Trait pt.2

2.9K 401 7
                                    

"Duh, capek ya, kak?"


...


"Itu keringatnya segede jagung gitu."


...


"Mana aku gabawa handuk lagi."


...


"Dilap pakai tangan aku mau?"


...


"Eh, jangan deh. Tanganku kotor habis bantuin Jeno angkat buku ke perpus."


...


"Gausah dilap, deh ya. Toh kakak tetep keliatan ganteng mau diapain juga."


...


"Ini, minum air dulu biar balik semangat lagi."


...


"Aku sendiri lho yang beli, ga minta beliin Jen—"


Ten yang sudah tak tahan melihat pembicaraan satu pihak itu langsung menyela. "Hei, bocah."


Haechan menoleh. Melirik Ten yang balik menatapnya malas.


"Itu botol kosong didepanmu siapa yang barusan minum? Setan?"


Sontak suara tawa memenuhi meja tempat mereka duduk.


Memang benar sih, Mark sudah menegak habis air minum segera setelah tim basket mereka mencapai kantin. Tapi Haechan sudah terlanjur membeli air juga untuknya.


Masa dibuang, sih? Kan sayang.


"Lagipula kau tak bosan apa?" Ten bertanya dengan tangan menopang dagu.


Well, dia sungguhan penasaran. Baru kali ini dilihatnya ada yang mendekati Mark sampai segitunya.


Dia tahu banyak memang yang naksir adik kelasnya itu. Secara ketua OSIS, anak basket, tampan pula. Siapa yang tak mau 'kan?


Tapi ya hanya itu, sebatas naksir.


Bukan yang beneran mengejar seperti bocah ini.


"Bosan kenapa, kak?"


"Jelas-jelas dia tak mau bicara padamu." Ten menunjuk Mark yang masih diam duduk disebelahnya.


Lantas Haechan menyeringai. Lucu, seperti anak kecil.


"Gampang, tinggal kubuat kak Mark mau bicara padaku."


Keras kepala sekali.


Dan setelahnya Ten tak bisa menahan tawa. Gemas.


Diacaknya rambut bocah itu sembari bergumam, "semangat, deh." Mengabaikan teriakan Haechan karena tatanan rambutnya jadi rusak karenanya.


"He reminds me of you."


Johnny, yang paling tinggi diantara mereka berucap sembari menatap Haechan dan Ten bergantian.


Iya, sih. Ten sadar akan hal itu.


Cara mata bulat Haechan menatap Mark, seolah ada kumpulan bintang disana. Mengingatkannya pada dirinya sendiri.


Maybe that's why I don't want him to stop.


Karena dulu dia juga yang ngotot mengejar Johnny.


Bedanya, Johnny sangat ramah pada siapapun. Hampir satu sekolah mau berteman dengannya karena sifatnya yang begitu terbuka.


Bukan tipe cowok cuek macam Mark.


Baru saja Ten ingin bicara pada adik kelasnya itu agar jangan terlalu keras pada Haechan, kursi di sebelahnya lebih dulu bergerak, bersamaan sang ketua OSIS yang mulai melangkah meninggalkan kantin.


"Loh, kakak sudah mau pergi? Mau balik ke kelas? Atau ke ruang OSIS? Aku temani, ya."


Dan seperti sudah diduga, tak ada balasan apapun dari Mark.


Membuat Jaehyun—yang sedari tadi diam pun ikutan menghela napas. "Mau sampai kapan dia begitu?"


Kasihan sebenarnya. Tapi bocah itu sendiri yang memutuskan untuk mengikuti Mark layaknya anak anjing.


Johnny hanya tersenyum. "Entahlah, tapi kupikir Haechan mungkin bisa berhasil."


"Karena Mark membiarkannya begitu saja?" Jaehyun bertanya dengan satu alis terangkat.


Ten mendengus geli. "Karena bocah itu bisa sangat keras kepala."

My SunshineTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang