Setelah mengantar Chika sampai di rumahnya, perasaan Mark tidak bisa tenang. Ia memikirkan Mayrine.
Entah apa yang terjadi pada sahabatnya sampai menelpon sampai berkali-kali.
“Hey, ada apa?” Mark menepuk pipi Mayrine, sementara Mayrine tetap menunduk.
“Ren.. Renjun.” Napas Mayrine terengah.
Mark mengusap wajah Mayrine, “Pelan-pelan, coba katakan padaku, ada apa?”
“Aku bermimpi Renjun kecelakaan.” Mayrine menatap Mark sendu.
Mark mengembuskan napasnya perlahan, mengusap rambut Mayrine.
“Hanya mimpi, jangan khawatir.” Mark mengusap punggung Mayrine, berusaha menenangkan.
Flashback on..
Mayrine melihat nama Lia di notifikasi WhatsApp Renjun. Ia berusaha tetap berpikiran positif kepada pacarnya.
Lia
Bisa mengantarku nanti setelah kau mengantar Mayrine pulang?Mayrine sedang malas berdebat dengan Renjun karena itu ia tidak mempertanyakan masalah pesan dari Lia.
Namun, dibalik Mayrine yang berusaha tenang perihal Lia. Ia tak bisa berhenti memikirkan Renjun.
Mayrine memejamkan matanya perlahan, belum sampai semenit pintunya diketuk.
“May, i’m home.” Itu suara Renjun.
Mayrine membuka pintu, melihat Renjun dengan wajah yang khawatir.
“Maaf.. apa jika nanti aku menghilang kau masih menungguku?” Renjun memeluk Mayrine erat, wajahnya terlihat pucat.
“Maksud..maksudmu apa Jun?” Mayrine terbata-bata. Perasaan negatif memenuhi dirinya, ia takut kalau Renjun akan... pergi.
Setelah itu semuanya gelap.
Banyak spekulasi yang ada di kepalanya. Kata-kata Renjun memang selalu mengandung makna lain.
Namun, Mayrine selalu gagal dalam mengartikannya. Baginya Renjun adalah makhluk yang sulit ditebak.
Setelah kedatangan Renjun ke rumahnya, Mayrine mendapatkan mimpi buruk. Renjun penuh dengan darah, lalu memeluknya erat. Dan berkata, “Maafkan aku, aku mencintaimu.”
Hanya itu yang Mayrine lihat lalu sosok Renjun memudar. Ketika bangun dari tidurnya, Mayrine menangis sesenggukan. Pasalnya, ini terasa sangat nyata.
Ditambah lagi ponsel Renjun tidak aktif. Belum lagi Mark yang tidak menjawab teleponnya, itu membuat Mayrine sangat ketakutan.
“Aku takut ini adalah kenyataan, Mark. Aku tidak mau kehilangan siapapun. Aku.. aku tidak bisa, Mark.” Tubuh Mayrine gemetar.
Mark mendekap tubuh Mayrine, “Tidak akan ada yang terjadi, tenanglah.”
Mayrine merasakan tangan dingin Mark menyentuh bahunya. Ah jika dipikir-pikir dirinya egois, seharusnya dia tidak menyuruh Mark untuk ke rumahnya disaat cuaca begini hanya karena perasaan khawatir pada sesuatu yang tak pasti.
Jika saja Mark bukan sahabatnya, mungkin Mayrine sudah sulit bernapas karena melihat visual Mark dengan rambut yang setengah basah akibat berhujan.
“Kau berhujan hujanan ya?” Mayrine menatap Mark.
“Bagaimanapun keadaannya aku tidak bisa membiarkanmu sendirian. Hujan bukanlah masalah besar bagiku. Nanti biar kuhubungi Renjun, sekarang kau tenang dulu. Aku bawakan makanan untukmu.”
Mayrine tersenyum.
“Katakanlah aku beruntung memiliki sahabat sepertimu, Mark. Terima kasih karena selalu menjagaku.”
•
Renjun memukul tembok rumah sakit, setelah bertahun-tahun tidak pernah ke tempat ini akhirnya Renjun kembali berurusan dengan hal yang berhubungan dengan rumah sakit.
Renjun duduk di kursi tunggu, ponselnya dimatikan. Ia sekarang sengaja menghindari kontak dengan Mayrine.
Ia tak mau Mayrine kecewa untuk kesekian kalinya.
Renjun mengacak rambutnya frustasi, bagaimana ini semua bisa terjadi?
Bahkan ia sudah berusaha semaksimal mungkin untuk mencegahnya.
Dunia memang tak pernah adil padanya.
Sementara itu, kedua orang paruh baya duduk di sebelah Renjun dengan raut wajah yang tak kalah khawatir.
“Mengapa Thania bisa seperti ini Jun?”
Renjun mengusap wajahnya kasar, “Saya sudah berusaha untuk mencegahnya. Namun, takdir berkata lain.”
Laki-laki kelahiran Maret ini berusaha sesopan mungkin walaupun dirinya sudah dipenuhi kekalutan.
Renjun memikirkan gadisnya, ia takut setelah ini Mayrine akan membencinya dan pergi meninggalkannya.
Renjun bisa gila jika membayangkan itu. Namun apa yang ia lakukan adalah kesalahan besar.
“Tuhan, mengapa ini terasa berat?”
Renjun mengusap wajahnya kasar. Di kepalanya hanya ada Mayrine, ia sudah tak peduli dengan yang lainnya.
Namun, dua orang yang ada di sebelahnya selalu menuntutnya ini dan itu. Benar-benar merepotkan!
“Jun, seharusnya kamu bisa mencegah ini. Thania merupakan anak kesayangan kami.”
Renjun naik darah.
Anak kesayangan katanya?
Bahkan disaat seperti ini mereka baru bisa berkumpul untuk melihat Thania. Selain itu mereka hanya fokus pada uang, bisnis, dan jabatan.Perlukah Renjun menyebut mereka sebagai orang tua yang baik?
“Maaf tapi saya bukan Tuhan. Saya sudah berusaha sekuat tenaga.”
Hanya itu yang bisa Renjun ucapkan. Walaupun rasanya ingin sekali mendebat kedua orang yang ada di depannya habis-habisan namun, ini bukanlah momen yang tepat untuk adu mulut.
“Jika dokter sudah keluar, cari aku di taman. Setelah ini kalian bisa berdebat sepuasnya.”
Renjun melangkahkan kakinya menuju taman yang ada di area rumah sakit.
“Mayrine, apa setelah ini kau akan memaafkanmu? Kuharap jawabannya iya, sebab aku mencintaimu.”
Renjun memandang langit yang mulai gelap, melihat bintang yang menghiasi langit.
KAMU SEDANG MEMBACA
ᴵⁿˢᵒᵐⁿⁱᵃ 1 Ft.Huang Renjun✓
Werewolf𝐓𝐡𝐞 𝐟𝐮𝐭𝐮𝐫𝐞 𝐬𝐞𝐞𝐦𝐬 𝐭𝐨 𝐛𝐞 𝐰𝐨𝐫𝐬𝐞 𝐭𝐡𝐚𝐧 𝐭𝐡𝐢𝐬, 𝐈 𝐧𝐞𝐞𝐝 𝐲𝐨𝐮 -𝐇𝐮𝐚𝐧𝐠 𝐑𝐞𝐧𝐣𝐮𝐧 '𝐬 𝐚𝐮. 12 Mei-28 Mei 2020 [COMPLETED] Amazing cover by @Ilmayyaa