"Oh ya Met, kita perlu buku nih buat referensi tugas makalah, entar malem ke gramed yuk cyin," ajak David.
"Gue ikut ya?" tiba-tiba saja Rere nimbrung diantara perbincangan kami berdua. Napasnya sedikit ngos-ngosan dengan peluh yang menghiasi pelipis wajahnya.
"Abis ngapain lo?" tanyaku sambil memicing curiga.
"Dikejar-kejar Aldo, dia tau kalau gue yang kempesin ban motornya."
"beneran?"
"Iya, lagian dia sendiri sih bikin seragam gue kotor kena kubangan aer, kan bangke."
"Eyke mah seneng-seneng aja kalo dikejar-kejar cowok ganteng," celetuk David sambil senyum-senyum sok manis, ih geliii
"Ganteng apanya sih, orang belagu begitu," sinis Rere.
"Back to topic guys, gue gak bisa entar malem," beritaku kepada mereka.
"Kenapa?" Tanya mereka serempak. Uh lucunya udah kayak anak kembar aja, cocok si sama-sama rempong.
"Gak ada yang nganter ih, pulang sekolah aja ya?"
"Gue ada les abis pulang sekolah," jawab Rere yang membuat senyumku luntur. Aku malas sekali jika harus keluar malam-malam dengan ojek online, sebab komplek perumahanku letaknya cukup berada di ujung dan sepi. Aku tak ingin ambil risiko dan berakhir tak utuh sepulang dari hang out.
Tiba-tiba David melangkahkan kakinya menuju bangku tempat Nauval duduk yang sedang mendengarkan lagu melalui earphone miliknya.
"Val, lo anterin Meta entar malem dong. Kita mau nyari buku buat referensi makalah. Rumah kalian kan deket," ujar David yang kupikir-pikir ada benarnya juga. Seharusnya aku bisa memperalat Nauval dengan rahasia miliknya yang saat ini kupegang. Hihihi, sekali-kali manfaatin orang gak papa lah ya.
"Ogah," jawanya pendek tanpa mengalihkan pandangannya dari buku yang sedang dibacanya. Aku mengerakkan leherku dengan kaku kebelakang, menghadapnya. Oh jadi dia benar-benar tak takut ya.
"Ok guys, entar malem gue naik ojek aja. Gak papa malem-malem sendirian. gue juga ada info terbaru yang mau gue bagi sama kalian," seruku sambil mengeraskan suara.
"Info apaan nih?" Tanya Rere dengan raut penasaran.
Aku hendak membuka mulutku saat Nauval tiba-tiba berdiri dan membuat kami bertiga memandangnya dengan pandangan aneh, kecuali aku yang diam-diam mengulum senyum.
"Oke gue anterin lo nanti malem, puas?" ucap Nauval menatapku tepat di manik mata.
"Puass," jawabku dengan senyum selebar tiga jari. Mengabaikan David dan Rere yang memandang kami dengan pandangan heran.
***
Nomor yang anda tuju tidak bisa dihubungi.
8 panggilan tak terjawab
Apa perlu kubombardir ia dengan panggilan lagi? Sebenarnya Nauval niat nganterin aku gak sih. Ini udah jam 6 sore lebih 20 menit dan David sudah berkali-kali menelponku dengan suara cemprengnya yang hampir membuat gendang telingaku pecah. Padahal aku sudah siap-siap sedari tadi. Mengenakan celana jeans highwast berwarna putih dan atasan selengan dengan kain siffon berwarna lembayung. Tak lupa dengan sepatu jenis espadrille dan cluth berwarna cream favoritku yang selalu kupakai saat hang out.
Aku memutuskan untuk kerumahnya saja. Awas saja sampai anak itu tidur! Akan kubawa boneka babi pinknya itu ke sekolah.
"Ngapain lo?"
Kan!
Kubilang juga apa. Dengan tampang gak berdosa miliknya ia bertanya ngapain?
"Lo lupa? Lo kan mau nganterin gue ke toko buku," jeritku kesal. Kalau diibaratkan teko yang sedang memasak air. Telinga dan hidungku pasti sudah mengeluarkan asap sekarang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Vanilla Boy
Teen Fiction"Jangan bilang kalau gue berat," ucapku saat merasakan langkah kakinya berjalan dengan pelan. "Enggak, lo ringan banget kayak kapas," jawabnya enteng membuatku tersenyum. Padahal, aku sudah siap menjitak kepalanya jika ia mengataiku berat. "Trus ken...