Six

18.1K 1.4K 32
                                    

Author POV

Suasana diruangan kepala sekolah terasa begitu tegang. Kepala sekolah dari SMA Xaleria itu menatap tajam ke arah Agatha yang duduk didepannya. Foto 'itu' tersebar luas di internet. Walau seluruh murid diperingati untuk tidak menyebarkan foto tersebut, tapi tetap saja tersebar.

Dalam beberapa menit, orangtua dari Rebeca menelepon kepala sekolah setelah mengetahui bahwa foto itu diambil di toilet sekolah. Ia meminta untuk menindak tegas kasus ini. Dan, tidak lama sebuah mobil menjemput Rebeca.

Lalu, Kepala sekolah memberikan instruksi untuk tidak menyebarkan foto itu serta memanggil Agatha ke ruangannya. Ia sangat tau bahwa ini adalah ulah dari Agatha Aileen Ravindra.

Mengapa? Karena hanya gadis itu yang tidak takut dikeluarkan dari sekolah.

"Agatha, jujur saja," Kepala sekolah itu mengeluarkan handphonenya dan menaruhnya di meja kaca. "ini ulah kamu, kan?"

Iris mata itu memutar jengah, ia menatap malas ke arah kepala sekolah. "Pak, ada bukti ga kalo saya yang perbuat ini?"

Kepala sekolah itu menghela nafas berat, ia menggelengkan kepalanya.

Agatha memajukan badannya, "Lalu, kenapa Bapak nuduh saya yang perbuat? Nuduh itu suatu kejahatan lho, Pak."

Kali ini Kepala sekolah itu mengacak rambutnya, ia frustasi. Kasus seperti ini jika sudah menyangkut orangtua maka akan rumit.

Walau Ayah Agatha yaitu Ankara Ravindra adalah orang yang memiliki koneksi, tapi ia tidak akan perduli tentang rusaknya nama SMA Xaleria dimata media.

Kepala sekolah itu menghela nafas lelah. "Jujur saja Agatha, kamu yang perbuat, kan? Setidaknya, saya mohon sama kamu untuk meminta maaf kepada orangtua Rebeca."

"Pak, dia itu bitch. Foto dia dengan posisi kaya 'gitu' mungkin banyak banget di handphone dia ataupun pelanggannya. Dengan alasan dan bukti apa bahwa saya yang melakukan?"

Hening. Kata-kata Agatha benar. Jika Kepala sekolah itu tetap memaksa Agatha untuk meminta maaf, atas bukti apa?

"Oh ya," ucap Agatha menggantung. "Pak, Papa saya menitip salam untuk Bapak."

Seketika Kepala sekolah itu duduk dengan tegak, matanya berbinar. "Ada yang Papa kamu omongin lagi?"

Agatha menatap keatas, kembali mengingat. "Oh, sama Papa bakalan kirim donasinya minggu depan.

"Oh begitu." ucapnya singkat namun tidak sesuai dengan gerak-geriknya yang seolah tidak sabar.

"Tapi," ucapan Agatha membuat Kepala sekolah kembali menatapnya. "saya ga yakin sih. Kalau Papa tau bahwa Bapak menuduh saya yang tidak-tidak, mungkin donasinya dihentikan."

Mulut Kepala sekolah itu terbuka cepat, "S-saya itu berkata seperti ini untuk kebaikan kamu, Nak. Kalo kamu ga mau, gapapa."

"Ya, ya, ya. Saya pamit."

Agatha berdiri dan melangkah, saat berada didekat pintu kepalanya menoleh kebelakang.

"Pak, korupsi itu ga baik lho." ucapnya berlalu meninggalkan Kepala sekolah itu dengan raut wajah yang takut dan pucat pasi.

Agatha sudah mengetahui bahwa kepala sekolahnya itu mengambil hampir 60% biaya yang disumbangkan oleh Papanya untuk SMA Xaleria.

Hanya beberapa orang yang mengetahui ini termasuk Agatha juga.

•••

Agatha POV

Suasana kelas 12 begitu ramai dan hidup. Beberapa dari mereka ada yang menggosip ataupun bermain. Guru yang saat ini mengajar tidak masuk.

"Jadi, lo udah nemu soal si Anak Nenek sihir itu?"

Aldo mengangguk. "Ga banyak. Papanya itu seorang pemilik perusahaan di Perancis. Bukan dia yang bangun, ia cuman membeli perusahaan dari.. Siapa ya," dahinya bergelombang.

Ia menjentikkan tangannya, "Dari Delard! Iya. Jadi, Papanya membeli perusahaan dari Delard di cabang Perancis, Paris."

Gue cukup kaget. Perusahaan Delard adalah musuh terbesar Papa. Keduanya sama-sama hebat dan berbakat.

Setau gue, perusahaan Delard itu tidak mungkin menjual cabang di Perancis karena hal itu sangat merugikan. Perusahaan yang berada di Perancis, Paris salah satu cabang yang terkenal dan termewah milik Delard.

"Oi!"

Gue tersentak sadar dari lamunan dengan tangan yang berada di dada. Hampir saja Aldo membuat gue mati jantungan! Sial..

"Jangan ngelamun. Gue lagi jelasin ini." ucap Aldo.

"Iya, lanjutin aja."

"Nah! Yang menariknya adalah beliau ga pernah memegang perusahaan di Perancis secara langsung. Ia hanya memberikan kewajiban itu ke orang kepercayaannya. Papa Alexa juga ga pernah datang atau melihat keadaan kantornya."

"Gadis itu pindah sekolah saat dia naik kelas 11. Sekolah sebelumnya itu Xalerius." lanjut Aldo.

Aneh. Batin gue, seolah ada yang janggal.

"Lho? Bukankah Xalerius itu satu yayasan sama kita? Pasti pendidikan disana bagus. Kenapa harus pindah?" gumam gue pelan.

Aldo menggebrak mejanya dengan kencang membuat gue berniat untuk membunuh Aldo saat ini juga.

"Nah itu! Itu aneh banget kan?"

"Dan lo tau, Bu Santi itu pindahan dari Xalerius. Aneh banget ga sih kalo keduanya kaya ga saling kenal gitu. Padahal menurut data yang gue dapet, Bu Santi itu seharusnya kenal sama Alexa."

Gue berdecak kesal, "Gue pikir apaan."

"Gini ya, Do. Bisa aja si Anak Nenek sihir itu ga hafal dengan nama guru-gurunya. Walau aneh, tapi coba sebutin keuntungan mereka pura-pura saling ga kenal?"

Aldo menggaruk kepalanya, "Yaa, gue juga ga tau." jawaban yang sangat tidak membantu.

"Dan soal kepindahan si Nenek sihir itu, bisa aja memang ditugaskan oleh pihak yayasan." lanjut gue.

Aldo kini yang bungkam. Tak tau harus menjawab apa.

•••

Alexa POV

Aku mendorong pintu berwarna putih itu pelan. Iris mataku mendapati seorang Pria yang saat ini berumur 52 tahun terduduk merenung di sofa. Matanya memperlihatkan bahwa ia kesepian.

Wajahnya terangkat dan menoleh kearahku, senyumnya ia munculkan. "Sini, Nak, sama Om."

"Om udah makan?" tanyaku sembari duduk disampingnya dan membuang tas ke sembarang arah.

Kali ini Om Leo tersenyum lebih lebar dengan tangan yang mengelus pucuk kepalaku. "Udah, Nak. Oh ya, kita jenguk mereka yuk? Udah lama ga jenguk."

Aku mengangguk.

•••

Tidak butuh waktu lama sampai di rumah sakit. Aku masuk terlebih dahulu dan Om akan nyusul karena harus memakirkan mobilnya di basement.

"Hai, Sus." sapaku terhadap Suster Nada, dia sangat ramah dan baik terhadapku.

"Iya mba Alexa." senyum ramahnya terukir diwajahnya.

"Sore, Pak." sapaku lagi pada kedua orang yang tengah berdiri didepan suatu kamar.

Keduanya mengangguk secara kompak, lalu mereka mengambil satu langkah kesamping membiarkanku lewat.

Ruangan yang bernuansa putih itu terlihat menenangkan. Seorang wanita tua tengah terbaring lemah disana bersama dengan infus dan selang yang memasuki tubuhnya.

"Alexa balik, Ma."

•••

Percayalah ada yang janggal disini 😶

Hai! Hai! Maaf ya bila dari 2 minggu yang lalu jadwal updatenya berantakan o(╥﹏╥)o

Untuk yg belum tau, minggu lalu aku masuk IGD karena sakit T^T

Sekali lagi Author mohon maaf bila jadwal updatenya jadi berantakan! Aku akan berusaha sebaik mungkin lagi!

Wuv yu! <3

Killer Queen vs Cold Queen [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang