[ 6 ] His Secret

71 39 6
                                    

Sekali lagi aku mengecek jam yang bertengger di dinding. pukul tiga sore lebih tiga puluh menit, masih terlalu dini untuk kerja kelompok di rumahnya Nauval yang jaraknya bisa kutempuh dalam beberapa detik. Tapi sangat membosankan di rumah, aku bahkan menghabiskan dua putaran vidio klip terbaru milik harry styles yang berjudul Falling, membuatku ikut megap-megap sendiri melihat abang ganteng dengan rambut keriting yang bernyanyi seraya tenggelam di dalam air.

Uh bosan! Aku merapikan celana kulot sepanjang tumit dan sweater turtleneck warna merah muda terbuat dari cashmere yang sedikit tidak rapi karena kugunakan untuk rebahan di sofa tadi. Baiklah, lebih baik aku berangkat sekarang, mungkin Lusi yang biasanya rajin itu akan datang lebih awal.

Sambil bersiul ringan aku keluar rumah, mama mungkin sedang menikmati tidur sorenya saat ini. ia hanya berpesan padaku untuk mengunci pagar saat keluar nanti. Sampai di rumah Nauval, aku tak melihat motor milik Fajar atau milik David yang bertengger di sana. Kelihatannya mereka belum datang sih, masa aku balik lagi ke rumah? Tanggung banget sudah sampai sini.

"Nyari Den Nauval ya non?"

"Iya, bik," ucapku seadaanya. Kepalang tanggung yaudah masuk aja lah.

"Ada di dalem, masuk Non," ujar beliau sambil membukakan pagar rumah dan kubalas dengan senyum tipis. Aku melangkahkan kakiku memasuki rumah Nauval. Interiornya tak banyak yang berubah, masih sama seperti dulu. Sofa panjang berwarna daun musim gugur dan dua single sofa yang diletakkan saling berhadapan dengan meja persegi panjang berwarna hitam. Klasik seperti selera orang kebanyakan. Didepannya terdapat sebuah almari kaca yang cukup besar berisi souvenir-souvenir yang terbuat dari kaca dan banyak sekali porselen

Koleksi porselen yang berbentuk teko mini dengan hiasan sulur-suluran terlihat dominan, piring porselen berhiaskan bunga-bunga juga burung merak diletakkan berdiri dan saling berjejer dan yang paling menarik perhatianku adalah sebuah porselen mini berbentuk burung hantu dengan mata belo berwarna coklat madu yang terlihat seperti aslinya. Badannya berwarna putih tentu saja, dengan beberapa aksen berwarna navy di bagian kepala. Sangat lucu.

Aku melangkahkan kakiku untuk memasuki bagian lebih dalam rumahnya, si pemilik rumah tak kunjung keluar setelah berkali-kali kupanggil. kupikir yang sekarang kulewati bukan lagi ruang tamu, warna catnya terlihat beda dari ruangan sebelumnya yang berwarna cream. Sejurus kemudian mataku terpaku melihat Tante Ranti yang sedang bersantai sambil melihat tayangan televisi. bukan, bukan itu masalahnya yang membuatku sedikit membuka bibir tak percaya, bahkan kuucek mataku berkali-kali memastikan bahwa yang kulihat saat ini benar. Tapi, seorang pria jakun yang bermanja-manja di pahanya, memayunkan bibir lucu sambil memainkan boneka babi pink yang cukup besar.

Astaga!!!

"Nauval?" Tanyaku dalam hati, namun entah mengapa malah keluar dari mulutku dan membuat sang empu pemilik nama menoleh kaget. Matanya melotot maksimal, mungkin terkejut karena melihatku yang berdiri mematung sambil melongo. Langsung saja ia bangkit dari acara tidur-tidurannya. Ah, atau mungkin bermanja-manjanya kemudian berderap mendekatiku yang masih diam ditempat, terpaku tak percaya.

"Ngapain lo disini?" Tanyanya sinis sambil menarik lenganku menuji ruang tamu. Aku bisa melihat rona menghiasi kedua pipinya yang putih bersih itu, meskipun kesan sinis lebih kental yang menghiasi. Ah gemesss!

Aku buru-buru menggelengkan kepalaku pelan, "lo gak tau? tugas Bahasa Indonesia Kita sekelompok dan Fajar bilang ngerjainnya di rumah lo?"

"Ha?" Tanyanya dengan dahi berlipat dalam. Ah aku pikir terjadi kesalahpahaman saat ini. Kemudian dia mengambil handphonenya di saku, mengetikkan entah sesuatu apa disana kemudian menempelkan ponselnya pada telinga

"Halo, mak---,"

"Oi, bentar gue otw nih sabar."

"Siapa yang nyur--."

Vanilla BoyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang