Pagiku yang menyenangkan dibuat suram saat banyak orang yang lewat saling bersirobok membuat rambutku yang tadinya diikat ponytail menjadi sedikit acak-acakan. aku hanya mendengus jengkel dan melanjutkan perjalananku menuju kelas. Sekolah tak akan tiba-tiba libur dan Mama tak akan pernah membiarkanku bolos sekolah hanya karena aku malas bertemu Fajar. Aku masih marah dengan kejadian kemarin sampai-sampai berniat untuk bolos. Namun, dengan sangat teganya mama menyeretku ke kamar mandi dan menyuruhku untuk segera bergegas berangkat ke sekolah.
Aku menatap aneh gerombolan cewek yang berdiri mengerubungi kelasku, membuatku tak bisa masuk ke dalam kelas. Haduh pagi-pagi begini ada apaan sih, bikin heboh aja!
"Ada apaan dek?" Tanyaku sambil menjawil salah satu bahu adik kelas yang ikut bergerombol. Siap dengan handphone untuk membuat snapgram.
"Eh itu Kak, ada temen kita yang mau nembak Kak Nauval," jawabnya cepat sambil menghadap kembali ke depan, tak ingin ketinggalan salah satu moment barang sedikitpun.
Aku mencoba membelah kerumunan dengan susah payah, mengabaikan sumpah serapah dan makian yang dilayangkan kumpulan adik kelas yang ganas, sampai di barisan terdepan, Aku melihat salah satu perempuan mungil dengan rambut panjang dan bibir mungil tampak malu-malu sambil memegang sebuah kotak coklat yang kuduga berasal dari luar negeri.
Sedangkan Nauval di depannya masih setia dengan wajah dingin miliknya dan satu tangan yang dimasukkan ke dalam saku celana, tampak bosan dan berharap pertunjukan murahan seperti ini segera berakhir.
Aku tak habis pikir dengan adik kelas jaman sekarang yang kelakuannya berani banget, iyasih udah jamannya emansipasi tapi kan gak harus cewek nembak cowok duluan di depan umum begini. Aku tau Nauval termasuk salah satu dari deretan most wanted double killer di sekolah, ia digila-gilai banyak perempuan dari adik kelas sampai kakak kelas tingkat. Bahkan, salah satu guru bahasa inggris yang centil dan sexy di kelas kami sering menggoda dan mengedipkan matanya dengan manja. Tapi belum ada seseorang yang seberani ini menyatakan cintanya secara lansung, di depan banyak orang.
"Kak, uhm mau gak jadi uhm jadi pacar Aku?" Ucap gadis itu dengan kalimat akhir yang sengaja dipelankan, suaranya seperti tikut kejepit dengan tangan yang menyerahkan sekotak coklat malu-malu. Sedangkan gerombolan temannya yang berubah jadi paparazzi dadakan tadi segera mengangkat kamera ponselnya tinggi-tinggi dan membuat vidio aksi yang barusan dilakukan. Mereka belum tau saja kalau Nauval itu sebenarnya manja dan tingkahnya udah kayak cewek, aku bahkan ragu jika ia menyukai perempuan. Mungkin mereka akan lari terbirit-birit jika mengetahui hal ini.
"Terima! Terima!" Koor semua orang secara serempak seperti demo yang biasanya dilakukan sekelompok mahasiswa, membuatku harus menutup telinga rapat-rapat kalau tak mau setelah ini harus periksa ke THT.
Belum ada tanda-tanda Nauval berbicara sampai matanya celingukan kedalam kelas dan disetiap gerombolan sampai akhirnya mengunci tatapannya kepadaku yang kubalas dengan kernyitan dahi yang dalam. Aku mewanti-wanti dalam hati karena tiba-tiba merasakan firasat buruk saat Nauval berjalan dengan santainya kepadaku yang diikuti tatapan semua orang bahkan adik kelas yang tadinya meyatakan cinta kepadanya.
Lah ngapain nih anak?
Belum sempat berspekulasi tentang apa yang dilakukannya, tiba-tiba mataku dibuat melotot maksimal saat dengan santainya ia melingkarkan tangan nya di bahuku.
Astaga! Nauval jangan becanda plis deh! Jeritku dalam hati.
"Val lepasin," bisikku pelan sambil berusaha agar tangannya terlepas. Namun, karena tubuhnya yang tinggi dan tenaga kami yang tak sepadan akhirnya tanganya malah semakin erat dibahuku membuat tubuh kami semakin rapat hingga banyak kamera yang menyorot kami, benar-benar serasa seperti artis dadakan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Vanilla Boy
Teen Fiction"Jangan bilang kalau gue berat," ucapku saat merasakan langkah kakinya berjalan dengan pelan. "Enggak, lo ringan banget kayak kapas," jawabnya enteng membuatku tersenyum. Padahal, aku sudah siap menjitak kepalanya jika ia mengataiku berat. "Trus ken...