Seperti sudah menjadi sebuah tradisi waktu istirahat biasanya kuhabiskan untuk makan bersama dengan David dan Rere dengan bekal masing-masing dan saling ghibah di kelas, seperti saat ini.
"Gue sebelllll banget hari ini!" Jerit Rere sambil menusuk-nusuk brokoli miliknya dengan garpu, wajahnya tampak sebal dengan dahi yang mengernyit tak suka.
"Ada masalah apaan sih lo?" Tanyaku masih santai dengan memakan nasi kuning buatan Mama, this is my favorit one. Lengkap dengan ayam kripsi bagian paha, perkedel kentang dan tempe manis serta timun sebagai pelengkap. Uhm yummy! Gak ada yang bisa mengalahkan nasi kuning sebagai makanan terenak di lidahku.
"Aldo tadi ngelempar gue pake kaleng minuman."
"Pfft, beneran?" Tanyaku yang hampir saja menyemburkan tawa. Tapi ingat kalau mulutku masih penuh dengan nasi, bisa-bisa muncrat semua kena wajahnya David.
"Di depan banyak orang, dia ngatain gue cewek bar-bar lagi, kan sebel," ucapnya dengan wajah memerah marah dan mempercepat intensitas tusukannya pada brokoli yang saat ini sudah hancur jadi bagian lebih kecil.
"Tapi Aldo kan ganteng," celetuk David yang baru saja menyuarakan pikirannya setelah terdiam begitu lama membuat Rere seketika membulatkan mata.
"Ganteng apanya sih, belagu gitu udah kayak yang punya sekolah aja."
"Kakeknya kan emang yang punya sekolah." Setahuku Aldo memang cucunya si pemilik sekolah. Makanya tingkah bar-bar dan annoyingnya dia waktu ngerjain anak-anak ditolelir sama guru-guru. Uh tipe Bad Boy yang pasti nyebelin banget. Amit-amit lah kalau sampai berurusan sama dia, bisa-bisa ikutan kena BK terus.
"Eh Met, sini deh," bisik David sambil mendekatkan wajahnya kearahku, tampangnya serius banget! Aku mencoba mendekatkan wajah juga diikuti Rere yang memang selalu ngikut aja kerjaannya.
"Itu kenapa Nauval daritadi liatin lo trus."
Eh beneran? Aku menolehkan kepalaku ke belakang dan menemukan Nauval yang melihatku dengan tatapan tajam.
Lah ngapain tuh anak?
"Bener, gue serasa dipelototin sama setan," ujar Rere masih sambil berbisik.
Ah aku tau sekarang. Dia pasti takut banget aku membocorkan rahasianya saat ini sampai-sampai selalu melihat gerak-gerikku terus menerus bahkan tak tanggung-tanggung dengan tingkahnya yang kurang kerjaan itu ia mengikutiku saat hendak pergi ke kantin membeli teh kotak atau saat dia lagi-lagi mengikutiku ketika meminjam buku di perpustakaan bersama David. Duh, ngapain banget!
"Bodoamat ah, gue mau ke toilet dulu," ucapku sambil melangkahkan kaki menuju toilet. Untung banget sepi, hanya ada dua bilik yang kelihatannya digunakan, sedang sekolahku menyediakan lima bilik toilet perempuan yang terletak di lantai dua sayap kanan sekolah, tempat seluruh kelas 11 MIPA.
Setelah menuntaskan acara buang kecilku, aku menyempatkan diri untuk mencuci tangan di wastafel sekalian bercermin. menatap rambutku yang mulai berantakan karena terlalu banyak dimainkan oleh Fajar saat pelajaran berlangsung. Semaksimal mungkin aku merapikannya dengan menyisirkan rambutku menggunakan jari-jari tangan.
Setelah puas melihat tampilanku di cermin, aku keluar dari toilet. Mataku yang tak awas memperhatikan sekitar, membuatku menabrak seseorang yang berdiri menjulang di depan. Wajahku mendongak sedikit karena kepalaku benar-benar hanya sebatas dadanya.
Hah? Nauval? Aku buru-buru memundurkan tubuhku yang kusadari berdiri terlalu dekat dengannya. Ngapain dia disini? Jarak toilet cowok dan cewek di sekolah ini tak cukup dekat. Astaga! Apa jangan-jangan dia ngikutin aku ya!
KAMU SEDANG MEMBACA
Vanilla Boy
Teen Fiction"Jangan bilang kalau gue berat," ucapku saat merasakan langkah kakinya berjalan dengan pelan. "Enggak, lo ringan banget kayak kapas," jawabnya enteng membuatku tersenyum. Padahal, aku sudah siap menjitak kepalanya jika ia mengataiku berat. "Trus ken...