[ 18 ] Aneh

44 20 0
                                    

Aku sedang keluar dari kamar mandi dengan handuk yang menghiasi kepala saat menatap ponselku yang bergetar menunjukkan seseorang yang menelfon. Aku buru-buru menggeser layar hijau, menekan tombol loudspeaker dan mendengarkan teriakan Rere yang menyapa sambil mengeringkan rambut dengan handuk.

"Lo bilang gak pacaran sama Nauval?

"Emang Iya," jawabku sekenanya. Padahal aku sudah menjelaskan pada Rere ratusan kali, tapi cewek itu tetap saja tak percaya dan menanyakan lagi pertanyaan yang sama.

"Trus jelasin masalah foto lo yang lagi dibikin snap di Instagramnya Nauval."

"Hah? Masa?" Aku setengah tak percaya. ngapain banget Nauval ngelakuin hal se—gak—penting—itu.

"Lo liat sendiri deh."

Setelah mengatakan itu dengan cepat Rere mematikan sambungan ponselnya. Aku membuka aplikasi Instagram dan melihat akun milik Nauval yang diikuti banyak followers yang kebanyakan cewek-cewek. Kemudian menekan ikon bulat, menampilkan wajahku yang terlihat cemberut dengan banyak lipstik di wajah. Jangan lupakan tangannya yang memegangi daguku. Itu kan foto kemarin.

Aku membuka kolom pesan pada Instagram. Menemukan banyak sekali orang yang bertanya bahkan mencaci maki ku dengan huruf yang dicapsclock besar-besar

LO TUH GAK PANTES SAMA NAUVAL! SANA PUTUS LO, DASAR GANJEN!

Hatiku sudah terbakar emosi rasanya. Nauval benar-benar sudah mengangkat bendera perang. Aku tak tau apa maksudnya dengan ia melakukan hal tersebut. Yang pasti besok aku benar-benar dijadikan perkedel di sekolah oleh fans-fansnya yang ganas itu. Mana fotoku aib pula!

Ih Nauval nyebelin, Batinku kesal.

Awas aja besok di sekolah!

***

Hari ini aku berniat berangkat pagi sekali. Sengaja ingin bertemu Nauval dan berbicara dengannya secara tatap muka. Namun, saat sampai di dalam kelas, bukannya bertemu Nauval aku malah bertemu Fajar yang sudah dengan gaya bossy nya duduk di kursi dengan kaki yang ia letakkan diatas meja lengkap dengan matanya yang menatap layar ponsel dengan serius.

Aku berjalan dengan kaku menuju kursiku sendiri. Masih canggung rasanya bertatap muka dengan Fajar setelah insiden kemarin malam. saat membuka tas ranselku dan menemukan paperbag berwarna coklat yang berisi seragam sekolah milik Fajar yang pernah ia pinjamkan tempo hari saat di kantin.

Aku mengeluarkannya dari tas ransel. Aku mencoba berdehem sebentar untuk mengalihkan perhatiannya pada ponsel, dan berhasil. Ia menatap lurus padaku dengan pandangan bertanya, "gue mau balikin ini. Makasih."

Ia menurunkan kakinya kemudian menerima paperbag yang kuserahkan, "oke."

"Muka lo kenapa?" tanyaku penasaran saat melihat keningnya sedikit berdarah dengan sedikit memar, "berantem lagi?"

"Biasa anak cowok," jawabnya santai kemudian fokus menatap layar ponselnya kembali.

"Lo berangkat sekolah berdarah-darah gitu? Kenapa gak diobatin?" tanyaku serius. Pasalnya darah yang tampak cukup banyak, namun ia hanya santai saja dan menutupi lukanya dengan rambut yang sedikit memanjang. Padahal jika dibiarkan lama-lama bakalan infeksi. Dasar Fajar bodoh!

"Gue anterin ke UKS ya?" tawarku masih khawatir dengan lukanya.

"Udah, gak perlu." Aku tahu Fajar memang sangat keras kepala. Tapi aku tidak tega melihatnya berdarah-darah seperti itu. Jadi kuputuskam untuk mengambil kapas di dalam tas, aku memang selalu membawa kapas dan micellar water untuk membersihkan wajah selepas olahraga. Kapas tersebut kuberi sedikit air

Pelan-pelan aku mendekatinya, menyibakkan rambut halus yang menutupi lukanya itu kemudian mengusapkan kapas pada lukanya, ada bercak darah yang sedikit mengering. Awalnya ia menolak tentu saja, tapi aku tetap ngotot karna tak tega melihatnya seperti korban tawuran.

"Udah gak usah, met."

"Diem, jangan gerak-gerak lo!" tekanku ngotot masih sambil membersihkan lukanya. Bersamaan dengan itu aku mendengar langkah kaki yang mendekat, tampak Nauval yang datang dengan ransel di kedua bahunya kemudian duduk di bangkunya tanpa suara.

Nah orang yang kucari-cari sudah datang. Ia terus menatap sinis tanganku yang sedari tadi membersihkan luka di kening Fajar.

"Udah, nanti sampai rumah plesternya diganti lagi," ucapku setelah menempelkan band aid pada keningnya yang sudah kubersihkan tersebut. Setidaknya lebih baik daripada melihatnya yang berdarah-darah seperti tadi.

Aku buru-buru memusatkan perhatian pada Nauval. Aku bersiap untuk bicara dengannya, bahkan ingin mengomelinya saat ini, Namun, dengan tiba-tiba ia berdiri, "gue ada urusan."

Dan berlalu begitu saja. Membuatku cengo ditempat. Heh! Disini siapa korbannya? Kenapa jadi dia yang marah sih?

Sabar, sabar, aku mencoba mengelus dadanku pelan. Fajar yang jahil sekarang berubah, malah Nauval yang menyebalkan.

Vanilla BoyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang