Dan disinilah kami berdua berakhir sekarang. Dengan mata yang masih sedikit mengantuk Nauval menyeretku ke dalam tempat yang paling terkenal di Jakarta, yup Dunia Fantasi. Di hari minggu seperti ini Dufan sangat ramai. Banyak orang yang berlalu lalang dari anak-anak hingga gerombolan orang tua dengan pakaian sama yang menciptakan bising yang membuatku mau tak mau harus terjaga sempurna, menghindari anak-anak kecil yang saling berlari tak tahu arah disekitar kami.
"Val, lo tau gue gak suka weekend gue diganggu," ujarku menatapnya dengan malas. Sedang matanya berkilat-kilat ceria dan terlihat antusias menatap keramain dan wahana yang terlihat warna warni.
"Yang penting kan gue gak ngajak lo joging lagi." Benar juga sih! Tapi sama saja berjalan mengitari tempat ini sama melelahkannya dengan mengitari komplek perumahan kami.
"Yah, tapi kan—," ucapanku terpotong saat dengan santainya Nauval menarik pergelangan tanganku menuju banyak wahana yang terlihat menarik. Aku hanya mendesah pasrah, yasudahlah mau bagaimana lagi, kuputuskan untuk menikmati saja hari ini, lagipula aku jarang sekali rekreasi anggap ini sebagai penghilang penat sebelum ujian semester akhir yang datang beberapa minggu lagi.
"Gue mau ke istana boneka."
"Val." Aku melototkan mataku padanya dengan sebal. Jauh jauh ke tempat seperti ini hanya untuk melihat jajaran boneka yang membosankan. Cupu banget! Pokoknya kita harus menaiki wahana yang ekstrim ekstrim kali ini. Sudah cukup waktu SD aku tak diperbolehkan menaiki wahana yang tak kuingini.
Pandanganku menatap ke sekeliling. Menelusuri macam-macam wahana yang setidaknya bisa digunakan sebagai pemanasan untuk menguji adrenalin.
"Kita naik itu," tunjukku pada sebuah wahana dengan kapal berukukuran raksasa yang diayunkan 90 derajat keatas dan kebawah.
"Kora-kora gak asik, gue pengen ke istana boneka."
"Yaudah kita pisah aja, gue kesana lo liat liat boneka." Putusku pada akhirnya. Lagian nyebelin banget, seharusnya ia yang menuruti semua perintahku hari ini karena ia membuatku marah kemarin.
"Yaudah gue ikut lo," jawabnya lesu yang membuatku seketika tersenyum puas. Yes, kora-kora i'm coming!
Setelah melewati antrian. Kami berdua memilih duduk pada barisan paling belakang. Menurutku ini adalah tempat yang paling menantang. Saat kapal naik kita merasakan berada pada tempat terendah sedangkan saat kapal turun tubuh akan terasa seperti didorong keatas dengan puncak paling tertinggi.
Aku menatap Nauval yang terlihat memegang teralis besi dengan cemas. Dapat kurasakan ia sedikit gugup karena sejak naik wahana ini ia terlihat diam dan tak menampilkan senyum, "takut lo?" ejekku yang membuatnya menatapku sekilas.
"Enggak lah," jawabnya cepat membuatku menyembunyikan senyum pada bahu.
"Selamat datang di kora-kora, kapal yang akan menaklukkan..."
Samar-samar aku mendengar suara penyambutan kemudian disusul oleh kapal yang berayun dengan perlahan. Ayunan tersebut semakin lama semakin meninggi dan cukup kencang. Membuatku dapat merasakan angin yang menerpa wajah hingga helaian rambutku yang hari ini kugerai. Juga angin yang menelusup dibalik crop tee tanpa lengan yang kugunakan saat ini. Suara teriakan orang-orang yang menaiki wahana membuatku semakin antusias, jangan lupakan Nauval yang sesekali juga berteriak seperti seseorang yang takut ketinggian. Aku hanya berteriak kegirangan dan tersenyum saat ayunan kapal naik kemudian turun, membuatku merasakan perutku yang rasanya sedikit diaduk. Hingga kapal perlahan-lahan berhenti dan teriakan penumpang menjadi tenang.
Dapat kulihat Nauval yang berjalan sedikit sempoyongan, membuatku mau tak mau harus sedikit memapahnya agar tak terjatuh. Wajahnya sedikit pucat, "gimana?takut lo?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Vanilla Boy
Teen Fiction"Jangan bilang kalau gue berat," ucapku saat merasakan langkah kakinya berjalan dengan pelan. "Enggak, lo ringan banget kayak kapas," jawabnya enteng membuatku tersenyum. Padahal, aku sudah siap menjitak kepalanya jika ia mengataiku berat. "Trus ken...