Setelah perdebatan panjang di mobil, Mark tetap dengan keputusannya. Ia tak mau membiarkan Mayrine pulang sendirian.
Jika menyangkut Renjun, Mark tidak bisa mengontrol emosinya.
Mayrine memperhatikan setiap inci dari wajah Renjun. Dengan telaten ia mengobati luka Renjun.
“Aku memang tidak punya hak lagi untuk bertanya, apa yang terjadi padamu. Namun, kusarankan untuk berhati-hati.”
Renjun hanya mengangguk, menatap netra Mayrine lekat.
Jarak antara wajah mereka berdua semakin terkikis.
“Jangan berbuat macam-macam.” Suara Mark membuat wajah Renjun menjauh dari wajah Mayrine.
“Jika ingin melakukan itu, lakukan saja dengan Lia,” Mark menarik tangan Mayrine untuk mendekati pintu.
“Brengsek,” Renjun mengumpat. Mengapa dimana-mana orang selalu menyebut Lia dan Lia?
Sementara fokus Renjun hanya pada Mayrine, bukan Lia. Kalau bukan karena rencana ini, ia takkan mau dekat dengan Lia.
Parah.
Hanya itu yang ada di pikiran Renjun saat ini. Mengapa semuanya menjadi kacau dalam sekejap?
“Jangan menarik tanganku, Mark. Sejak kapan kau menjadi kasar begini kepadaku?!” Mayrine membentak Mark.
Lawan bicaranya setengah terkejut melihat perubahan gaya bicara Mayrine.
“Bukan begitu Mayrine, aku hanya ingin...”
“Ingin apa?! Kalian berdua....rasanya kepalaku ingin meledak.” Mayrine mengacak rambutnya.
“Sekarang pulang, jangan membantah.” Nada bicara Mark tidak setinggi tadi, namun terdengar lebih dingin dari biasanya.
Mayrine tersenyum.
“Memang benar, disini kau yang berkuasa. Goodbye, Renjun.” Mayrine mengikuti punggung Mark yang menjauh setelahnya membalikkan punggungnya dan menatap Renjun lirih.
Bukan ini yang Renjun inginkan.
“See you again, Mayrine.”
Ia tak mau Mayrine mengucapkan kata ‘Goodbye’ karena kisah mereka belum berakhir.
Belum berakhir karena Renjun akan memperbaiki semuanya. Bukan saat ini saja namun, masa depan juga.
Untuk saat ini, Renjun merasa lega karena Mayrine dekat dengan Mark. Jadi ada orang yang menjaga Mayrine selagi dirinya masih jauh dengan Mayrine.
•
Aura di dalam mobil makin buruk, Mark dan Mayrine yang biasanya saling melemparkan lelucon atau berbagi cerita tentang hari yang mereka jalani berubah menjadi aura yang dingin.
Mark fokus dengan jalanan, sementara itu Mayrine enggan membuka suara. Ia benci cara Mark yang kasar seperti tadi.
“Seberapa benci dirimu dengan Renjun?” Mayrine memalingkan wajahnya ke jalanan.
Mendengar pertanyaan itu, Mark langsung menghentikan laju mobilnya.
“Kau tak salah bertanya?”
“Tidak perlu membalas pertanyaanku dengan pertanyaan. Kau hanya perlu menjawab, tuan muda Mark.”
Mark meraih dagu Mayrine, memaksa Mayrine agar melihatnya.
“Jangan sentuh aku!” Mayrine membentak.
“Sekarang aku bertanya, apa aku kurang sabar padamu Mayrine? Aku bahkan mengijinkan bajingan itu duduk di dalam mobilku tadi. Dan kau masih menyalahkanku? Bahkan ketika ia mabuk malam itu aku bersedia mengantarnya ke rumah agar tak berbuat macam-macam padamu.” Oke, kali ini nada bicara Mark sangat tinggi.
“Namanya, Renjun bukan bajingan.” Mayrine menunjuk wajah Mark.
“Aku tak peduli. Bahkan setelah apa yang ia lakukan padamu, kamu masih berbuat baik padanya. Buka matamu, Mayrine!”
Air mata Mayrine mengalir, “Jangan ikut campur masalahku. Bagaimanapun dia, dia tetap pacarku...ah aku lupa dia pacarku bukan ya?”
Mayrine mengusap sudut matanya.
“Turunkan aku sekarang!”
“Jangan keras kepala, Mayrine. Aku takkan membiarkanmu pulang sendirian. Selain aku, siapa lagi yang akan menjagamu?”
“Aku tak peduli, Mark. Lama-kelamaan kau malah mirip dengan Renjun, suka mengatur!” Mayrine menangis sesenggukan.
Sebenarnya bukan karena kata-kata Mark, namun ketika Mark marah ia seperti menemukan sifat Renjun disana.
Kenangan demi kenangan terputar jelas di otaknya, bahkan beberapa hari yang lalu kenangannya bersama Renjun kembali muncul berulang bagai kaset rusak.
“Mayrine, mengapa kau sangat sulit untuk menurut? Aku hanya..”
“Hanya apa? Hanya tak mau aku terlihat kesepian karena Renjun pergi atau kau takut aku akan bunuh diri karena masalah hidupku yang bertumpuk-tumpuk?” suara Mayrine serak, lelah karena meneriaki Mark.
“Bukan begitu Mayrine, kau salah paham.”
“Apalagi yang akan kau katakan?”
“Kau bisa mencaci, membentakku, bahkan memukulku jika itu yang membuat perasaanmu lebih baik. Tapi, kumohon jangan keras kepala,” nada bicara Mark melunak, ia takut hal yang lalu terulang.
Dulu, Mayrine pernah bertengkar hebat dengannya dan Mark didiamkan oleh Mayrine.
Itu sungguh mengerikan.
“Apa kau mendengarkanku May? Sekali ini saja, menurut padaku.”
“Sekali? Bahkan kau sangat suka mengaturku.”
“May, sudah kubilang takkan ada orang lain yang akan menjagamu.” Mark memegang punggung tangan Mayrine. Menatapnya lekat, Mark tak mau Mayrine lari dari dirinya lagi.
“Kita lihat saja...” ucapan Mayrine terhenti, ia mengeluarkan ponselnya seraya menempelkan di telinganya.
“Jeno, tolong jemput aku. Akan ku kirimkan lokasinya sebentar lagi....oke, terima kasih Jeno. Maaf merepotkan.”Suasana kembali hening, Mayrine dan Mark sibuk dengan pikirannya masing-masing sampai ketika motor Jeno berhenti di depan mobil Mark.
Mayrine membuka pintu mobil, melihat Mark sekilas.
“Hati-hati, May.”
Punggung Mayrine tidak berbalik. Ia meneruskan langkahnya ke motor Jeno.
“Ayo Jen, pulang.” Mayrine naik ke motor Jeno.
Dibalik helm full facenya Jeno hanya mengangguk pelan, tak berani bertanya apa yang terjadi antara Mark dan Mayrine.
Tapi, perasaannya mengatakan kalau ada yang tak beres antara Mark dan Mayrine.
Mayrine menyembunyikan kepalanya di belakang punggung Jeno. Air matanya mengalir deras.
“I still love you, Jun. Do you still love me?” Mayrine menahan sesak yang ada di dadanya, ia sangat merindukan Renjun.
Ah, kali ini rasanya dunia tak adil padanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
ᴵⁿˢᵒᵐⁿⁱᵃ 1 Ft.Huang Renjun✓
Про оборотней𝐓𝐡𝐞 𝐟𝐮𝐭𝐮𝐫𝐞 𝐬𝐞𝐞𝐦𝐬 𝐭𝐨 𝐛𝐞 𝐰𝐨𝐫𝐬𝐞 𝐭𝐡𝐚𝐧 𝐭𝐡𝐢𝐬, 𝐈 𝐧𝐞𝐞𝐝 𝐲𝐨𝐮 -𝐇𝐮𝐚𝐧𝐠 𝐑𝐞𝐧𝐣𝐮𝐧 '𝐬 𝐚𝐮. 12 Mei-28 Mei 2020 [COMPLETED] Amazing cover by @Ilmayyaa