[7]

2.4K 173 1
                                    

______________________________________

HAPPY READING
JANGAN LUPA TOMBOL ☆ NYA
______________________________________


🌻🌻🌻


Seorang laki-laki berperawakan tinggi memakai pakaian serba hitam dengan tas dari brand ternama yang tersandang di bahunya menggeret sebuah koper di tengah keramaian bandara.

“Ka, udah nelfon panitianya belum? Kita dijemputkan?” tanya Dimas dengan logat jawanya yang kental.

Raka hanya bergumam menjawab pertanyaan Dimas.

“udah stay di bandara mereka?” tanya Bayu yang lagi-lagi dibalas gumaman oleh Raka.

Ketiga lelaki itu menggeret koper mereka menuju pintu keluar kedatangan domestik. Ketiganya memperhatikan orang-orang yang berdiri di balik pembatas, mencari keberadaan panitia yang menjemput mereka. Dirasa tidak ada, ketiganya beranjak menuju bagian luar pintu kedatangan.

“Ka, aku sama Dimas beli minum dulu ya. Kamu ikut enggak?” Bayu bertanya pada Raka.

“Enggak deh, kalian berdua aja” Dimas dan Bayu mengacungkan jempol mereka ke arah Raka.

“espresso satu ya!” seru Raka saat Dimas dan Bayu mulai menjauh. Raka hanya bisa tertawa melihat reaksi keduanya yang merasa kesal terhadap Raka.

Raka memperhatikan ke sekelilingnya. Sudah lama rasanya dia tidak menginjakkan kaki lagi di kota ini. Kota kelahirannya. Kota yang penuh dengan kenangan. Kota yang menjadi saksi bisu atas kebodohannya di masa lalu.

Raka memperhatikan orang-orang yang ada di bandara. Mencari keberadaan panitia yang datang menjemput dia dan timnya. Kedua matanya menangkap bayangan seorang wanita yang sedang memainkan ponsel, seperti sedang memfoto keadaan sekitar. Raka tersenyum tipis saat dia dapat melihat dengan jelas wajah wanita itu.

Itu benar kamu ternyata

Raka datang ke kota kelahirannya ini untuk mengikuti sebuah kompetisi yang diselenggarakan oleh salah satu organisasi kampus yang ada di kota ini. Raka tidak menyangka, gadis itu merupakan salah satu panitianya. Dia tau saat ada kontak gadis itu di grup sepuluh tim terbaik BPC.

Raka berjalan perlahan menuju gadis itu, masih sambil memperhatikan hal yang dilakukannya. Dia berhenti tepat di hadapannya. Dia adalah Rara, mantan pacar Raka saat masih SMA.

Raka mengamati Rara yang memainkan ponselnya penuh minat. Membandingkannya dengan Rara yang dulu. Tidak ada yang berubah menurutnya, semuanya masih sama. Hanya saja, kini rambutnya menjadi lebih pendek.

Rara mengangkat kepala, matanya perlahan membesar dan tubuhnya refleks mundur ke belakang. Raka melihat itu semua. Reaksi keterkejutan Rara saat melihat dirinya.

“Hai, Ra”

Raka memberanikan diri menyapa Rara. Dilihatnya Rara yang seperti salah tingkah. Bingung harus bereaksi apa terhadap sapaannya.

“Hai, Ka”

Rara membalasnya dengan pelan, sangat pelan hingga Raka hanya samar-samar mendengarnya. Sebagian hati Raka mengembang, merasa bahagia saat mendengar lagi suara Rara. Suara yang selalu menemaninya setiap hari. Suara yang selalu menjadi pembuka dan penutup harinya. Kini, akhirnya dia bisa mendengar lagi suara itu.

“kamu baik?” Raka memberanikan dirinya lagi untuk bertanya pada Rara.

Rara menanggapi pertanyaan Raka dengan anggukan. Dia melihat ke sembarang arah, mencoba untuk tidak bertatapan langsung dengan Raka. Raka tau, Rara menghindarinya. Tidak ingin berkontak langsung dengan dirinya.

Di kejauhan Rara melihat Leo keluar dari toilet bandara. Dia langsung mengubah posisinya menjadi berdiri sedikit di belakang Leo. Menunjukkan ketidakinginannya untuk melihat Raka secara langsung.

Raka merasakan penolakan itu. Penolakan Rara terhadap kehadiran dirinya. Sebagian hatinya mendadak terluka mendapati kenyataan tersebut. Raka mengerti jika reaksi Rara akan seperti ini saat bertemu dengannya. Raka tahu itu. Bahkan Raka sudah mempersiapkan diri jika reaksi Rara lebih ekstrem dari yang sekarang. Dia sadar akan hal itu. Namun, tetap saja sebagian hatinya merasa tidak terima. Egonya menginginkan Rara merindukan kehadirannya. Tapi, apa boleh buat, dia sendiri yang membuat hal ini terjadi.

Raka berkenalan dengan laki-laki yang menjadi tameng Rara. Namanya Leo, ketua acara kompetisi yang diikuti timnya. Raka langsung mengatakan jika dia sudah mengenal Rara sebelumnya, saat Leo ingin memperkenalkan dirinya dengan Rara.

Belum sempat mengatakan hubungan antara dirinya dan Rara, Rara buru-beru menyela, mengatakan kalau mereka hanya sebatas teman SMA. Raka sedikit tertohok mendengar Rara yang mengatakan demikian. Sebatas itukah kini Rara menganggap dirinya. Raka tertawa miris dalam hati.

Dimas dan Bayu yang baru selesai membeli minuman, datang menghampiri ketiganya.  Mereka pun berkenalan dengan Rara dan Leo. Merasa cukup, mereka memutuskan untuk melanjutkan perjalanan menuju homestay.

Selama perjalanan Raka memperhatikan Rara dari pantulan kaca mobil. Dia tidak banyak bicara. Padahal Raka tahu, Rara orang yang cerewet, dulu, saat mereka masih pacaran. Tiba-tiba potongan-potongan kenangan antara dirinya dan Rara muncul begitu saja di pikirannya. Sulit baginya untuk melupakan memori itu.

Saat sampai di homestay pun Rara benar-benar menghindari setiap kontak mata dengan Raka. Dia akan pura-pura melakukan sesuatu yang lain demi menghindari Raka. Raka tidak bisa memaksa. Dia hanya bisa memaklumi Rara.

Setengah jam kemudian Raka bersama peserta yang lain mengikuti techinal meeting di rooftop homestay. Dia, Dimas, dan Bayu memutuskan untuk duduk di sudut belakang rooftop. Raka memperhatikan Rara yang begitu sibuk bergerak ke sana kemari mempersiapkan technical meeting ini. Terlihat dia memberikan tumpukan kertas pada rekan panitianya. Lalu berbincang-bincang dengan sekelompok panitia di ujung depan rooftop.

Raka memperhatikan itu semua. Tidak ingin melewatkan sedikit pun kesempatan untuk melihat Rara. Dia tidak ingin menyia-nyiakan kesempatan ini. Kalau bukan karena tim nya masuk sepuluh tim terbaik, mungkin dia tidak akan pernah lagi bertemu dengan Rara.
Raka terseyum memperhatikan Rara yang menjadi pimpinan technical meeting. Seperti Rara yang dikenalnya. Penuh semangat dan selalu membuat orang di sekitarnya terhibur. Raka senang saat mengetahui Rara baik-baik saja. Dulu dia sempat takut kalau Rara akan melakukan hal yang macam-macam saat putus dengannya. Lagi-lagi Raka tertawa miris.

Emang segitu pentingnya kamu Raka

Raka tersenyun miring menertawakan dirinya sendiri.

***

Uhuhu Raka disini, ada yang masih penasaran sama Raka?

Jangan lupa vote nya ya, terima kasih 💜

Next, Bagian Lima [B]

Ruang RinduTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang