Mark menyusuri lorong menuju ruang OSIS dengan langkah tertahan. Pikirannya terlalu penuh dengan asumsi yang tak masuk akal.
So, what?
He has every right to meet anyone.
Even Vernon.
Iya, kan? Anak itu bebas mau bertemu dengan siapapun.
Tak ada urusan juga denganku.
Then why does it bother me this much?
Mungkin benar kata Renjun. Memang sudah gila.
Berbelok di ujung lorong, tubuhnya hampir menabrak satu sosok yang tiba-tiba muncul dari arah berlawanan. Karena kaget, handphone yang dibawanya meluncur jatuh begitu saja. Beruntung Mark punya gerak refleks diambang batas orang normal. Handphone itu berhasil selamat dari lantai marmer sekolah.
Begitu mendongak, Mark disuguhi suara pekikan yang sedari tadi dicarinya.
"Kak Mark!"
Entah harus senang atau makin kesal.
Tentu saja, bocah ini lagi.
Haechan, dengan senyum lebar balik menatap Mark yang kini terpaku ditempat. Sempat heran karena Mark yang biasanya akan langsung melipir tanpa mau melihatnya.
Boro-boro melihat, melirik saja ogah.
Lalu kenapa Ketua OSIS kita tercinta ini justru terlihat seolah ingin bicara pada Haechan?
Well, Mark juga bingung.
Ini kali pertama dia benar-benar mengamati wajah adik kelasnya itu. His eyes, his nose, his cheeks, even his lips. Tak ada yang luput dari pandangan Mark.
Dia punya wajah yang menarik. Pantas jika Vernon menyukainya.
Mendadak, satu perasaan asing menelusup di benak Mark. Rasanya seperti dia tak suka atas pemikirannya sendiri. Aneh.
Haechan sendiri tak ambil pusing. Mulutnya masih berujar meski tak ada balasan apapun dari lawan bicaranya.
"Kakak sudah selesai latihan?"
...
"Sepertinya sudah. Ah, aku telat, ya?"
...
"Padahal kupikir masih bisa ikut menyemangati di detik akhir."
KAMU SEDANG MEMBACA
My Sunshine
RomanceWhat should I do then, sunshine? [SHORTFIC COLLECTION] Start 11/01/2020 End 20/06/2020 #7 Markchan