15 || Berubah

232 35 31
                                    

Ternyata memang percuma ya gue berharap ke Jeff

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Ternyata memang percuma ya gue berharap ke Jeff. Karena pagi ini gue mendapati Jeff pindah duduk bareng Meira dan dapet kabar kalo Meira mutusin Leo. Pemandangan yang jelas-jelas nyata di depan gue ini bikin gue bener-bener mau gumoh aja rasanya.

Jeff, pegangan tangan sama Meira dan mereka bersenda gurau dengan bahagia seolah-olah kejadian kemarin itu nggak pernah terjadi.

Tangan gue mengepal, gue benci sebenci-bencinya sama Jeff. Tiba-tiba sebuah tangan menarik gue pelan untuk menjauhi bangku mereka---Ajun.

"Lo duduk aja sama gue, biar Rangga sama Marko yang duduk disana." tuturnya. Gue cuma mengangguk lemas dan pergi ke bangku barisan kedua dari depan bareng Ajun.

Salah nggak sih kalau gue sakit hati?

[• WRONG •]

Gue masih berkutat dengan buku bahasa Inggris. Gila aja sih Bu Feby ngasih tugas nggak nanggung-nanggung sampe gue harus mengurungkan niat buat ke kantin karena tugas ini harus dikumpulkan tepat sebelum bel istirahat selesai bunyi.

Tiba-tiba aja Kalya masuk ke kelas sambil gebrak pintu. Dia teriak, "JAFFRIEN NEMBAK MEIRA DI LAPANGAN INDOOR. CUS KESANA WOI!!" tangan gue tiba-tiba berhenti nulis, gue blank, pikiran gue tiba-tiba buntu dan rasanya gue nggak bisa gerak. Badan gue cuma diem aja.

Tiba-tiba Jeremy langsung gendong gue dan lari ke arah lapangan indoor. "Pokoknya lo harus lihat dulu, ntar gue pasti bakalan gebukin dia."

Gue cuma diem, karena otak gue sama sekali nggak bekerja. Jeremy nggak berhenti berlari, hingga pada akhirnya dia berhenti dan kita udah ada di salah satu barisan di antara jejeran anak yang bergerombol mengelilingi lapangan.

Jeremy menurunkan gue dengan hati-hati. Dan pas banget gue ada di paling depan, buat lihat sebuah pemandangan.

---pemandangan paling bikin gue muak.

Jeff berdiri di tengah lapangan bareng Meira. Dia bawa gitar, duduk di sebuah kursi (yang kayanya udah disiapkan) dan nyanyiin lagu yang sering kita nyanyikan waktu di rumah dengan dia yang main gitar di teras.

Air mata gue mulai memenuhi mata gue, membuat pandangan gue kian mengabur,

Bersamaan dengan hati gue yang melebur.

Ia hancur.

Tepat saat Jeff selesai menyelesaikan nyanyiannya dan mengucapkan sebuah kata.

"Meira Anathya Dewangga, would u be my girlfriend? " dengan sebuah buket bunga aster putih di tangannya. Bunga yang gue sukai entah apa alasannya.

"Yes."

iya cuma satu kata yang jadi jawaban atas pertanyaan Jeff, tapi dengan satu kata itu juga berarti perjuangan gue bener-bener harus berhenti.

Wrong ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang