21. Obat Penawar Rindu

187 30 9
                                    

Cahaya matahari menelisik memasuki celah jendela kamarku. Dinginnya udara malam kini tergantikan dengan balutan sinar matahari pagi.

Aku sudah terbangun sejak seseorang meneleponku.

Orang itu ... Renjun.

Di hari libur ini, Renjun memintaku untuk datang ke rumahnya. Aku hanya mengiyakan pesannya. Karena menurutku kami juga perlu komunikasi. Berlari dari masalah itu tindakan yang kurang tepat bukan?

Dan merasakan seolah-olah tidak terjadi apa-apa mungkin akan menjadi jalanku saat ini.

Bersiap-siap selama satu setengah jam, akhirnya selesai juga.

Aku melihat pantulan diriku di cermin, sepertinya sudah sempurna.

Lengkungan bibirku naik, langkah pelan menuju ke arah kamar Bang Doyoung. Semoga saja dia mau mengantarku.

"Bang, sibuk gak?"

"Bilang aja suruh ngapain,"

"Hehe,"

"Apaan hehe? Gak jelas mending keluar,"

"Eh? Anterin dong,"

Bang Doyoung menatap ke arahku malas, "Ke mana?"

"Rumah Renjun,"

"Biasanya dijemput," Bang Doyoung kemudian beralih menatap ke arah ponselnya lagi.

"Renjunnya lagi sakit, kalo enggak juga ngapain minta tolong sama Abang galak,"

Dengan cepat Bang Doyoung menatap tepat ke manik mataku, "Cowomu lebih galak,"

"Ck, jadi bisa nganterin gak nih?"

"Enggak,"

"Yah Bang, kok gitu sih?"

Bang Doyoung tetap menetapkan matanya di manik mataku. "Lo mintanya ga baik-baik sih,"

Aku melongo, "Apaan? Udah sopan loh cara gue,"

"Lo pake ngatain gue galak,"

"Kan fakta?"

Bang Doyoung kini beralih melirikku sinis, "Sini coba, gue masukin tuh mulut pake kaos kaki gue yang belum dicuci dua minggu,"

Dua minggu????

"Woi jorok!" Aku terkejut kemudian menutup mulutku menggunakan tangan, jaga-jaga saat aku melongo Bang Doyoung benar-benar memasukkan kaos kaki itu ke dalam mulutku.

"Udah sana lo pergi deh. Naik ojol kan ada, udah gede gausah manja,"

"Bang,"

"Sekali lagi ngerengek gak Abang bolehin pergi sekalian,"

"Eh jangan dong,"
"Yaudah Elyn keluar dulu,"

"Hm," kemudian dia terfokus lagi dengan acara menonton sinetron.

Tumben sekali dia mau menonton sinetron, padahal biasanya dia sangat anti dengan sinetron, lebih tepatnya selalu memaki.

Jilat ludah sendiri memang sangat nikmat.

Tanpa sepengetahuan Bang Doyoung, aku memberikan sebuah pelototan padanya.

Berjalan sedikit cepat ke arah pintu, bersamaan dengan suara telepon yang terdengar dari ponselku.

"Halo, Vel,"

"Ya?"

"Udah mau ke sini?"

[✓] One Last Time Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang