"ini apa?"
minju terkekeh, "gue yakin lo ga sebodoh itu."
jaemin mendengus, membuka bungkus roti itu dan melahap nya.
"jangan di masukin hati omongan gue waktu itu."
laki laki itu tersenyum, "ga nyangka aja."
"sama."
jaemin menoleh, gadis itu sedang tersenyum, menawan sekali batin nya.
"cacat jantung, bawaan dari lahir."
minju menoleh, kaget karena omongan jaemin barusan. laki laki itu menatap manik mata minju,
"kenapa lo tau?!"
"nebak aja, dan bener ternyata."
tangan jaemin terulur, memegang jari jari tangan minju, mereka berdua saling berpandang, "bakal gue cariin donor jantung, pasti."
minju terkekeh, dan melepas tautan mereka, "ga perlu, hidup gue juga udah ga lama."
"ga, kita harus hidup bareng, pasti."
"jaemin, jangan gitu. ketemu lo aja udah bikin gue bahagia."
jaemin menggeleng, menarik gadis itu ke dekapan nya, suhu badan minju dingin, membuat jaemin ingin menangis saja.
"tahan sebentar lagi ya? kita harus bersama."
hati minju tersentuh, air mata nya lolos, dia tau jaemin tidak main main dengan ucapan nya.
"kenapa baru pulang?"
minju membalikan badan nya, menatap sang adik, ah dia benci tatapan datar milik sang adik.
"ada tugas tadi, udah makan?"
yujin mengangguk, dan mendahului minju.
"yujin, kakak mau bicara."
langkah yujin terhenti, menunggu sang kakak mengucapkan beberapa kata lagi,
"waktu kakak di rumah sakit, kenapa kamu ga jenguk?"
sudah yujin duga, pertanyaan itu yang akan keluar dari mulut sang kakak,
"aku capek, pengen istirahat waktu itu."
minju menggeleng tak percaya, "kakak pikir kamu peduli."
yujin menahan air mata nya lolos, sungguh dia benci untuk berbohong.
"jangan berharap lebih, apalagi perhatian sama lo."
yujin meninggalkan sang kakak sendirian, minju menjatuhkan dirinya.
mungkin bagi kalian terlalu dramatis, tapi tak bisa dipungkiri, hati minju sakit setelah mendengar pernyataan itu dari mulut yujin sendiri.
pagi ini minju tak berniat untuk masuk kuliah, dia tak enak badan.
dan rumah nya kini cukup sepi, menambah kesan horor saja.
dilihat nya, yujin keluar dari kamar nya, lengkap dengan seragam yang menempel di badan nya.
kejadian tadi malam sukses membuat minju tidak tidur semalaman.
"pagi yujin."
"hm."
minju menghela nafas, setidak nya dia mencoba agar keadaan tidak canggung lagi.
"obat kamu masih?"
hanya anggukan yang dijawab yujin,
"udah ga pernah kambuh kan?"
yujin menghentikan kegiatan nya, dia teringat, kemarin saat papa dan mama nya memukulnya, ketakutan itu datang kembali.
"iya, udah ga pernah."
bohong.
minju mengangguk, dan mengusap rambut yujin, "sehat terus, kamu tetep adik kecil kakak."
hati minju sebersih dan sesuci malaikat, dia memang sempurna.
"yujin berangkat,"
tak lupa gadis itu melirikan matanya kearah minju, gadis itu pucat.
"jangan lupa minum obat."
minju tersenyum, menatap punggung sang adik. walau terkesan cuek, tapi dia tau cara menghangatkan hati nya.
gadis itu kembali memegang dada nya, sakit sekali.
diraih nya obat yang berada di meja itu, melahap nya sekaligus, dia mengatur nafas nya.
rasa sakit itu memudar.
"ah benci, kenapa gue harus selemah ini. nyusahin orang aja."
Tinggg!!
Jaemin
gue didepan, keluar.matanya mendelik, minju segera berlari ke depan. dan benar, jaemin dan motor matic nya sudah terparkir disana.
"kenapa kesini?"
bukan nya menjawab, jaemin mengusap pipi minju, "kamu pucat."
gadis itu menggeleng, "aku ga dandan, jadi nya pucat."
"bohong,"
"buat apa bohong?"
"kamu ga bisa bohong dari aku."
minju terdiam, memang benar, mencoba membohongi jaemin adalah usaha yang sia sia.
laki laki itu menghela nafas, "sabar ya, aku masih cari donor yang pas."
"aku bilang ga usah jaemin,"
"tapi aku mau kamu sembuh, minju."
kali ini minju yang memegang tangan laki laki itu, dan mengusap nya,
"aku baik baik aja."
"tapi,—" tangan minju menutup mulut jaemin, dia menggeleng, "udah sana kuliah, ada kelas pagi kan?"
laki laki itu hanya mendecak kesal, dan menyalakan motor matic nya, "aku pergi, jangan aneh aneh, istirahat aja di rumah."
"siap kapten!"
jaemin terkekeh geli, dan meninggalkan minju, gadis itu tersenyum, setidak nya ada jaemin yang menjadi semangat hidup nya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Warna; [izone]
Diversos"Kalau hidup kamu monokrom, aku siap jadi pewarna hidupmu."