27. Kecemasan Mayrine

128 31 49
                                    

I love you

Mayrine mengerutkan keningnya, ada apa Renjun tiba-tiba mengiriminya pesan yang sesingkat ini?

I love you too

Setelah mengetikkan pesan itu, Mayrine kembali mengetik ceritanya yang sempat terbengkalai berhari-hari karena masalah mood yang naik turun.

Matanya menerawang, belum beberapa menit ia mengetik ia langsung keluar dari aplikasi Microsoft Word dan menutup laptopnya.

Besok adalah hari ulangtahunnya, Mayrine hanya ingin bersantai sedikit. Kadang, baginya menulis itu melelahkan. Apalagi, jika ia memiliki banyak masalah. Ia jamin tulisan itu tidak akan kelar.

"I miss you, Renandra." Mayrine menatap langit-langit kamarnya.

Rasanya, tidak pernah se sepi ini. Ia ingin Renjun tetap ada disisinya. Walaupun Renjun sering menghilang itu tidak apa, yang penting Renjun masih setia bersamanya.

Telinga Mayrine terngiang-ngiang dengan ucapan Renjun yang menyuruhnya untuk mencari laki-laki lain jika ia pergi.

Maksudnya apa?

Memangnya Renjun mau pergi kemana?

Ayolah, Mayrine sudah lelah. Lelah dengan segala rahasia yang Renjun sembunyikan. Belum lagi, banyak rasa sakit yang Renjun sembunyikan dibalik tatapan yang teduh dan wajah yang tenang.

Kadang, Mayrine merasa tidak berguna. Renjun selalu membantunya, dan ada ketika Mayrine dalam posisi yang terendah dalam hidupnya.

Tapi Renjun seakan tidak memberikan celah kepada Mayrine untuk mengetahui apa yang terjadi pada hidup Renjun selama ini.

Bukannya melanggar batasan, Mayrine hanya tidak ingin Renjun merasa sendirian. Ia tidak mau kalau Renjun yang selalu menjadi problem solver untuknya malah tidak bisa mengatasi masalahnya sendiri.

Ia tidak mau itu.

Bahkan Mayrine tidak tahu seberapa banyak beban yang sudah Renjun tanggung dibalik sifat tenang yang ia lihat.

Mayrine menghapus air matanya, ini adalah bulan kelahirannya tapi, mengapa ini terasa sangat buruk?

Lebih banyak pertengkaran dengan Renjun, juga Mark yang sudah jarang berkunjung ke rumahnya menambah rasa sepi yang ada di hati Mayrine.

"Hey, jangan menangis." Mark berdiri di ambang pintu dengan jaket birunya melihat Mayrine dengan tatapan khawatir.

"Hey,kapan kau masuk?" Mayrine heran, ia tak mendengar suara apapun ketika Mark masuk.

"Baru saja, kau melamun, mana mungkin mendengarnya."

Mayrine bangkit dari tempat tidurnya, mengajak Mark menuju ruang tengah. Jemarinya menekan remote TV yang ada di meja.

"Kemana saja kau?" Mayrine memicingkan matanya, menatap curiga pada Mark.

"Tidak kemana mana hanya sibuk sedikit." Mark tersenyum canggung pada Mayrine.

"Sibuk? Sibuk dengan pacar barumu?"

"Iya, kira-kira seperti itu." Mark tersenyum kecil.

Mayrine mengangguk, "Lalu ada apa kesini?"

Mark cemberut, "Memangnya kemarin-kemarin ketika aku kesini aku membutuhkan alasan?"

"Tidak juga," Mayrine menyandarkan kepalanya di bahu Mark, kedua tangannya melingkar erat di pinggang Mark.

Mark tidak kaget dengan perlakuan Mayrine tapi yang ia takut jika ia jatuh kembali.

Jatuh kepada Mayrine yang merupakan sahabatnya.

Sekarang Mark hanya harus fokus pada Chika. Ia tidak bisa mengabaikan Chika yang sudah menunggunya sejak lama.

Mark mengelus rambut Mayrine, "Ada apa May?"

Mayrine hanya menggeleng, air matanya menetes perlahan-lahan.

"Hey, mengapa menangis?" Mark panik, ia tidak berkata apa-apa namun mengapa Mayrine menangis?

Mayrine sesenggukan, ia takut kalau orang yang ada di sebelahnya ini akan hilang seperti Renjun.

"Jangan hilang, jangan hilang seperti Renjun...aku..aku sudah tidak punya siapa-siapa lagi."

Tangis Mayrine pecah, banyak perasaan kalut di dalamnya.

Memori demi memori buruk muncul di kepalanya, mulai dari kecelakaan ibu dan ayahnya, Renjun yang suka menghilang, dan Mark yang seakan menjauh.

Rasanya dunia ini terlalu kejam untuk Mayrine.

Mark terenyuh, bagaimana bisa Mayrine berpikir kalau Mark akan meninggalkannya?

"Hey, tenang. Kau kenapa? Kenapa tiba-tiba bertanya seperti itu? Aku tidak akan pergi kemanapun."

Mayrine masih sesenggukan. Tangannya meremas ujung kaos Mark, rasanya sakit sekali.

Perasaan ragu menyelimuti Mark, ia tidak tahu bagaimana harus melangkah ke depannya.

Fokus dengan Chika atau tetap menjaga Mayrine seperti dulu?

"Dengar aku. Tidak akan ada yang pergi, aku tetap disini bersamamu." Mark mengelus rambut Mayrine perlahan, menciumnya beberapa kali.

Setelahnya, tidak ada jawaban dari Mayrine. Yang Mark dapati adalah embusan napas halus dari Mayrine yang sudah terpejam.

"Semoga besok adalah ulangtahun terbaikmu, May." Mark mengecup dahi Mayrine perlahan.

ᴵⁿˢᵒᵐⁿⁱᵃ 1  Ft.Huang Renjun✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang