[ 15 ] Bubur Ayam

46 24 2
                                    

Pagi cerahku dikejutkan oleh teriakan Mama yang suaranya mengalahkan toa masjid, membuatku terpaksa harus bangun dari ranjang dengan kesadaran yang belum penuh dan pandangan yang samar.

"Kamu buruan mandi, ada Nauval dibawah." Mama mengucapkannya dengan santai sambil menarik selimut yang masih membungkus tubuhku.

"Ih ngapain sih tuh anak?" Tanyaku dengan merengek sambil mengucek-ucek mata.

"Udah ah, kamu turun dulu." Mama mendorongku sampai pintu, melangkah pelan aku menemukan Nauval yang duduk manis diruang tamu bersama adikku, Rendi.

Ia berdiri menyambutku dengan senyum manis secerah matahari, mengenakan training berwarna hitam dan hoodie marun yang membuat kulitnya semakin terlihat cerah.

Aku melirik jam dinding yang menunjukkan pukul setengah enam pagi, bahkan matahari saja belum muncul tapi ia sudah nangkring disini dan merusak weekend yang biasanya kuhabiskan untuk tidur hingga siang.

"Ada apan, Val?" tanyaku dengan menggaruk ringan kepala. Pasti tampilanku sedikit menggelikan sekarang. Setelan piyama doraemon dan rambut yang mengembang seperti singa. Jangan lupakan wajahku belum kucuci muka sama sekali bahkan aku belum menggosok gigi.

"Gue mau ngajak lo joging," ucapnya santai masih sambil memasang senyum secerah matahari miliknya. Sumpah demi apa deh! Joging adalah list terahir yang akan kulakukan saat weekend. Males banget! Mending tidur.

"Gue masih ngantuk," jawabku seadanya dengan mata yang kiyep-kiyep hampir terpejam.

"Kamu itu, gak malu sama Nauval yang udah pagi-pagi datang kesini ngajak kamu buat sehat," serobot mama yang tau-tau muncul sambil membawa sepiring pisang goreng kemudian meletakkannya diatas meja ruang tamu, "dimakan dulu Nauval."

Ini mama apaandeh! Darimana dapetin pisang goreng pagi buta begini coba!

"Iyanih Kak, lo gak malu apa Kak Nauval pagi-pagi udah cakep begini tapi lo nya buluk," celetuk Rendi yang kuhadiahi pelototan sebal. Ngantukku jadi hilang entah menguap kemana.

"Diem lo anak kecil!" aku mengatakannya sambil melotot dan dibalasnya dengan meleletkan lidahnya kemudian berlari entah kemana. Emang dasar bocil!

"Yaudah, kamu mendi dulu sana, bau ih!" Dengan tega mama mengatakannya sambil menutup hidungnya menggunakan tangan. Enak aja aku gak sebau itu ya!

Nauval sedari tadi hanya diam dan senyum-senyum saja melihat Mama yang mengomeliku tak kunjung henti. Nyebelin banget!

Aku berniat menyomot satu pisang goreng yang terletak di depan Nauval, namun Mama buru-buru menghentikan tanganku dan memukulnya sedikit kencang, "mandi dulu!"

Aku hanya menghela napas pasrah. Memilih untuk berjalan ke kamar mandi sambil mengusap-usap punggung tanganku yang telah dipukul Mama, jahat banget sih! Ini yang anaknya aku apa Nauval sebenarnya?

***

Aku menggosok-gosok hidungku sedikit kasar. Dinginnya pagi hari melingkupi tubuhku yang hanya terbalut setelan joging berwarna abu-abu muda yang saat ini kukenakan. Sedangkan Nauval terlihat santai melakukan peregangan tangan sambil berjalan.

Aku masih terlalu malas untuk berlari saat ini, jadi sedari tadi aku hanya mengamati Nauval berjalan sambil sesekali menguap.

"Ayo Jop, lari," ajaknya sambil menoleh padaku, bersiap untuk lari namun kubalas dengan menguap malas dan menatapnya tanpa minat.

"Ngantuk banget gue Val, astaga!" Erangku sambil berusaha menjaga agar metaku tak tertutup.

"Cupu banget lo!" Ejeknya sambil berlari di depan, menghadapku yang berjalan malas. "Kita balapan."

Aku mulai melebarkan mata, tertarik.

"Kita lari sampai taman kompleks. Yang kalah traktir susu vanila di kantin selama seminggu, deal?" Katanya sambil menaik turunkan alis, menyodorkan tangannya kepadaku

Uhm, seminggu. Itu waktu yang cukup lumayan. aku tak terlalu menyukai susu vanilla, tapi membayangkan Nauval yang sampai duluan dan aku seminggu berturut-turut membelikannya susu vanilla membuatku malas juga. Bisa-bisa uang jajanku sebulan turun drastis padahal aku berniat menabung untuk membeli buku Harry Potter seri kedelapan yang hard cover.

"Deal," ucapku pada akhirnya. Membalas uluran tangannya. Semangatku mulai berkobar.
Aku mulai melakukan peregangan tangan, bersiap untuk lari namun Nauval terlebih dahulu berlari mendahului yang belum siap.

"Eh, curang!" Teriakku sambil berusaha keras mengejarnya, ia malah tertawa lepas dan terus berlari

Aku masih terus berlari mengejar Nauval, sesekali cepat kemudian sedikit pelan saat napasku mulai ngos-ngosan. Nasib orang yang gak pernah olahraga gini banget ya! Dibuat lari dikit rasanya udah kayak tenggelam di air.

"Ayo Jop, lo lelet banget sih," ledek Nauval masih memelankan jalannya di depanku.

"Val, gue capek," ujarku pelan. Napasku naik turun, peluh membanjiri pelipisku, "udah Val, gausa taruhan ya!" Bujukku pura-pura memelas. Beneran deh ini aku pasti jelas-jelas kalah, Nauval tuh ahlinya olahraga, badannya atletis apalagi dia sering banget main basket masa mau diadu denganku yang waktu pelajaran senam saja sering absen.

Nauval mulai menghampiriku yang terlihat kelelahan, mungkin juga capek karena keringat terlihat membanjiri wajahnya, turun keleher dan sekilas membuatku salah fokus.

Kami akhirnya jalan berdua sambil menetralkan napas, sampai akhirnya kami sampai di taman kompleks yang juga ramai banyak orang yang joging seperti kami.

"Beli bubur ayam yuk, gue laper," ajakku sambil melangkahkan kaki pada salah satu gerobak bubur ayam yang menyediakan 3 set meja kursi yang masih kosong.

"Olahraga aja gak maksimal, makannya dibanyakin, gak takut gendut lo."

"Itu mah urusan belakangan, gue laper sekarang," kataku sembari memberikan cengiran bodoh. Lagian aku sendiri juga heran, meskipun makan banyak tapi susah banget gendutnya, jadi susah deh kalau mau gemukin badan.

Akhirnya kami berdua berjalan menghampiri gerobak bubur ayam tersebut, duduk diatas salah satu kursi dan meluruskan kaki dibawah meja.

"Bubur ayam sama teh anget dua ya, Bang," seruku lantang yang dibalas Abang penjual bubur ayam tersebut dengan anggukan

"Tumben lo pagi-pagi ngajak gue joging, kesambet lo!" Akhirnya aku menyuarakan pikiranku yang sedari tadi ada di kepala.

"Pengen aja, gak boleh ya?" Jawabnya malah balik bertanya.

"Gak sih, cuman tumben aja. Lagian gue males joging. Lo ajak gue ketempat lain aja kapan-kapan."

"Ngarep lo gue ajak jalan," jawabnya sambil mendorong dahiku pelan dan kubalas dengan gendikan bahu.

Pesanan kami berdua sudah datang, membuatku akhirnya mengacuhkannya dan asik melahap bubur ayam yang ternyata enak. sedari dulu aku selalu suka memakan bubur ayam yang tidak dicampur, berbeda dengan Nauval yang sekarang memakan bubur ayam miliknya yang diaduk-aduk bersama dengan kecap, suwiran ayam dan kacang. Membuatnya malah terlihat seperti muntahan bayi yang membuatku bergidik ngeri.

Kami berdua makan tanpa banyak bicara, saking keasyikannya makan dengan lahap aku sampai tak sadar jika cara makanku sedikit berantakan.

"Ada ayam tuh di bibir lo," seru Nauval sambil menunjukkan tempat yang ia maksud. Aku membersihkan apa yang ia tunjuk tapi tak menemukan apa apa selain jempolku yang bersih.

"Bukan disitu," gemasnya masih sambil menunjuk area yang sama, aku kembali membersihkan bibirku namun tak kunjung menemukan apa yang ia maksud.

"Ish," ini mendekat kemudian mengarahkan tangan kanannya mendekat padaku, mengarahkan jempolnya ke sudut bibir dan membersihkan sesuatu di sana. Aku menatap bola matanya yang ternyata juga sedang menatapku saat ini. keadaan menjadi hening dengan masing-masing dari kami yang menyelami pikiran masing-masing. Aku merasakan getaran aneh yang kembali menyerang perutku, membuat bubur ayam yang tadinya masuk kelambung seperti diaduk-aduk dalam kuali besar.

"Udah bersih," ucapnya kemudian menjauh. Sedangkan aku hanya menunduk dan memainkan sendok bubur ayam.

Jantungku kembali berdetak dengan kencang. Oh my god! Oh my god! Oh my god! Aku merapalkan mantra dalam hati, berharap semoga saja Nauval tak mendengar degupan jantungku yang menggila ini.

Vanilla BoyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang