Saat Narendra dan Ravenna keluar dari lingkungan sekolah, terlihat tiga pemuda yang mengintimidasi Narendra dan Ravenna.
"Ravenna," gumamnya.
"Mantan lu Ren? Yang dulu?" sahut Baron.
Rendy menatap Baron sekilas, "Iya, tapi kenapa dia bisa sama Narendra? Apa mereka punya hubungan?"
"Ya gue mana tau lah Bambang!" ucap Baron.
"Kejar mereka." celetuk Rendy, lalu dia menstater motornya.
"Jangan sampe nih anak bikin ulah." Batin Baron.
Sepanjang perjalanan Narendra merasakan aneh pada dirinya sendiri, mereka tidak saling berbicara sedikitpun.
Mungkin diantara mereka sungkan untuk memulai pertanyaan awal. Dan, "ehem!" Narendra berdehem.
Ravenna pun tetap diam tidak membalas, dia sangat kesal hari ini, demi apapun Ravenna malu, karena pernyataan Narendra yang memaksanya untuk menjadikan dia pacar dan disaksikan oleh banyak orang.
Tiba-tiba saja Narendra mengerem motornya mendadak, "Aww..." gumam Ravenna dan memegang jidatnya.
"Lu bisa ngendarain motor kagak sih, sakit nih pala gua! Mana kagak ada akhlaq juga yang punya helm." gerutu Ravenna yang masih fokus mengusap-usap jidatnya.
"Rendy." gumam Narendra.
"Gausah basa-basi," balas Rendy dan turun dari motor gedenya.
"Kenapa Ravenna bisa sama lu." sambungnya.
Ravenna pun yang merasa dirinya disebut lalu menengok kearah Rendy, "Rendy." batin Ravenna.
"Naren, perut gua mules. Ayo cepetan balik, udah dipucuk." alibi Ravenna.
"Yaudah, sabar Rav." sahut Narendra, lalu melajukan motornya tanpa mempedulikan Rendy.
"Sial." batin Rendy.
"Emang lu bisa ngelewatin gua? Sini turun, lama kan ga pernah ketemu." sergah Rendy.
"Nampaknya gua kagak kenal lo." balas Narendra santai.
"Lo kalo masih ngomong gua turun nih, gue udah pengen eeq udah sampai pucuk ini kampret." bisik Ravenna ke Narendra.
Tak menunggu lama, Narendra lalu memutar motornya searah 90°, dan meninggalkan Rendy Cs.
"Kok si curut bisa kenal Rendy ya?" batin Ravenna.
"Jangan mikir aneh-aneh." ucap Narendra tiba-tiba.
Ravenna terdiam tidak menjawab apa yang dilontarkan oleh Narendra.
"Bar-bar sangat otaknya, bisa gitu ya kek baca pikiran gua." batin Ravenna.
"Lo kemana-mana tetep sama gua. Ga ada penolakan." lanjutnya.
Ravenna memilih diam tidak menjawab.
Motor Narendra berhenti tepat dirumah Ravenna, Ravenna pun segera turun. Tanpa basi-basi ia segera masuk kedalam rumah.
Demi apapun, rasanya hari ini dia sanagt lelah, belum lagi dia bertemu dengan Rendy, dan ternyata Rendy mengenal Narendra.
Narendra pun, yang melihat Ravenna yang turun dari motornya bersikap biasa saja, dan ia pasti tahu jika Ravenna nantinya bertanya-tanya siapa itu Rendy.
Tanpa berpikir panjang, Narendra segera pergi dari rumah Ravenna.
●●●●●
"Darimana Rendy bisa kenal Ravenna?" ucap Narendra.
"Apa mereka punya masalalu dulu? Dan, Ravenna juga tadi bilang pengen eeq itu cuma alasan dia apa emang pengen eeq beneran ya." sambungnya.
"Lo mending cari tahu, tanya Ravenna apa dia kenal Rendy. Daripada lo yang nyari tahu sendiri tentang mereka jadi salah paham." sambungnya.
"Bang Jevan." panggil Narendra.
"Sejak kapan disitu?" sambung Narendra.
"Gausah ngalihin pembicaraan. Lo udah gede, harus bisa ngerti sama keadaan sekarang." balas Jevan, berlalu meninggalkan Narendra.
Narendra terdiam kaku. Mencerna beberapa kata yang dilontarkan oleh Kakaknya itu.
"Gue masih sekolah udah mikir cinta-cintaan, semenjak deket juga sama Ravenna, jiwa ke fuckboy an gue menghilang, apalagi julukan itu udah ngga ada di gua."
"Sekola dulu yang gue nomer satu in, baru Ravenna. Harus laki banget dong gue ini sekarang," ucap Narenda pada dirinya sendiri, dan menghadap ke kaca besar yang berada didalam kamarnya.
"Diwaktu yang tepat nanti, gue tanya Ravenna aja. Kalo saat kek gini, bisa-bisa Ravenna diam membisu." lanjutnya lagi.
Narendra mengambil handphone yang berada dinakas, ia mengetik sesuatu dilayar yang menyala.
Lalu dia bersiap untuk pergi keluar.
________________________________________________________________________
___________________________________________Malam sebelum tidur biasanya menjadi momen untuk mengingat segala hal yang telah kita lakukan sepanjang hari.
Baik saat berada disekolah, saat bekerja, atau rentetan aktivitas lainnya. Suasana malam yang sunyi dan gelap membuat kita bisa sejenak melakukan introspeksi diri atau merenung.
Begitupun yang dirasakan oleh Ravenna, diam, sambil memikirkan kejadian tadi sore saat ia pulang sekolah.
"Huh..." Ravenna menghela nafas gusar.
"Rendy, kenapa harus ketemu lagi. Gue gak mau nantinya apa yang pernah gue alamin dulu kembali keingat."
"Narendra, dia juga hari ini nyebelin. Lama-lama gila gue. Kenal baru berapa bulan udah berani-beraninya malu-maluin gua."
"Dan, Rendy, Narendra. Apa mereka saling kenal? Dan apa si sebenernya yang terjadi. Anjir, kampret emang, ngapain gua mikir mereka si. Apa gue nanya Devan ya, hubungan mereka. Ah... malas gue, ntar Devan malah emosi."
"Tapi dulu, seingat gue samar-samar gue ngeliat Rendy. Bener gak sih, hah. Otak gue kumat dah lemotnya." Lanjutnya.
Ravenna memijit kepalanya, entah sepertinya akan ada permasalahan baru dihidupnya apa tidak.
Ravenna memutuskan untuk memejamkan matanya, sungguh dia benar-benar pusing mengingat kejadian selepas pulang sekolah.
Hallo para pembaca cerita aku...
Semoga kalian selalu sehat yaa...
Apalagi dalam kondisi sekarang
●
●
●
●Maaf baru bisa publish, setelah berbulan-bulan tidak publish cerita.
Soalnya bener-bener sibuk di real.
Semoga kalian makin suka yaa sama cerita Narendra.
Nantinya bakal bikin gregetan deh..
🌸🌸🌸🌸🌸
KAMU SEDANG MEMBACA
NARENDRA
Teen Fiction"Lo harus jadi pacar gue," ucap Narendra. "Lo lagi lo lagi, Narendra. Dan lo nyuruh gue jadi pacar lo? Haha... jangan mimpi," ledek Ravenna. "Jaga ucapan lo. Lo harus jadi pacar gue," balas Narendra. "Gak. Gue gak mau," celetuk Ravenna. "Yaudah, kal...