Suasana kota saat ini sudah tidak terlalu segar lagi. Entah karena banyak pabrik atau karena banyaknya manusia yang membuat bumi ini sedikit ... kacau?
Hari ini, mungkin perasaanku sudah sedikit membaik, belum sepenuhnya.
Siang menjelang sore, aku berada di sebuah halte. Sekarang aku akan pergi dengan Jeno. Ah jangan berpikir yang tidak-tidak, aku hanya diminta untuk menemani dia.
Ketika sedang asyiknya melihat jalanan kota, motor Jeno tiba-tiba terparkir di depanku.
Dia tersenyum di balik helmnya, terlihat dari matanya yang seakan menghilang.
"Mata lo masih keliatan bengkak, Eve."
"Masa sih? Padahal udah gue tutup pake make up."
"Masih keliatan, menyedihkan banget muka lo."
"Ih lo mah!"
Jeno ketawa. "Bercanda, tapi serius keliatan banget ya enggak banget sih tapi keliatan tapi ya gitu deh."
"Apaan sih gajelas. Terus kenapa kalo keliatan? Lo malu bawa gue ya?"
Mata Jeno melotot. "Ya enggak lah. Lo cantik, malah lucu kalo kayak gitu."
"Dih tukang gombal, makanya susah cari cewek."
"Kok lo ngatain? Ngapain nyari cewe kalo ada lo."
"Jeno ..."
"Bercanda. Buruan naik."
Aku mengangguk kecil kemudian segera naik ke motornya, dan motor Jeno kemudian melesat menjauhi halte.
Jeno membawa motor dengan kecepatan sedang, katanya sedang membawaku jadi tidak ngebut. Terserah saja.
Sesampai di mall, kita langsung mencari-cari beberapa barang.
"Gue gak ngerti apa yang ibu-ibu suka."
"Hah?"
"Mamah gue mau ulangtahun, kira-kira kado apa? Tapi kayaknya mamah lagi pengen tas sih."
"Yaudah kadoin tas."
"Masalahnya mama gue udah banyak banget tasnya. Masa masih mau tas sih."
"Yaelah, Jen. Kan koleksi, kayak lo gak kebanyakan sepatu aja, terus masih pengen juga beli sepatu kan?"
Jeno menyengir. "Hehe iya sih. Yaudah deh tas aja daripada bingung."
Selesai membayar, kita berdua naik ke lantai atas. Kata Jeno sih laper.
"Makan ya."
"Gue bayar sendiri ya?" kataku.
"Apaan? Gak lah, gue. Kan gue yang ngajak."
"Engga deh Jen, kalo gitu gue gamau pesan."
"Gak boleh, nanti sakit. Nurut aja kenapa sih?"
"Nanti gue aduinㅡ""Iya terserah lo."
"Bagus putri," Jeno lalu menarik tanganku, menggandengnya.
Jeno ini menjadi berbeda setelah dia menunjukkan perasaannya saat itu. Sekarang dia menjadi lebih berani, tanpa meminta maaf atau izin jika harus skinship denganku.
Aku mengembuskan napas, memilih tempat duduk yang menurutku nyaman. Kemudian aku hanya melihat-lihat setiap sudut ruangan, tapi kenapa seperti ada orang yang tidak asing ya?
Namun, aku tidak mau berpikir terlalu jauh, dan Jeno juga sudah duduk di depanku.
"Eve diem aja?"
Aku ketawa singkat, "ya terus ngapain? Kan lo lagi mesen makan, masa gue ngomong sendiri?"

KAMU SEDANG MEMBACA
[✓] One Last Time
Fanfictionrenjun × oc Kala berbicara tentang rasa, sebuah kata singkat yang memiliki beragam makna. Pada cerita ini menceritakan tentang Renjun yang diumpamakan sebagai sang langit dan Evelyn sebagai sang matahari. Bagaimana jika langit ternyata ingin selalu...