28. Alasan dan Rasa

101 14 11
                                    

Dedaunan jatuh dari ranting pohonnya. Semilir angin berembus tenang, membuat suasana panas terselimuti dengan sejuknya angin.

Aku berada di luar rumah. Duduk di teras menikmati sejuknya hari. Aku berdiri kemudian berjalan ke arah taman bunga di rumahku. Memandang bunga-bunga yang sedang bermekaran lalu mengambil air untuk menyiram pot yang kering.

Di tengah asyiknya aktivitasku yang bisa dibilang berkebun? Aku mendengar suara motor yang tiba-tiba terparkir di depan rumah.

Aku segera menengok, mungkin saja Bang Doyoung pulang. Namun, ternyata bukan Bang Doyoung. Cowok itu berjalan mendekat ke arahku tanpa kuminta.

"Hai?" Sapanya saat sudah berada di depanku persis.

Aku menatapnya sekilas lalu membalikkan badan dan berusaha untuk sibuk dengan aktivitasku lagi.

"Vel? Ada aku di sini."

"..."

"Vel, ada orang kamu tau gak sih?"

"Tau. Terus mau apa?"

"Yaa diajak ngobrol kek?"

"Gak liat aku lagi apa?"

Dia diam. Tetapi dia selalu mengikuti arah langkahku.

"Mau dibantu?"

"Bisa sendiri."

"Vel kamu ngehindarin aku ya?"

"Kata siapa? Engga."

"Kamu ga natap aku dan kamu berasa gak mau ngobrol sama aku."

Aku berdecih. "Udah aku bilang, liat gak aku lagi apa? Harusnya tau fokusku bakal ke mana."

Renjun mengembuskan napasnya pelan. "Duduk dulu sini Vel, kita bicarain pelan-pelan."

Renjun menarik tanganku pelan, membawaku menuju ke arah bangku taman.

Setelah kami berdua duduk, keadaan hening. Bahkan Renjun juga sepertinya tidak berniat mengeluarkan topik obrolan.

Renjun menyampingkan tubuhnya sehingga pandangannya menjadi tertuju padaku.

Dia berdeham. "Mata kamu bengkak kenapa?"

Memang terlihat ya?

"Gak ada."

"Nangis?"

"Ga."

"Vel jangan bohong."

"Ya kalo nangis kenapa? Peduli?"

"Aku siapa kamu sih?"

Aku diam saja. Tidak, mungkin terkesan remeh dengan pertanyaan seperti itu.

"Berhak gak sih aku peduli?" Renjun menatapku sendu.

"Vel."

"Apa? Kalo gak ada apa-apa, mending kamu pulang. Aku sibuk."

Aku berdiri. Namun, yang namanya Renjun ya pantang menyerah. Tangannya menahan tanganku dan menarikku hingga aku kembali duduk dengan kasar. Sakit.

[✓] One Last Time Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang