[ 21 ] Nauval Salah Paham

46 19 0
                                    

Masih pukul delapan malam lebih lima belas menit. Aku merebahkan punggungku diatas tempat tidur setelah mencuci muka dan gosok gigi. Badanku rasanya letih sekali, jadi kuputuskan istirahat lebih awal karena tak ada Quiz besok. Yah meskipun jika ada pun, aku juga tak ada keinginan sama sekali untuk belajar.

Ingatanku kembali pada kejadian tadi siang yang sampai saat ini membuatku tak habis pikir. Kenapa Nauval memukuli Didit? Kenapa Nauval sampai mengikutiku? Padahal kupikir masalahku dengannya telah usai, kami telah berdamai dan tak pernah lagi saling lirik-lirikan sinis.

Aku teringat perkataan Didit yang bertanya tentang apakah Nauval menyukaiku? Astaga! Tiba-tiba hatiku rasanya berdebar-debar. Lagipula mana mungkin Nauval menyukaiku, cowok itu!

Aku menggeleng-gelengkan kepalaku dengan keras. Mengusir bayangan yang sangat tidak mungkin. Tiba-tiba seseorang mengetuk pintu kamar membuat ku menolehkan kepala hingga saat pintu terbuka muncul kepala Rendi dibalik kusen pintu

"Kak, ada Kak Nauval tuh dibawah."

"Hah? Ih udah suruh pulang sana. Bilang aja Kakak lagi tidur," ucapku dengan mengibaskan tangan tanda mengusir agar ia segera pergi. Lagipula mau apalagi Nauval kesini? Tak cukup ia memalukanku di depan banyak orang tadi? Apalagi Didit, aku tak tau bagaimana nasibnya sekarang, naas sekali ia harus bertemu pacarnya untuk pertama kalinya dengan keadaan babak beluk. Aku jadi merasa bersalah dengannya sekarang.

"Katanya Rendi lo udah tidur," celetuk sebuah suara membuatku menoleh dengan dramatis pada pintu masuk yang sekarang berdiri seorang pria dengan kaus coklat dan tangan yang dimasukkan kedalam saku celananya yang pendek.

"Mau apa lo datang kesini?" tanyaku sinis seraya memalingkan muka dan melipat kedua tangan. Enggan melihatnya.

"Gue mau minta maaf, gue tau gue salah tadi—"

"Gue mau tidur," balasku cepat memotong perkataannya dan merebahkan diri pada kasur serta menaikkan selimut hingga menutup seluruh tubuhku. Lagian ini Nauval kenapa dibiarin masuk kedalam kamar cewek malem-malem sih? Ah ya, lupakan! Mama sangat percaya kepada anak tetanggaku satu ini yang katanya sopan dan tingkah lakunya patut di contoh. Malahan Mama berkata Nauval ini calon mantu idaman dengan masa depan gemilang yang nantinya sukses karena pintar. Haduh bener-bener deh Mama, udah kena peletnya Nauval.

"Gue tau gue salah maafin gue ya."

"Gue pikir Didit yang dorong-dorong lo. Emosi kan gue liat cowok yang kasar sama cewek. Apalagi lo temen gue dari kecil."

"Jop, maafin gue ya," rengeknya seraya menarik-narik selimutku turun. Namun, aku tetap memegangi enggan untuk menatapnya.

"Lagian lo ngapain sih keluar sama dia?"

"Lo yang ngapain di sana?" ucapku setengah emosi, duduk kembali dan melihat Nauval yang masih setia berdiri di depanku.

"Gue uhmm itu gue," ia menggaruk tengkuknya yang kuyakini sama sekali tak gatal, "gue kebetulan nyari sesuatu di GI."

Aku memicing curiga padanya yang terlihat salah tingkah dan mengalihkan pandangannya kearah lain.

"Lo ditembak sama Didit ya waktu di kantin?" Tanyanya yang membuatku seketika melongo. Mencoba mengalihkan pembicaraan agar aku tak lagi menatapnya intens.

"Hah?"

"Iya lo ditembak, trus kencan berdua di Mall kemaren," terangnya yang membuatku semakin tak paham. Jadi dia berpikir aku dan Didit pacaran?

"Gue nganter dia buat beli hadiah buat pacarnya," ucapku berusaha meluruskan apa yang sebenarnya terjadi. Meskipun menurutku, sangat tak penting menjelaskannya kepada Nauval tapi biar saja lah, biar dia merasa bersalah karena telah memukuli Didit tadi.

"Jadi lo gak pacaran?" Tanyanya setengah terkejut.

"Gak lah, ada ada aja lo," ujarku membuatnya tiba-tiba mengulum senyum.

Ih ih, kesambet apa nih anak. Jangan-jangan di rumah gue ada hantunya, batinku sambil tiba-tiba bergidik.

"Ngapain sih lo," seruku mengalihkan perhatiannya.

"Gak papa, Jop lo mau pergi ke Dufan gak?" tanyanya yang membuatku semakin mengerutkan dahi dalam pertanda bingung.

"Gak," jawabku telak.

"Oke gue jemput weekend besok," katanya tak menghiraukan jawabanku tadi.

"Ih dibilangin gamau juga," balasku kekeuh. Lagian kenapa sih Nauval pengen banget ngajak ke Dufan. Udah kayak anak kecil aja, aku saja terakhir kesana waktu SD.

"Gak mau tau, pokoknya gue jemput." Putusnya final. Ia kemudian berlalu dari kamarku yang hanya bisa membuatku melongo tak percaya.

"Lo belum minta maaf sama Didit woi!" Teriakku cukup keras yang kuyakini cukup untuk membuat dia dapat mendengarnya. Namun, tak kudengar sama sekali balasan membuatku akhirnya menghela napas lelah kemudian memutuskan untuk berbaring. Memikirkan tingkah laku Nauval yang Absurd hanya akan membuatku semakin lama semakin pusing.

***

Yuhuuu, btw itu Nauval kenapa ya?

Vanilla BoyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang