktu pemakaman Mas Jinhyuk, gue dateng sama Mama juga Papa?

Lekas gue cuci muka dan segera turun ke lantai bawah buat ikut sarapan. Dan di sana, ada pemandangan yang bikin gue beneran kaget.

"Mama?" panggil gue pelan.

"Eh, sini. Mama bikinin sarapan banyak," tutur Mama sambil ngasih kode pake tangannya biar gue cepetan duduk di sampingnya.

"Mama kok bisa di sini?" tanya gue sambil duduk di samping Mama.

"Nanti mama ceritain. Sekarang kamu- ."

"Mama! Sini duduknya deket Dohyon! Biarin Om Hangyul di situ," seru Dohyon dengan paha ayam di tangan kirinya.

Gue pun langsung nurutin kemauan Dohyon buat duduk di sampingnya. Dengan Mas Seungyoun di samping gue.

"Nah. Sekarang makan yang banyak ya, semuanya?"

Dohyon ngangguk hebat, "Oke, nenek!"

Denger Dohyon manggil dengan sebutan 'nenek', ekspresi Mama udah gak bisa dideskripsikan lagi. Mama seneng banget.

"(Y/n), biar aku yang suapin. Tangan kamu masih sakit," ucap Mas Seungyoun.

Seketika gue langsung natap semua orang di ruangan ini satu persatu.

"Iya, biar Seungyoun yang nyuapin kamu." Mama ngedukung.

'prang'

"Eh, maaf," ujar Hangyul yang mungkin dengan sengaja ngejatuhin gelasnya. Gak ngerti sama dia, random banget. Untung gelasnya gak pecah.

"Om Hangyul sirik sama Papa. Makannya Om Hangyul nyari tante buat Dohyon." Dohyon nyeletuk.

Seisi ruangan ketawa, kecuali Hangyul.

"Tante punya kenalan nih, anaknya baik, pinter juga. Mau Tante kenalin gak, gyul?" tawar Mama iseng.

"Tapi Hangyul lebih milih anak tante, gak boleh ya?"

Hening. Sampe akhirnya ribut karena Dohyon ngelempar timun ke muka Hangyul.

"Dohyon!"







































Ini pendek banget:( ngebet ngetiknya, Mamaku pengen minjem hp katanya mau nonton aa Serim😭

Majikan ✔ [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang