[ 7 ] Ping-Ping

70 34 9
                                    

Aku mengerutkan dahiku heran. Memperbesar layar ponselku yang menunjukkan sebuah kendaraan beroda dua warna hijau itu tak bergerak barang se inchi. Padahal sudah 7 menit berlalu. Entah sedang terjebak macet atau mampir dulu di suatu tempat. Aku menghembuskan napas dengan kesal, tidak biasanya aku memesan ojek online sampai ngaret begini. Ditambah lagi udara panas yang mengerumi kebanyakan siswa dan siswi yang berdiri di halte membuat keadaan makin gerah dan ingin segera pulang untuk berendam di air dingin. Bising kendaraan yang berlalu serta asapnya yang mengepul membuatku semakin geram. Aku memutuskan menguncir rambutku ekor kuda, membiarkan angin menelusup masuk pada sela sela tengkuk dan membuatku tak kegerahan.

"Metana, belum dijemput?" Seruan seseorang membuatku mendongakkan kepala yang semula menatap layar ponsel dengan serius. Aku menemukan Tante Ranti yang tersenyum ramah dibalik kaca mobil yang sudah dibuka.

"Nungguin Abang Ojek, Tan," jawabku seadanya. Kulirik Nauval yang berada dibalik kemudi setia dengan wajah datar yang memainkan ponselnya.

"Udah dicancel aja, bareng kita aja hari ini."

"Gak usah deh, Tan," jawabku sembari menunjukkan mimik tak enak hati. Tips biar gak malu-maluin banget; jangan langsung diterima waktu ditawarin.

"Udah, ayo," paksa Tante Ranti yang pada akhirnya aku memutuskan untik mengcancel pesanan ojek online yang masih belum bergerak dan memasuki mobilnya. Meski rasanya dalam hati sudah bersorak sekarang, lumayan bisa hemat uang jajan. Hahaha.

Aku memasuki Mobil dan menemukan Arsyi yang duduk sambil memainkan barbie berambut panjang dengan gaun warna ungu. Ia masih mengenakan seragam sekolah TK nya berwarna biru laut dengan motif kotak-kotak dibagian rok dan kerah berbentuk kotak di belakang.

"Bun, arsyi laper," rengek gadis kecil itu saat mobil mulai meninggalkan halte sekolah.

"Iya ini pulang, sabar ya," ucap Tante Ranti yang membuat Arsyi cemberut. Nauval masih tak mengeluarkan suaranya. Ia fokus menyetir sedari tadi.

"Wah ada bonekanya Nauval," seruku saat menemukan boneka babi merah muda disamping tempat dudukku. Kulihat Nauval melirik kaca spion depan sekilas dengan memberikanku tatapan membunuh.

"Jangan sentuh!" Tegas Nauval dengan matanya yang tajam. Melihatnya malah membuatku menahan tawa dalam hati.

"Namanya Ping-Ping, Kak," kata Arsyi tiba-tiba membuatku tersenyum miring, tertarik.

"Oh ya?"

"Yang ngasih nama Kak Nauval, norak kan?" Tanya Arsyi yang membuatku tergelak. Kukira tadi hanya bercanda, tapi sepertinya memang benar nama bonekanya Ping-Ping.

How cute this name from cool boy like Nauval!

"Iya sih," balasku bermaksud menggoda Nauval. Ia kembali melirik kaca depan spion dan memberikan tatapan tak terima

"Enak aja, udah ah jangan pegang-pegang Ping-Ping tangan kamu kotor," ucap Nauval memperingati adiknya. Namun, dengan santai Arsyi memeletkan lidah dan semakin memeluk boneka milik Nauval tersebut dengan erat.

"Kak Nauval pelit," ejek Arsyi kemudian mendengus, ia malah menarik bagian tangan, kaki hingga telinga boneka dengan sebal.

"Bun, Arsyi mukulin Ping-Ping," ujar Nauval dengan manja. Ia melakukannya sambil menyetir dan menggangap seolah-olah aku tak semobil dengannya.

"Kak Nauval pelit, Arsyi gak suka," sebal Arsyi kemudian melemparkan boneka babinya dan mendarat tepat di paha Nauval.

Astaga? Ini?

Beneran Nauval kan?

Aku hampir tak percaya mendekati tercengang melihat interaksi adik kakak satu ini. OH MY GOD! ini beneran Nauval? Dunia gak lagi kebalik kan? Kemana larinya ketua kelasku yang jutek dan sinis. Dimana sosok yang dulunya selalu dingin dan selalu irit bicara.

"Maaf ya Metana, emang kadang di rumah suka begini, bertengkar terus," jelas Bunda dan kubalas dengan senyum maklum, meski rasanya aku sudah tak habis pikir.

"Bunda, ngapain sih nebengin kunyuk satu ini. Bikin gerah aja!"

"Hush, mulutnya. Rumahnya Metana kan sejalur. Jadi sekalian." Peringat Tante Ranti sambil menatap Nauval tak suka. Aku hanya mendengus dalam hati. Siapa juga yang mau semobil sama dia. Ogah banget! Malu-maluin kalau sampai diliat temen-temen di sekolah, ih jangan sampai deh!

"Maaf ya Tan, jadi ngerepotin."

"Kamu gak usah dengerin Nauval ya, dia kadang emang kayak anak kecil." Emang bener! Badannya aja gede, tegap tapi suka ngerengek-rengek mirip kayak Arsyi. Dasar Bayi Besar!

Akhirnya penderitaanku selesai sudah. Aku menghembuskan napas lega saat mobil memasuki komplek perumahan. Tak perlu lagi merasakan tatapan Nauval yang membuatku ingin mencoloknya menggunakan sumpit.

"Makasih ya Tan tumpangannya," ucapku setelah keluar dari mobil. Aku sengaja memberikan senyuman manis. Namun, Nauval nampak tak peduli dan memilih menghadap lurus ke depan dengan wajahnya yang jutek abis.

"Sama-sama. Kapan-kapan pulang bareng lagi ya," jawab Tante Ranti. Aku tak ingin lagi semobil dengan Nauval yang rasanya pengen ngumpat sepanjang jalan. Lagian setiap hari Nauval yang notaben nya selalu bawa mobil ke sekolah tak pernah memberiku tumpangan.

"Balik dulu ya Metana." Aku hanya melambaikan tangan dan memaksakan senyum saat mobil itu menjauhi gerbang rumahku. Aku memasuki rumah dengan lelah, mungkin aku akan mandi dan segera tidur. Memikirkan rencana untuk membuat Nauval jengkel besok

Awas aja! Aku yang pegang kartu AS nya saat ini. Aku tertawa sekali lagi sambil mengingat boneka Ping-Ping kesayangan Nauval.

Vanilla BoyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang