30. One Last Time

165 18 10
                                    

Mentari sudah menyembunyikan wajahnya. Langit menggelap ditemani dengan warna-warna cahaya lampu yang beragam. Lampu-lampu itu dibuat sekreatif mungkin sebagai ajang kemeriahan perayaan malam ini.

Hari ini, aku dan Renjun menghabiskan waktu bersama. Tentu saja, kita bersenang-senang hari ini.

Renjun terlihat ceria sedari tadi, sama halnya dengan aku, hanya saja ada perasaan tidak enak di lubuk hatiku.

"Vel."

"Iya?"

"Mau naik itu ga?" Renjun menunjuk bianglala.

"Takut ah."

"Kan sama aku?"

Oke, buat kenangan sebanyak-banyaknya, right?

"Oke, tapi kamu duduk di samping aku ya?"

"Iyaaa." Renjun mencubit pipiku kemudian dia mengelus kepalaku.

Renjun menarik aku ke sana cepat. Sampai kami sudah berdiri tepat di depan bianglala, Renjun memegangi tanganku untuk naik.

Seperti permintaanku, Renjun duduk tepat di sampingku.

Bianglala mulai memutar, kami mulai berada di atas. Ah indah juga ya, apalagi dengan orang yang selama ini mengisi hari.

"Ternyata pemandangan kota kita kalo diliat dari atas bagus juga ya Vel?"

Aku mengangguk. Jangan lupakan tangan Renjun masih menggenggam tanganku.

"Iya. Soalnya malem-malem banyak lampu-lampu menyala yang dibuat semenarik mungkin oleh manusia. Apalagi sekarang lagi ada perayaan, ya jelas keliatan indah banget lah."

Renjun senyum. "Tapi point-nya bukan itu."

Aku mengerutkan keningku. "Lalu?"

"Point terpenting adalah dengan siapa kita menikmati sebuah panorama malam yang indah."

Sebuah kalimat sederhana tersebut mampu membuat bibirku melengkung naik. Renjun memang bisa membuat suasana tiba-tiba berubah begitu saja.

"Kalo aku pindah duduk disitu boleh gak?" tanyanya.

"Enggak, gak boleh."

"Kenapa sih? Lagian gak kayak rollercoaster juga."

"Gak mau aja ih takut, ini makin tinggi jugaan."

"Aku mau liat suasana kota kita dari sudut pandang yang lain." Dia menjeda kalimatnya, lalu. "Sama mau liat kamu."

"Hah?"

Renjun ketawa kecil. "Soalnya objek yang indah akan lebih menyenangkan jika dilihat dari depan bukan dari samping. Maka dari itu aku mau pindah tempat duduk, biar enak juga liatin kamunya."

Aku menoleh ke arah Renjun dengan mataku yang melotot. Bisa-bisanya.

Namun, Renjun malah menatapku. Dia seakan mengunci pandanganku dari mana pun.

Tanpa sadar, sudut bibirku tiba-tiba terangkat dengan tatapan mautnya.

Renjun senyum, dia tidak jadi pindah tempat duduk. Kini tangannya dia letakkan di kedua pundakku.

"Vel." Dia mengembuskan napasnya pelan. "Rasanya ada di samping kamu tuh tenang. Rasanya jadi seseorang yang menempati tempat terindah di hati kamu tuhㅡ" dia terkekeh, kemudian melanjutkan ucapannya, "Pokonya seneng deh. Bersyukur kalo aku bisa jadi orang yang mampu masuk ke dalam dunia rasamu, dan jadi rumah buat kamu."

Renjun senyum. "Nggak kerasa kita udah jalan lama ya. Aku harap semua ini akan terus bertahan lama sampai tua, sampai kita punya hubungan terikat janji yang pasti."

[✓] One Last Time Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang