Mayrine berjalan memasuki halaman sekolah dengan digandeng oleh Mark. Tentu saja ini bukan hal baru bagi warga sekolah, mereka sudah biasa melihat Mark dan Mayrine pulang sekolah bersama.
Namun, kali ini situasinya berbeda. Tentu saja, terkait dengan rumor dan juga bahan pembicaraan utama grup chat angkatan membuat Mayrine mendapat banyak respon.
Ada yang melihat iba, ada juga yang menjatuhkan. Seakan merasa senang karena Renjun tak lagi bersama Mayrine.
Mulut penggosip memang selalu begitu. Mencari celah keburukan atau kegagalan untuk digunjingkan.
Kalau dibilang risih, mungkin iya. Mayrine merasakan itu ketika baru saja memasuki halaman sekolah.
"Selama kau mempunyai Mark. Tidak akan ada yang berani mengatakan hal buruk tentangmu. Lihat saja, jika ada hal negatif tentangmu yang sampai di telingaku maka siap-siap saja.."
"Mengemasi barang-barangmu," Mayrine mengikuti gaya bicara Mark yang sombong ketika berhadapan dengan pembenci Mayrine.
Mark tertawa keras. Mayrine memang hapal dengan kalimat Mark ketika mengancam murid lain yang notabene tak berkuasa.
"Kan benar kataku May, mereka hanya melihatmu dengan tatapan tak suka. Bukan dengan kata-kata." Tangan Mark merangkul pundak Mayrine.
Mayrine hanya mengiyakan ucapan Mark. Kalau tidak, maka Mark akan terus berisik.
"Hai May, kenapa tidak masuk?" Jeno berjalan dari lorong kelas, tersenyum pada Mayrine dan Mark.
"Oh itu..aku sakit demam,"
"Oh begitu. Apakah sudah benar-benar sembuh?" mata Jeno menyipit dan itu menggemaskan bagi Mayrine.
"Sudah Jen." Kali ini bukan Mayrine yang menjawab, tapi Mark.
"Ngomong-ngomong. Pacarmu..mantan pacarmu, ah bagaimana aku harus menyebutnya.." Jeno mengacak rambutnya.
"Tidak usah disebut. Ayo masuk kelas." Mark mengajak Jeno dan Mayrine untuk masuk ke kelas.
Mayrine mengedarkan pandangannya ke dalam kelas. Sosok yang ia cari ada di pojok kelas, sibuk berkutat dengan ponsel dan earphone yang menyumpal telinganya.
"Jen, aku minta tukar tempat duduk. Aku duduk dengan Mayrine sekarang, kau dengan Renjun." Jeno hanya mengangguk pelan, lagipula ini untuk kebaikan Mayrine.
•
Suara bola basket yang memantul keras terdengar jelas di lapangan indoor basket.
Disana, laki-laki dengan surai hitam terlihat kacau. Memantulkan bola basket dan melemparkannya kearah yang tak jelas.
"Open your mouth. This is airplane."
"Goodnight my boy. I love you."
"I need you more, Renandra Junata."
Semua yang pernah Mayrine katakan terngiang-ngiang di telinga Renjun. Sekarang semuanya kandas.
Renjun ingin mengatakan yang sebenarnya namun, banyak resiko yang akan ditanggung nantinya.
Bukan hanya perkara hubungannya dengan Mayrine, tapi keselamatan Mayrine juga jadi taruhannya.
Renjun mengusap wajahnya, merasa terbebani oleh semua ini.
"Apa kau sudah senang melihat Mayrine seperti ini Jun?" Nada bicara Mark terdengar sarkas.
Sementara Renjun masih diam, dia terus memantulkan bolanya.
"Dengar, aku takkan menyerahkan Mayrine begitu saja padamu Mark. Dia masih milikku." Renjun menunjuk wajah Mark, menatapnya dengan tatapan mengintimidasi.
Mark menatap Renjun nyalang. Dengan mudah Renjun mengatakan kalau Mayrine masih miliknya setelah apa yang ia lakukan pada Mayrine.
Benar apa yang Mark katakan waktu itu. Mayrine tidak kurang apapun, hanya Renjun saja yang kurang ajar.
"Kau tahu apa tentang Mayrine hah? Kemarin setelah kau meninggalkan rumahnya, dia demam. Kacau dan juga gemetar. Kau puas Jun?"
Renjun terperangah, ia tak menyangka keberadaan Renjun akan berpegaruh seperti ini di kehidupan Mayrine.
"Kau tak tahu kan? Orang sepertimu memang tak punya hati." Mark tersenyum kecil, berjalan mendekati Renjun.
Tangan kanan Mark menarik kerah baju Renjun, "Jika kau bukan pacar Mayrine maka aku akan mengeluarkanmu!"
Setelah itu Renjun tertawa, "Hanya itu saja ancamanmu Mark? Bahkan aku tidak takut."
Kedua tangan Mark menarik kerah baju Renjun.
"Kau benar-benar tak bersyukur Jun. Aku tidak mengerti mengapa ada orang sepertimu." Mark meninju pipi kanan Renjun.
"Kau tak pernah tahu bagaimana aku selalu mencoba membuat Mayrine bahagia. Yang bisa kau lakukan hanya menyakiti dan melarangnya." Mark melepaskan tangannya dari kerah baju Renjun.
"Kau takkan pernah tahu masalahku, Mark. Aku akan menjelaskannya nanti pada Mayrine disaat yang tepat."
Renjun pergi melenggang meninggalkan Mark yang masih tersulut emosi.
Semua orang sama, tidak ada yang bisa mengerti dengan keadaan Renjun.
•
Mayrine membasuh wajahnya di wastafel. Melihat pantulan dirinya yang cukup kacau.
Biasanya Renjun yang sulit untuk tidur, kali ini malah dirinya yang sulit tidur.
"Hai Mayrine, apa kabar?" Seorang perempuan yang bernama Dheya dengan dua dayangnya datang menghampiri Mayrine.
"Baik, ada apa ya?" Mayrine berusaha sesopan mungkin walaupun perasaannya mengatakan hal yang buruk akan terjadi.
Dheya mendekat, meraih rambut Mayrine. "Rambutmu panjang dan indah. Bagaimana kalau kita rapikan?"
Mayrine gemetar, apalagi ini?
"Maaf, maksudmu apa?"
Mendengar pertanyaan Mayrine, Dheya tertawa keras, mendorong bahu Mayrine.
"KAU BERTANYA MENGAPA? APA KAU TIDAK PUNYA HARGA DIRI? SETELAH BERPACARAN DENGAN RENJUN SEKARANG DEKAT DENGAN MARK, LALU JENO..DASAR MURAHAN,"
Dheya menepuk tangannya.
"Teman-teman. Mari kita mulai, jangan biarkan perempuan murahan ini lolos dari tangan kita."
Mayrine memejamkan matanya.
"Renjun...Mark..siapapun, tolong aku," Mayrine membatin.
Next?
KAMU SEDANG MEMBACA
ᴵⁿˢᵒᵐⁿⁱᵃ 1 Ft.Huang Renjun✓
Hombres Lobo𝐓𝐡𝐞 𝐟𝐮𝐭𝐮𝐫𝐞 𝐬𝐞𝐞𝐦𝐬 𝐭𝐨 𝐛𝐞 𝐰𝐨𝐫𝐬𝐞 𝐭𝐡𝐚𝐧 𝐭𝐡𝐢𝐬, 𝐈 𝐧𝐞𝐞𝐝 𝐲𝐨𝐮 -𝐇𝐮𝐚𝐧𝐠 𝐑𝐞𝐧𝐣𝐮𝐧 '𝐬 𝐚𝐮. 12 Mei-28 Mei 2020 [COMPLETED] Amazing cover by @Ilmayyaa