15. Mark dan Chika

158 39 90
                                    

Mark melipat kedua tangannya di atas meja, melihat ponsel Jeno dengan malas.

“Ayo main, Mark. Jangan lemas seperti itu.” Jeno mengguncangkan lengan Mark. Lawan bicaranya hanya melihat Jeno dengan tatapan malas.

“Kau kenapa sih?”

Jeno pusing melihat Mark yang tidak bersemangat. Daritadi Mark hanya melamun, menutup matanya sebentar, lalu melamun  lagi.

“Kalau misalnya hubungan Mayrine dan Renjun akan bertahan lama sampai menikah bagaimana?”

Jeno terhenyak, bagaimana pemikiran Mark bisa sampai sejauh itu?

“Aku tak tahu, namanya juga jodoh tidak ada yang tahu. Lagipula mengapa kau memikirkan ini sih?”

Mark mengetuk jemarinya ke meja. “Tidak tahu, tiba-tiba kepikiran.”

Mark berbohong. Padahal ia sudah memikirkan itu semenjak Mayrine dan Renjun berbaikan.

“Sudahlah tak usah diambil pusing. Kenapa kau tidak berusaha mencari perempuan lain?”

Mark sudah menduga Jeno akan melontarkan pertanyaan ini padanya. Jika bisa ia takkan menyiksa dirinya sendiri karena memendam perasaan ini terlebih lagi, Mayrine sudah menjadi milik Renjun.

“Belum. Nanti mungkin.” Mark menjawab sekenanya.

“Semangat ya!” Jeno tersenyum.

“Untuk apa?”

“Agar terbebas dari zona pertemanan.”

“Sialan.”







Mark menatap perempuan yang ada di depannya.

“Jadi, bagaimana dengan proposal pengajuan dananya?”

Lawan bicaranya nampak gugup. Bukan tanpa alasan, Mark memanggilnya ke ruang sekretariat untuk berbicara empat mata.

“Sudah tapi hanya belum ditandatangani olehmu, setelah itu aku akan mengajukannya ke kepala sekolah.”

Mark mengangguk, melihat perempuan itu sebentar. “Proposalnya mana?”

“Ah iya, tunggu sebentar kak.” Perempuan itu tersenyum canggung, membuka lemari arsip. Jemarinya mencari berkas yang Mark maksud.

“Ini kak, tandatangan disini.”

Mark menandatangani proposal itu, tersenyum kecil.

“Kan sudah aku bilang jangan panggil aku kak. Kita seangkatan.” Mark tertawa kecil.

“Ah iya kak...maksudku, Mark. Aku hanya tidak enak, disini kau ketuanya.” Perempuan yang biasa disapa Chika itu tersenyum kikuk.

“Santai saja.” Mark menyerahkan proposal itu pada Chika.

Chika merupakan sekretaris OSIS, Mark dan Chika sering menghabiskan waktu di ruang sekretariat sampai malam hanya untuk menyelesaikan laporan dan proposal yang menumpuk.

Banyak rumor yang bilang kalau Chika menyukai Mark namun, itu belum tentu kebenarannya. Karena Chika tidak melakukan pergerakan apapun untuk mendekati Mark.

“Bagaimana dengan makan bersama?” Mark mengiyakan ajakan Chika, lagipula selama hampir dua tahun bersekolah, ia tidak pernah makan dengan perempuan lain kecuali Mayrine.

“Dimana?”

“Nanti akan kutunjukkan. Aku berani jamin kau akan suka.”

Mark bangkit dari kursinya, “Sudah sore. Mau pulang denganku?”

ᴵⁿˢᵒᵐⁿⁱᵃ 1  Ft.Huang Renjun✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang