[ 11 ] Sisi Lain Pangeran Kegelapan

51 27 0
                                    

Aku mengutuk seseorang yang menyiramkan minuman jeruk miliknya yang mengenai bagian depan seragam ku yang saat ini basah. Bahkan, hampir mencetak sesuatu yang berada di dalamnya. Buru-buru aku membersihkan bulirnya menggunakan tangan dan semaksimal mungkin menutupnya menggunakan telapak tangan.

"Upss, sorry kak." Aku menengadah, menemukan adik kelas yang seingatku beberapa hari yang lalu menyatakan cintanya kepada Nauval di depan banyak orang. Aku melihat senyum licik yang tersembunyi dibalik parasnya yang ayu itu.

"Punya mata gak lo," bentak David jengkel. Dia yang tidak mengalaminya saja jadi kesal sendiri. Apalagi aku yang berdiri disini dan menjadi sorotan.

"Ih biasa aja dong Kak," balas adik kelas itu sambil memutar bola mata dan mencebikkan bibirnya sinis.

"Hey sok cantik banget lo, dendam, cinta lo ditolak Nauval," ujar David sambil bersedekap dada dan tersenyum pongah sedangkan semua pasang mata mulai menatap kami penasaran, bisik-bisik mulai terdengar, membuatku semakin risih dan ingin pergi dari sini sekarang juga.

"Apasih, Kak. Temen kakak ini aja yang pake pelet. Cantik aja enggak, mimpi aja bisa jadi pacarnya Kak Nauval." Heh! Kenapa jadi namaku yang dibawa-bawa, lagian itu mulut apa sambel mercon level 15 sih, pedesnya minta ampun. Yang salah siapa yang dihakimi siapa.

"Mulutnya dijaga ya dek," peringatku dengan sopan. Mencoba meredam amarah. Aku tak ingin terjadi pertengkaran yang membuat diriku sendiri malu di depan banyak orang. Belum lagi puluhan orang yang berusaha membut vidio atas aksi yang kami lakukan, bisa-bisa jadi viral seinstagram.

"Kecil-kecil belagu amat lo." Sepertinya David tak ingin menghentikan aksi adu mulutnya. Kalau berbicara mengenai adu mulut dan pertengkaran, memang David yang jadi jagonya. Meskipun cowok, mulutnya bisa jadi melebihi kaleng rombeng Rere, apalagi kalau diadu. Beuh, dia tak pernah mau kalah.

"Biarin," balasnya sambil memalingkan muka. Aku menarik ucapanku yang mengatakan bahwa ia imut, kalau dilihat dari dekat wajahnya malah terlihat sok dan membuat seseorang ingin muntah segera, apalagi mulutnya yang pedas itu, pengen kusumpal rasanya pakai kaus kaki yang sebulan belum pernah kucuci.

"Ada apaan nih?" Fajar tiba-tiba datang dan menghentikan adu mulut yang terus berlanjut, alisnya menukik tajam dengan rahang yang mengeras saat sekilas menatapku yang berusaha menutupi bagian seragamku yang terkena siraman minuman.

Matanya langsung menyorot tajam ke arah adik kelas tersebut yang membuatnya mengkeret dan menunduk gelisah, "minta maaf lo."

Belum terdengar suara sama sekali dari bibir gadis mungil tersebut padahal tatapan milik Fajar yang menghunus tepat kearahnya cukup membuat kami semua yang berada di kantin ini ketakutan.

"Minta maaf!" Bentak Fajar dengan volume suara yang dinaikkan. Sepenjuru kantin langsung terdiam, hanya suara alat masak yang terdengar dari tiap stand-stand makanan yang ada di kantin. Ini kali pertama aku melihat Fajar marah. Ya, dia memang pemarah. Tapi untuk pertama kalinya aku melihatnya benar-benar marah dan terlihat serius. Cukup membuatku gelisah dan ikut mengkeret. Namun, aku mencoba mengalihkan pandangan tak acuh, teringat kejadian tempo kemarin yang membuatku menangis cengeng. Pokoknya aku masih sebal dengan dia!

"Ma-maaf Kak," cicit adik kelas itu sambil takut-takut.

Dengan cekatan Fajar membuka satu persatu kancing seragamnya. Menanggalkan bajunya, menyisakan kaos putih polos yang membingkai tubuh atasnya yang kuamati ternyata cukup atletis. Banyak orang yang terkesiap atas tingkah heroik Fajar bahkan beberapa dari mereka memekik iri dengan mata berbinar-binar.

Dengan tak sopannya ia melempariku seragamnya itu tepat diatas kepala, "Pake," ujarnya singkat kemudian berlalu meninggalkan kantin.

"Ih resek lo," teriakku setengah sebal setelah mengambil seragamnya yang sekarang kugunakan untuk menutupi dada. Diam-diam aku tersenyum

Dia baik juga ternyata

***

"Lo ngerasa aneh gak sih sama Fajar?" Tanyaku setelah keluar dari kamar mandi. Mengganti atasanku dengan milik Fajar yang ternyata kebesaran, membuatku tenggelam. ditambah dengan aroma Fajar yang melingkupiku atau mungkin melekat di kulitku saat ini. Aroma Citrus yang segar, khas Fajar.

"Aneh apasi," jawab David terlihat bingung.

"Sejak kapan dia baik begini," ujarku pelan masih sambil berfikir, "dia kesambet kali ya!" Celetukku asal.

"Hellow kemana aja lo," ucap David sambil mengarahkan telunjuknya untuk mendorong dahiku pelan, "dia emang peduli."

"Masa sih?" Tanyaku tak percaya, ini Fajar loh! Fajar! Pangeran kegelapan, rajanya mimpi buruk dan segala sebutan lainnya yang jelek-jelek. Masa sih dia begitu?

"Emang sih dia orangnya resek banget, tapi sebenarnya dia orangnya baik, " ujar David yang membuatku semakin tak percaya, "inget waktu lo nangis kemaren, lo pergi gitu aja, dia sebenarnya mau kejar lo tapi udah keduluan sama Nauval. Wajahnya keliatan khawatir dan ngerasa bersalah banget."

"Beneran?" Pekikku tak percaya. Astaga perdana banget nih. Batinku sedikit senang, "yaudah balik yuk, gue mau ngucapin makasih nih."

Kami berdua berjalan menuju kelas dengan senyum yang terus terpatri dibibirku, semoga Fajar emang bener udah berubah, jadi aku tak perlu bertengkar dengannya setiap hari.

***

Hello, disini siapa yang jadi pendukungnya Metana-Fajar nih?

Vanilla BoyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang