Chaperone pt.8

3.2K 460 6
                                    

Sebelum Haechan sempat membuka mulut, terdengar gedoran keras pada pintu hingga mengalihkan atensi pak tua. Hanya sesaat, tapi memberi cukup waktu bagi Mark untuk melemparkan sesuatu ke arah penculik yang berada diujung ruangan.


Haechan tak tahu apa yang pemuda itu lemparkan, yang pasti sukses mengenai paha kanannya hingga jatuh tersungkur. Erang kesakitan terdengar memenuhi ruangan, dan tahu-tahu orang itu tak lagi bergerak.


Dude, how is that even possible?


Sedetik setelahnya, pintu berhasil dibuka dan puluhan orang berseragam lengkap menyergap masuk dengan membawa senjata serta alat pelindung. Haechan hanya berharap kalau orang-orang itu berada di pihaknya.


Menyadari telah terkepung, pak tua itu hendak meraih pistol yang berada di saku belakangnya. Tapi lagi-lagi, Mark jauh lebih cepat. Dia menerjang dari belakang, mencengkeram lengan dan leher si bajingan, lalu membantingnya ke lantai. Kedengarannya seperti batu menabrak marmer hingga pecah.


Ouch, that looks like its gonna be hurt.


Haechan meringis. Apalagi melihat darah mengalir dari hidung dan mulut si pak tua. Lalu pandangannya beralih pada Mark yang masih berdiri diam. Matanya menelisik Haechan, entah apa yang ia cari.


Atau mungkin dia sedang memastikan kondisiku, like always.


"Haechan!"


Dilihatnya Wendy—dengan kondisi berantakan, berlari ke arahnya dan memeluk kepalanya erat. Tangan dan kakinya sudah terbebas dari ikatan, tapi masih terasa kaku. Jadi dia memutuskan untuk duduk sementara sepupunya mulai meracau tak jelas.


"What am I suppose to tell your dad? You mom? God! They're gonna kill me for sure!"


Haechan menghela napas. "They won't kill you, dumbass."


"Wait, were you crying?" Wajah Wendy seketika panik. "Mana yang sakit, katakan pada—"


"Cerewet." Haechan sungguh lelah. Yang dia inginkan sekarang hanya tidur diatas kasur empuk, selama mungkin tanpa gangguan siapapun.


Keadaan di dalam sini sangat bising, dan yang membuat kesal adalah fakta bahwa Mark masih diam berdiri didepannya. Tidakkah seharusnya dia menjelaskan banyak hal pada Haechan?


Well, not now.

Okay, not now.


Haechan pasrah. "Mark, kakiku sakit. Tanganku sakit. Kepalaku sakit."


Dia seratus persen sadar kalau nadanya benar-benar menjengkelkan. Seperti balita dan tidak ada imut-imutnya sama sekali. Wendy bahkan sampai mengernyit heran.


Tapi biarlah, toh Mark hanya mengangguk lalu menawarkan punggungnya untuk Haechan naiki.


Seperti yang sudah ia duga, Mark bersedia menggendongnya tanpa peduli kalau seluruh mata di ruangan itu tengah menatap mereka.


Jadi benar, dia kasihan melihatku menangis barusan. Huh, memalukan!


Haechan lantas mengeratkan pegangan pada leher Mark, hingga kepalanya berada di lekuk leher pemuda yang lebih tua. Bau darah seketika memenuhi rongga hidungnya. Mungkin darah Mark, atau tercampur dengan darah para penculik itu, he's not sure.


Tapi yang paling menarik perhatian Haechan adalah hangat yang menguar dari tubuh pemuda itu. Apalagi jelas dilihatnya kalau ujung telinga Mark semerah tomat sekarang.


Huh?

Weird.

My SunshineTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang